Urgensi Tegaknya Keadilan dalam Rumah Tangga

Tegaknya prinsip keadilan di tengah kehidupan rumah tangga amatlah penting. Prinsip keadilan yang bertumpu pada terpenuhinya hak-hak dengan baik, dengan menjalankan kewajiban dengan penuh tanggung jawab, baik dari pihak suami atau istri.

Maka, menjadi kewajiban suami-istri untuk memperhatikan hak-hak pasangannya yang telah ditetapkan oleh syariat dengan adil. Tatkala masing-masing dari suami-istri menjalankan apa yang menjadi kewajibannya terhadap pasangan hidupnya, niscaya kehidupan rumah tangga akan harmonis, kehidupan baik lagi bahagia akan terwujud bagi mereka berdua. Ketentraman dan keberkahan tergapai. Biduk rumah tangga pun berjalan dengan baik.



Sebaliknya, jika salah satu pihak, baik istri atau suami tidak menjalankan hak pasangannya yang menjadi kewajiban dirinya, niscaya kehidupan rumah tangga akan keruh, kenyamanan akan berantakan, dan cekcok akan berkepanjangan. Keharmonisan pun sulit terwujudkan. Masing-masing akan merasakan dampak negatif terhadap agama dan dunianya akibat keadaan buruk perjalanan rumah tangga mereka.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah memerintahkan dalam firman-Nya,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan bergaullah dengan mereka secara patut (Qs. An-Nisa/4:19)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah menerangkan di dalam firman-Nya,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf (Qs. Al-Baqarah/2: 228)

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga telah menetapkan,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.(Qs. An-Nisa/4 : 34)



Melalui ayat terakhir, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memuji wanita yang menjaga harta suaminya dan memperhatikan kewajiban yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tetapkan atas dirinya, terkait hak-hak Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan hak-hak suaminya, dan mencela orang yang bersikap sebaliknya.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga memperbolehkan bagi suami yang telah menunaikan hak-hak istrinya untuk meluruskan keadaan istri dengan cara-cara persuasif secara bertahap melalui cara yang paling lunak.

Jadi, maksudnya, tegaknya prinsip keadilan di tengah suami-istri dan mereka menunaikan hak pasangannya, keadaan ini mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat. Hilangnya keadilan, menimbulkan dampak buruk, pada masa sekarang dan hari esok.

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah mengingatkan tentang kewajiban memperhatikan tanggung-jawab dalam hadis berikut :

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya. Seorang penguasa merupakan pemimpin bagi manusia. Ia bertanggung-jawab terhadap rakyatnya. Seorang lelaki pemimpin atas keluarganya, dan dia akan dimintai pertanggung-jawaban atas orang yang dipimpin. Seorang wanita pemimpin di rumah suaminya. Ia akan dimintai pertanggung-jawaban terkait orang yang dipimpinnya. Seorang budak bertanggung-jawab atas harta sayyidnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. al-Bukhari no.2554 dan Muslim no.1829)

Dalam hadis di atas, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menyebutkan tanggungjawab manusia sebagai pemimpin, baik dalam tingkatan yang besar maupun yang kecil. Siapa pun yang mengemban tanggung-jawab memimpin, maka ia bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dipimpinnya dan dimintai pertanggung-jawaban tentang itu.



Karenanya, menjadi kewajibannya, bersikap adil dalam menunaikan tanggung-jawab yang diembannya. Jika ia berbuat adil dan menunaikan hak-hak dengan baik, maka silahkan berharap besar memperoleh pahala dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Bila sebaliknya, meremehkan atau mengabaikan tanggung-jawab atau lebih parah lagi, berbuat zalim terhadap orang yang dipimpinnya, maka pastilah ia akan menghadapi balasan atas tindakannya melalaikan tanggung-jawab.

Dengan keadilan, berbagai tanggung-jawab akan tegak dengan baik. Orang-orang dan masyarakat akan menjadi baik. Urusan-urusan pun akan berjalan dengan lurus dalam seluruh kondisi.

Wallahu A’lam

Sumber :

Baituna 12/XXVI, hal. 13

Amar Abdullah bin Syakir.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *