Wanita dan Puasa (bag.1)

Seorang wanita wajib berpuasa jika telah baligh :

Baligh ditandai dengan salah satu dari empat tanda di bawah ini :

  • Jika telah genap berusia 15 tahun
  • Tumbuhnya rambut kasar di sekitar kelamin
  • Keluar air mani
  • Haid atau hamil

Kapan saja terdapat salah satu tanda dari tanda-tanda tersebut di atas, maka seorang wanita wajib berpuasa, meski ia masih berusia 10 tahun. (Syaikh Ibnu Utsaimin)

  • Seorang wanita suci (dari haid atau nifas) setelah terbit fajar :

Dalam hal keharusan menahan diri dari makan dan minum, maka pendapat ulama terbagi menjadi dua pendapat :

Menurut pendapat yang unggul, tidak diwajibkan kepadanya menahan diri dari makan dan minum pada sisa waktu hari tersebut, karena hari itu termasuk hari yang tidak sah baginya berpuasa di dalamnya karena pada permulaan hari itu ia termasuk wanita yang haid, sehingga ia tidak termasuk orang-orang yang wajib berpuasa. (Syaikh Ibnu Utsaimin)

  • Jika seorang wanita mengalami haid sesaat sebelum terbenamnya matahari, maka puasanya batal, sedang jika haidnya itu terjadi setelah terbenamnya matahari, maka puasanya sah dan tidak wajib mengqadhanya (al-Lajnah ad-Daimah)

 

  • Perubahan masa haid :

Jika seorang wanita yang suci dari haid merasa terjadi perubahan masa haid, sedang dia dalam keadaan puasa, di mana darah haid tidak keluar kecuali setelah terbenarnya  atau merasa sakit sebagai pertanda akan haid, tetapi darah haid tidak keluar kecuali setelah terbenamnya matahari, maka puasanya sah. (Syaikh Ibnu Utsaimin)     

Jika seorang wanita hamil, kemudian darah keluar darinya, baik setetes atau dua tetes atau banyak, maka darah tersebut bukan darah haid sehingga ia wajib menyempurnakan puasanya, karena darah tersebut bukanlah darah haid. (Syaikh Ibnu Baz)

Tindakan yang lebih utama bagi wanita yang haid atau nifas jika ia makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan hendaklah dilakukan dalam keadaan tertutup (Syaikh Ibnu Utsaimin)

Puasa seorang wanita yang haid dan nifas adalah sah, jika keduanya suci sebelum terbit fajar meski keduanya belum mandi kecuali setelah terbit fajar, dan status hukum keduanya sama dengan status hukum seorang wanita yang junub yang mandi setelah terbit fajar dan puasanya adalah sah. (Syaikh Ibnu Utsaimin)

Jika fajar telah terbit dan seorang wanita masih dalam keadaan haid, maka puasanya pada hari itu tidak sah, meski ia suci sesaat setelah terbit fajar (Syaikh Ibnu Utsaimin)

Seorang wanita yang sedang hamil atau menyusui, jika keduanya berbuka berbuka pada bulan Ramadhan, baik karena mengkhawatirkan kondisi badannya atau kondisi janinnya jika berpuasa Ramadhan, maka keduanya wajib mengqadhanya. (al-Lajnah ad-Daimah)

Wallahu A’lam

Sumber :

Dinukil dari “Aktsar Min Alf Jawab Lil Mar’ah”, penyusun : Khalid al-Husainan, Edisi Indonesia : Fikih Wanita, Menjawab 1001 Problem Wanita, Penerbit : Darul Haq, Jakarta. Hal, 100

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *