Bencana datang silih berganti, menggilir setiap tempat, menimbulkan korban jiwa, dan kerugian harta yang tidak sedikit. Namun adakah yang mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap bencana itu? Sembari merenungkannya mengapa hal itu sampai terjadi? Karena kita tahu, bahwa bencana itu datang bukan karena faktor alam semata, namun sebuah isyarat yang dikirimkan oleh Rabb Penguasa alam sebab dosa bani adam yang semakin tidak karuan.
Namun perlu diketahui bersama, bahwa yang menjadi faktor utama bukanlah dosanya itu sendiri, sebab setiap manusia dipastikan pernah berbuat dosa, namun yang menjadi point utama adalah menyebarnya dosa dan maksiat diantara manusia tanpa ada yang memperdulikannya, dan bahkan sudah menganggapnya adalah hal lumrah dan kebiasaan, dengan kata lain hilangnya semangat Amar Makruf Nahi Munkar ditengah mereka. Maka coba perhatikan ayat berikut, yang mana dengannya Allah melaknat orang-orang kafir Bani Israel, dan Allah juga menyertakan sebab pelaknatannya,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS Al Maidah: 78-79)
Dan suatu ketika, Zainab Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
يا رسول الله! أنهلك وفينا الصالحون؟ قال: “نعم؛ إذا كَثُرَ الخَبَث”.
Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami celaka sedangkan diantara kami masih banyak orang-orang saleh?, beliau menjawab: “Ya, bilamana maksiat marajalela”. (HR Bukhari)
Perhatikan hadits diatas, merajalelanya maksiat bukan karena umat sudah kehabisan jumlah orang baik/saleh, namun umat kehilangan sosok-sosok yang mau berperan aktif mengubah keadaan umatnya dengan segala tantangannya, dengan kata lain bukan hanya menyelamatkan diri sendiri.
Dan cermati ayat berikut:
وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا ۙ اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا ۖ قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS Al A’raf: 164-165)
Pada ayat diatas Allah menggambarkan keadaan dikala itu, ketika kemungkaran menampakkan wajahnya, orang-orang terpecah menjadi dua golongan dalam menyikapinya, pertama golongan yang mengingkari, kedua golongan yang mendiamkan, bahkan malah berbalik mempertanyakan sikap golongan pertama terhadap kemungkaran. Maka selanjutnya lihat, ketika bencana itu datang, Allah hanya menyelamatkan orang-orang menegakkan amar makruf nahi munkar, meskipun bisa jadi kemungkaran tersebut tidak hilang, setidaknya mereka telah melakukan kewajiban, karena amar makruf nahi munkar adalah sebuah kewajiban bagi setiap orang yang melihat kemungkaran dan mampu mengubahnya, sebagaimana yang disebutkan oleh hadits yang masyhur:
عَنْ أَبي سعيدٍ الخُدريِّ رَضِي اللهُ عَنْهُ قالَ: سَمِعتُ رسولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقولُ: ((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ , فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ , وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإيمَانِ)). رواه مسلِمٌ.
“Apabila kalian melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan kalian, apabila tidak bisa, maka dengan lisan kalian, apabila juga tidak bisa maka ingkarilah perbuatan tersebut dengan hati, dan yang demikian itu adalah iman yang paling lemah”. (HR Muslim)
Dan terakhir, peran kita dengan amar makruf nahi munkar ini selain sebagai penolak bala, juga sebagai identitas pemisah antara mukmin sejati dengan kaum munafik, sebagaimana yang terangkan oleh Allah Ta’ala:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar” (QS At Taubah: 71)
Dan kaum munafik sebagai kebalikannya, pada firman-Nya:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf”. (QS At Taubah: 67)
Semoga Allah Ta’ala menyelamatkan negeri ini dan seluruh negeri kaum muslimin dari cobaan dan bala, dan mari setiap dari kita menjadi pelopor yang aktif ditengah masyarakat, karena azab itu jika sudah turun, ia tidak hanya akan menimpa para pelaku maksiat saja, namun semua orang tanpa terkecuali, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS Al Anfal: 25)
Muhammad Hadhrami Achmadi