عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلْأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “اَلْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ … اَلْحَدِيْثُ
Dari Abu Musa al-Asy’ariy-radhiyallohu ‘anhu-, ia berkata, Rosululloh -shallallohu ‘alaihi wasallam- bersabda, “al-Qur’an itu hujjah bagimu atau bumerang bagimu… alhadits[1]
* * *
Hadis ini merupakan dalil yang menunjukkan wajibnya beramal dengan al-Qur’an, patuh terhadap perintah-perintah dan larangan-larangannya. Al-Qur’an merupakan hujjah bagi orang yang mengamalkannya, mengikuti apa yang terkandung di dalamnya, al-Qur’an adalah bumerang bagi orang yang tidak mengamalkannya, tidak mengikuti apa yang terkandung di dalamnya.
Sebagian salaf berkata, “Tak seorang pun yang duduk untuk mempelajari al-Qur’an lalu ia bangkit dalam keadaan selamat, namun sangat boleh jadi ia beruntung dan boleh jadi pula ia merugi. Kemudian ia membaca firman-Nya,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَاهُوَشِفَاءٌوَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَايَزِيدُالظَّالِمِينَ إِلَّاخَسَارًا [الإسراء : 82]
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. [2][3]
Sesungguhnya tujuan terbesar dari diturunkannya al-Qur’an adalah membenarkan berita-beritanya, mengamalkannya dengan melaksanakan apa yang diperintahkannya dan meninggalkan perkara yang dilarangnya. Bukanlah tujuan dari dirunkannya al-Qur’an itu bacaan lafdziyyah, yaitu bacaan yang benar yang dibaca oleh si pembaca yang dihiasi dengan suara terindah.
Perkara yang paling mulia adalah mengagungkan Allah ta’ala, beradab terhadap firmanNya. Hal ini sekalipun dituntut namun di sana ada yang disebut dengan tilawah hukmiyyah yang mana merupakan poros kebahagiaan seorang hamba dan keuntungannya yaitu mengikuti al-Qur’an.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah-rahimahullah– menyebutkan bahwa ungkapan kata, “ اَلتِّلَاوَةُ “ bila disebutkan secara mutlaq seperti dalam firman Allah ta’ala,
اَلَّذِيْنَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُوْنَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ
Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya[4] Terkandung makna beramal dengan al-Qur’an sebagai mana atsar Ibnu Mas’ud, bahwa ia mengatakan,
وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أَنْ يَحِلَّ حَلَالَهُ، وَيُحْرِمَ حَرَامَهُ، وَيَقْرَأُهُ كَمَا أَنْزَلَهُ اللهُ، وَلَا يُحَرِّفُ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ، وَلَا يَتَأَوَّلَ مِنْهُ شَيْئاً عَلَى غَيْرِ تَأْوِيْلِهِ
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya, (maksud dari) “حَقَّ تِلَاوَتِهِ (membacanya dengan bacaan yang sebenarnya) adalah hendaklah seseorang menghalalkan yang dihalalkan oleh al-Qur’an, mengharamkan sesuatu yang diharamkan al-Qur’an, membacanya seperti halnya Allah menurunkannya, tidak mengubah perkataan dari tempat-tempatnya, dan tidak menakwilkan/menafsirkan sesuatu apa pun darinya dengan selain penakwilannya[5]
Mujahid –rahimahullah- mengatakan,(maksud dari) يَتْلُوْنَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ , yakni : يَتَّبِعُوْنَهُ حَقَّ اِتِّبَاعِهِ mengikutinya dengan sebenar-benar mengikutinya.
Berdasarkan hal ini, salafush sholeh (para generasi pendahulu yang baik) ummat ini membuat tingkatan/tahapan; maka mereka mempelajari al-Qur’an, membenarkannya dan beramal dengannya dalam segala kondisi dalam kehidupan mereka. Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Mas’ud –radhiyallohu ‘anhu-, ia berkata, “seorang di antara kami bila telah mempelajari 10 ayat tidak melampauinya hingga ia mengetahui makna-maknanya dan beramal dengan apa yang terkandung di dalam ayat-ayat tersebut. [6] Seperti ungkapan ini juga dikatakan oleh Abu Abdurrohman as Sulamiy, beliau termasuk pembesar kalangan Tabi’in, semoga Allah merahmatinya.
Telah valid adanya pahala yang besar bagi orang yang mengikuti al-Qur’an dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, begitu juga azab yang besar bagi siapa saja yang berpaling darinya. Allah ta’ala berfirman,
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى (123) وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125) قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (126) وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآيَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى
Allah berfirman: “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”
Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”
Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.”
Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.[7]
Maka, orang yang membaca al-Qur’an dan yang membawanya hendaknya bertakwa kepada Allah pada dirinya, ikhlash ketika membacanya, mengamalkannya, berhati-hati jangan sampai menyelisihi al-Qur’an dan berpaling dari hukum-hukum dan adab-adabnya, agar tidak mendapatkan celaan seperti halnya yang menimpa orang-orang Yahudi yang mana Allah berfirman tentang mereka,
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal [8]
Ya Allah karuniakanlah kepada kami kemampuan untuk membaca kitabMu sesuai dengan cara yang Engkau ridhoi, jadikanlah kami-wahai sesembahan kami- termasuk golongan orang yang menghalalkan sesuatu yang dihalalkan al-Qur’an, mengharamkan apa yang diharamkan al-Qur’an, mengamalkan ayat-ayat yang muhkam, mengimani ayat-ayat yang mutasyabih, membacanya dengan sebenar-benarnya, ampunilah kami dan kedua orang tua kami serta seluruh kaum muslimin.
Semoga sholawat dan salam tercurah kepada nabi kita Muhammad…
Penulis : Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Dinukil dari “ أَحَادِيْثُ الصِّيَامِ : أَحْكَامٌ وَآدَابٌ Hadis Seputar Puasa ;Hukum dan Adab, Penulis : Abdullah bin Sholeh al-Fauzan (Dosen di al-Imam Muhammad ibn Sa’ud Islamic University, Cabang Gassim, KSA ) (ed.i, hal. 48-50)
[1] HR. Muslim, redaksi sempurnanya dengan no. 323
[2] Qs. al-Isro : 82
[3]Jami’ al-‘Ulum wal Hikam, hadis 23
[4] Qs. al-Baqoroh : 121
[5] Silakan lihat : Tafsir ath Thobariy 2/567, Tahqiq : Mahmud Syakir, Tafsir Ibnu Katsir, 1/235, Majmu’ al-Fataawaa, 7/167
[6] Tafsir ath Thobari, 1/80. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, “ Ini adalah sanad yang shohih, ia adalah mauquf pada Ibnu Mas’ud akan tetapi marfu’ secara makna….
[7] Qs. Thoha : 123-127
[8] Qs. al-Jumu’ah : 5