1 Ia adalah tugas utama diutusnya para Rasul. Allah Ta’ala befirman:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (Untuk menyerukan): “sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut.” (An-Nahl : 36)
2 Ia adalah salah satu sifat sayyidil mursalin, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, sebagaimana yang telah dikatakan oleh ibnu katsir ketika membawakan ayat:
ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ يَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَىٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنكَر
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar.” (Al-A’raf: 157)
3 Ia juga merupakan salah satu sifat orang-orang yang beriman. Allah berfirman:
وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)
Imam Al-Qurtuby menafsirkan: “Maka Allah jadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai pembeda antara orang-orang yang beriman dan orang-orang yang munafik, hal itu menunjukkan bahwa sifat yang paling khusus bagi seorang mu’min adalah amar ma’ruf nahi mungkar dan puncaknya adalah mengajak kepda islam dan berjihad demi menegakkannya”.
4 Ia merupakan karakteristik orang-orang yang shaleh. Allah Ta’ala berfirman:
لَيۡسُواْ سَوَآءٗۗ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ أُمَّةٞ قَآئِمَةٞ يَتۡلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ وَهُمۡ يَسۡجُدُونَ .يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.” (Ali-Imran: 113-114).
BEBERAPA ISTILAH DALAM AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Ihtisab
Dalam bahasa arab kata ihtisab memiliki beberapa makna, dua makna yang paling populer adalah sebagai berikut:
Makna pertama: mengharap pahala, sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam; “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan karena iman dan ihtisab (mengharap pahala) maka diampuni dosa-dosa yang telah lalu.” (muttafaqun alaih)
Makna kedua: mengingkari kemungkaran, sehingga orang yang mengingkari kemungkaran tersebut disebut muhtasib.
Sedangkan dalam istilah, makna ihtisab sebagaimana yang disebutkan oleh imam al-mawardi dan abu ya’la: “menyeru kepada sesuatu yang ma’ruf yang jelas ditinggalkan dan melarang sesuatu yang mungkar yang jelas dilakukan.
Ma’ruf
Secara bahasa: segala sesuatu yang dianggap baik secara akal maupun syariat. Dan dalam pengertian secara istilah adalah, semua yang diperintahkan oleh syariat baik berupa I’tiqad (keyakinan), perkataan, atau perbuatan, baik perintahnya bersifat wajib maupun sunnah.
Munkar
Secara bahasa: segala sesuatu yang dianggap buruk dan diingkari secara akal maupun syariat.
Definisi syar’i: semua yang diingkari dan dilarang serta pelakunya dicela oleh syariat. Masuk kedalam pegertian ini keumuman bid’ah dan maksiat.
Hisbah
Kata hisbah berasal dari kata ihtisab. Dalam mendefinisikannya ulama terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama berpendapat bahwa hisbah sama artinya dengan amar ma’ruf nahi munkar, diantaranya imam ghazali. Dan kelompok kedua berpendapat bahwa hisbah merupakan cabang dari amar ma’ruf nahi mungkar.
Bahayanya Jimat
Di antara yang mengurangi kadar kesempurnaan tauhid, bahkan boleh jadi menghilangkannya secara total dan mencabut tauhid sampai ke akar-akarnya adalah bergantungnya hati kepada benang atau bentuk-bentuk jimat yang lain dengan harapan bisa mendatangkan manfaat dan mencegah mara bahaya. Hal ini termasuk kemusyrikan. Termasuk kemusyrikan adalah memakai jimat dengan berbagai bentuknya dengan harapan bisa mewujudkan manfaat ataupun mencegah mara bahaya.
Hati itu hanya boleh disandarkan kepada Allah. Memohon kesembuhan, tercegah ataupun hilangnya bala bencana hanya boleh kepada Allah. Dialah yang memberi, yang menahan rizki, meninggikan ataupun menurunkan derajat. Di tangan-Nyalah kendali segala urusan.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan kualitas sanad yang tidak mengapa dari Imron bin Hushain, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang ada seorang yang di tangannya ada gelang dari tembaga. Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- lantas menanyai orang itu, “Untuk apa ini?” “Untuk mengobati sakit loyo di tangan”, jawab orang tersebut. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Buanglah”.
Dalam riwayat yang lain, “Lepaslah sesungguhnya benda tersebut hanya akan membuatmu semakin loyo. Andai kau mati dalam kondisi masih memakai benda tersebut maka engkau mati tidak dalam keadaan memeluk agama Muhammad”.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-bersabda, “Barang siapa yang memakai jimat maka Allah tidak akan mewujudkan keinginannya. Barang siapa yang memakai jimat untuk penenang hati maka Allah tidak akan menenangkannya”.
Dalam riwayat yang lain, “Barang siapa yang memakai jimat maka dia telah melakukan perbuatan kemusyrikan”.
Dalam sebuah hadits yang sahih, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya mantera-mantera, jimat dan pelet atau pengasihan adalah kemusyrikan”.
Hadits-hadits ini adalah di antara bukti bahwa Nabi itu menginginkan kebaikan untuk umatnya. Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan hal di atas agar umat Islam tetap menjadi umat yang mulia karena menggantungkan hatinya kepada penciptanya dan bersandar kepada Rabbnya. Hanya mengharapkan kesembuhan dari Allah, tidak dari berbagai bentuk jimat baik yang terbuat dari manik-manik, kerang, tembaga, ataupun besi. Semua benda tersebut adalah ciptaan Allah yang tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri, terlebih lagi memberi manfaat ataupun mencegah mara bahaya dari yang lain. Ini semua menuntut para Da’I untuk mengingatkan masyrakat agar membuang jauh-jauh segala macam jimat dan hanya bergantung kepada Allah azza wa jalla.
Tafsir
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah, sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali-Imran: 110)
Ayat ini mengandung suatu dorongan kepada kaum mukminin supaya tetap memelihara sifat-sifat utama yang disebutkan, dan supaya mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi. Umat yang terbaik di dunia ini adalah umat yang memiliki dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan serta mencegah kemungkaran dan senantiasa beriman kepada Allah azza wa jalla. Semua sifat itu telah dimiliki oleh kaum muslimin di masa Nabi shallalhu alihi wa sallam dan telah mendarah daging dalam diri mereka, karena itu mereka menjadi kuat dan jaya. Bahkan dalam waktu yang singkat mereka dapat menjadikan seluruh tanah arab tunduk dan patuh dibawah naungan islam. Padahal sebelumnya mereka adalah umat yang berpecah belah, selalu dalam suasana kacau dan perang. Ini adalah berkat keteguhan iman, ketabahan serta keuletan mereka dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Iman yang mendalam di hati mereka selalu mendorong untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Qaul salaf
Sahabat Hudzaifah bin Yaman pernah ditanya tentang mayat hidup, maka beliau menjawab: “Yaitu seorang yang tidak mengingkari kemungkaran dengan tangannya, tidak pula dengan lisannya, begitu juga dengan hatinya.”
Dan Ibnu Mas’ud menerangkan tentang mayat hidup, beliau berkata: “Yaitu seorang yang tidak mengetahui perkara ma’ruf dan tidak juga mengingkari kemungkaran.”