Hasan adalah seorang pemuda yang telah berangkat ke luar negeri. Ia belajar di sana dan berhasil mendapatkan berbagai ijazah pendidikan tinggi. Kemudian ia pulang ke negerinya. Ia menikah dengan seorang wanita yang kaya raya dan cantik. Tetapi hal itu justru menjadi penyebab kesengsaraannya, jika bukan karena pertolongan Allah Ta’ala.
Hasan mengisahkan :
Ayahku meninggal dunia ketika aku masih kecil, lalu ibuku yang merawatku. Ibu bekerja sebagai pembantu di beberapa keluarga hingga dia dapat membiayaiku, dan aku adalah anak satu-satunya. Ibu memasukkanku ke sekolah, lalu aku pun belajar hingga selesai kuliah. Aku dahulu sangat berbakti kepadanya. Lalu aku dikirim ke luar negeri. Ibuku melepas kepergianku dengan air mata yang membanjiri kedua matanya. Ibu berkata padaku, “Anakku, jagalah dirimu. Jangan sampai aku tidak tahu tentang kabarmu. Kirimlah surat hingga aku merasa tenang mengetahui kesehatanmu.”
Setelah cukup lama, akhirnya aku berhasil menyelesaikan pendidikanku dan aku pun pulang dengan sosok pribadi yang berbeda, yang telah terpengaruh oleh kebudayaan Barat. Aku melihat bahwa dalam agama itu ada kemunduran dan keterbelakangan. Aku pun tidak percaya kecuali pada kehidupan materi-wal ‘iyadzu billah-.
Singkatnya, aku berhasil mendapatkan pekerjaan yang baik. Kemudian mulai mencari seorang pendamping hingga aku pun mendapatkannya. Sebenarnya, ibuku telah memilihkan untukku seorang wanita yang baik agamanya, tapi aku menolaknya kecuali jika wanita itu kaya dan cantik karena aku dahulu bermimpi untuk hidup terhormat.
Selang enam bulan setelah pernikahanku, istriku memperdaya ibuku hingga aku pun membenci ibuku. Pada suatu hari aku masuk rumah dan mendapati istriku sedang menangis. Aku pun bertanya kepadanya apa penyebabnya. Ia berkata kepadaku, “Pilih aku atau ibumu yang ada di rumah ini ! Aku tidak sanggup lagi bersabar kepadanya.”
Waktu itu pikiranku menjadi gelap, hingga aku mengusir ibuku dari rumah ketika aku marah. Lalu dia keluar dari rumah sambil menangis kemudian berkata, “Semoga Allah menjadikanmu bahagia, anakku.”
Kemudian beberapa jam setelah itu aku keluar untuk mencarinya, namun itu tidak ada gunanya. Aku kembali ke rumah. Istriku dengan tipu dayanya, juga kebodohanku mampu membuatku lupa pada ibuku yang sangat berharga dan mulia itu.
Lama tak ada kabar tentang ibuku. Dalam waktu itu aku sakit berat dan opname di rumah sakit. Ketika itu ibuku mengetahui berita sakitku, beliau segera menjengukku. Pada saat itu istriku ada di sampingku, namun sebelum ibuku masuk ke dalam kamar untuk menjengukku, istriku mengusirnya dan berkata padanya, “Anakmu tidak ada di sini ! Apa yang kamu inginkan dari kami. Pergilah dari kami !”
Lalu ibuku pulang kembali.
Setelah lama dirawat, akupun keluar dari rumah sakit dengan kondisi berubah 180 derajat. Aku kehilangan pekerjaan dan rumahku. Utang-utangku semakin bertumpuk. Itu semua karena istriku yang telah melelahkanku dengan banyak tuntutan. Akhirnya istriku menolakku dan berkata, “Karena kami telah kehilangan pekerjaan dan hartamu, kamu juga tidak lagi memiliki kedudukan di masyarakat, maka aku katakan dengan terus terang : aku tidak mau dirimu, ceraikan aku !”
Peristiwa ini bagaikan petir yang menyambar kepalaku. Tak ada pilihan lain, akupun benar-benar menceraikannya. Sejak itu aku terbangun dari tidurku. Lalu aku pergi keluar dengan tujuan tak tentu untuk mencari ibuku hingga akhirnya aku menemukannya. Tapi di mana aku menemukannya ? Ibu sedang bersembunyi di salah satu kamp pengungsian sambil makan dari pemberian orang-orang yang baik hati.
Aku masuk menghampirinya. Aku dapati isak tangis telah meninggalkan bekas pada raut wajahnya hingga dia tampak pucat. Tidak lama setelah aku melihatnya, aku langsung merebahkan diriku di kedua kakinya. Aku menangis dengan tangisan yang memilukan, dan tidak ada yang beliau lakukan kecuali ikut menangis bersamaku.
Kami berada dalam kondisi ini sekitar satu jam lamanya. Kemudian aku bawa ibu pulang ke rumah. Aku telah berjanji pada diriku untuk menjadi orang yang taat padanya. Aku telah berjanji untuk menjadi orang yang mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Inilah aku sekarang, aku mengisi hari-hariku yang paling manis dan paling indah bersama kekasih hidupku : ibuku-semoga Allah menjaganya-dan aku memohon kepada Allah agar senantiasa memberikan kepada kami perlindungan dan kesehatan.
Sumber :
Dinukil dari “Abaa Ya’dzibuna Abnaa-ahum Wa Abnaa Ya’dzibuna Abaahum “, Khalid Abu Shalih (ei, hal.39-41)
Amar Abdullah bin Syakir