Wanita dan Shalat (Bagian 2)

Seorang wanita hamil yang terus menerus keluar kencing :

Ia tidak boleh meninggalkan shalat dan wajib berwudhu pada setiap waktu shalat sebagaimana keadaan seorang wanita yang istihadhah. Ia juga wajib menjaga kebersihannya dengan menyumpalkan kapas dan sejenisnya dan manunaikan shalat tepat pada waktunya. (Syaikh Ibnu Baaz)

Menunaikan shalat di sebuah tempat yang terdapat sejumlah lukisan, yakni sejumlah lukisan makhluk-makhluk yang bernyawa :

Shalat dihukumi sah, jika seorang muslim menunaikannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum syara’, akan tetapi shalat yang ditunaikannya di sebuah tempat yang tidak terdapat lukisan adalah lebih utama (Syaikh Ibnu Bazz)

Seorang wanita menunaikan shalat tidak menghadap ke arah kiblat karena tidak tahu :

Jika shalat itu dilakukan di wilayah gurun pasir dan ia melakukan ijtihad, kemudian ia melakukan shalat setelah melakukan ijtihad, maka shalatnya dihukumi sah dan ia tidak wajib meng-qadhanya.

Sedangkan jika shalat tersebut dilakukan di kota atau desa, maka ia wajib mengqadhanya kerena memungkinkannya bertanya tentang arah kiblat. (Syaikh Ibnu Baz)

Mengakhirkan (menangguhkan) shalat Isya adalah lebih utama bagi kaum wanita :

Jika hal tersebut terasa mudah dan tidak menyulitkan. Tetapi tidak boleh mengakhirkannya sehingga melewati tengah malam (Syaikh Ibnu Baz)

Pencurian dalam shalat :

Pencurian yang terbesar adalah pencurian dalam shalat, sebagaimana sabda Nabi, shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلَاتِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ لَا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا سُجُودَهَا

“Seburuk-buruk manusia dalam melakukan pencurian adalah orang yang melakukan pencurian dalam shalat”. Mereka (para sahabat) pun bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang melakukan pencurian dalam shalatnya ? Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab, “ia tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujudnya (HR. Ahmad)

Yakni, ia meninggalkan thuma’ninah (ketenangan), sehingga tidak cukup panjang dalam ruku’ dan tidak pula dalam sujud.

Menahan agar tidak menguap, khususnya ketika shalat :

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda, “Jika salah seorang dari kalian menguap saat sedang shalat, hendaklah ia menahannya semampu mungkin, karena setan akan masuk” (HR. Al-Bukhari)

Hal itu dilakukan dengan meletakkan tangan ke mulut.

apakah seorang wanita membatalkan shalat wanita yang lain, jika ia berlalu di hadapanya ?

Ya, perbuatan tersebut membatalkan shalat wanita yang dilaluinya. Akan tetapi jika ia berlalu di depan sutrah (pambatas shalat)nya jika ia memakai sutrah, atau berlalu di depan sajadahnya jika ia memakai sajadah, atau berlalu di depan tempat sujudnya jika ia tidak mempunyai sutrah dan tidak pula sajadah, maka hal tersebut tidak memudharatkan dan tidak pula berpengaruh (terhadap keabsahan shalat wanita yang dilewati)

Catatan : kecuali jika wanita yang dilalui menunaikan shalat di belakang imam (berjamaah) maka tidak ada sesuatu yang membatalkan shalatnya karena sutrah imam menjadi sutrah bagi orang yang shalat di belakangnya (makmum) (Syaikh Ibnu Utsaimin)

Sumber :

Dinukil oleh Amar Abdullah bin Syakir dari “Aktsar Min Alf Jawab Lil Mar’ah”, penyusun : Khalid al-Husainan, Edisi Indonesia : Fikih Wanita, Menjawab 1001 Problem Wanita, Penerbit : Darul Haq, Jakarta. Hal, 76-77

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *