Teman adalah orang terdekat bagi kita, terkadang kedekatan seseorang kepada temannya mengalahkan kedekatannya kepada keluarganya sendiri. Sehingga pengaruh teman sangat kuat, banyak orang yang menjadi baik karena bergaul dengan orang baik, dan banyak orang menjadi buruk karena berteman dengan orang-orang yang buruk perbuatannya.
Nanti di akhirat kelak ketika setiap orang hanya memikirkan dirinya sendiri, mereka akan saling menyalahkan satu sama lain, orang yang merasa dipengaruhi buruk oleh temannya akan menuntut kepada Allah SWT, orang-orang yang dahulunya berteman di dunia bisa saling bermusuhan di akhirat jika pertemanan mereka tidak dibangun diatas ketaqwaan kepada Allah SWT,
Allah berfirman:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).
Oleh karena itu, teman yang paling baik adalah teman yang selalu mengajak kita kepada kebaikan. Bukan yang menuruti dan membenarkan semua yang kita mau walaupun salah.
Pepatah arab berkata:
الصديق من صدَقك لا من صدًّقك
“teman sejati itu adalah yang berkata jujur padamu, bukan yang selalu membenarkanmu.”
Maksudnya teman yang sejati itu akan berkata yang sejujurnya kepada kita, jika kita melakukan suatu hal yang benar ia akan mengatakan benar, dan jika kita melakukan salah ia akan mengatakan itu salah, bukan yang membenarkan semua yang kita lakukan dan mengikuti semua yang kita mau walaupun salah. Teman yang seperti itu justru dapat menjerumuskan temannya sendiri.
Oleh karena itu alangkah baiknya jika kita menjadi teman sejati bagi orang-orang terdekat kita, membenarkan jika mereka benar, dan menyalahkan serta menasehati jika mereka salah. Namun harus kita perhatikan bahwa menasehati teman ketika salah tidak semudah yang kita bayangkan, rasa sungkan, tidak enak, dan berbagai perasaan lainnya selalu muncul. Tapi jika kita ikhlaskan niat untuk Allah ta’ala Allah akan memudahkan jalan bagi kita. Dan yang paling penting adalah bagaimana cara kita mensehati mereka.
Ada beberapa tahap untuk menasehati teman kita dikala dia berbuat dosa:
Sebelumnya kita harus menutupi kesalahan teman selama dia tidak melakukannya terang-terangan, apapun cara nasehat yang akan kita pakai tidak boleh kita membuka aib teman. Diriwayatkan bahwa Imam Syafii berkata:
من وعظ أخاه سرّاً فقد نصحه وزانه، ومن وعظه علانية فقد فضحه وشانه
“Barangsiapa yang menasehati saudaranya dengan rahasia maka dia telah menasehati dan menghiasinya, dan barangsiapa yang menasehati saudaranya terang-terangan maka dia telah mempermalukan dan menjelekkannya.”
Pertama, setelah menutupi kesalahan teman, kita coba memberikan pesan nasehat kepadanya melaui perbuatan kita yang dapat ia pahami tanpa harus mengucapkan apa-apa. Misalnya dengan memberikan teladan yang baik dan menampakkan ketidak senangan kita terhadap perbuatannya dengan tidak ikut-ikutan dan tidak terlalu memberinya respon terhadap perbuatannya tersebut sehingga dia paham yang kita maksud. Umar bin Khatthab ra berkata:
كونوا دعاة إلى الله وأنتم صامتون! قيل: كيف؟ قال: بأخلاقكم
“jadilah kalian para penyeru ke jalan Allah sedang kalian diam (tidak berbicara)!” Maka beliau ditanya ‘bagaimana caranya?’ beliau menjawab, “dengan berdakwah melalui akhlaq kalian.”
Kedua, jika ia tidak bisa dengan cara pertama, atau ia kurang peka terhadap ketidak senangan kita, maka kita nasehati dia dengan kata-kata yang halus, baik berupa pesan tulisan seperti sms dan lainnya atau secara lisan langsung. Namun jika cara pertama cukup, tidak perlu ditambah lagi dengan cara kedua, kecuali jika ia tidak sadar atau mengulanginya lagi namun tetap dengan kata-kata halus.
Ketiga, jika kita sudah menyampaikan, maka kita sudah menunaikan kewajiban, karena kita sudah menyampaikan apa yang harus disampaikan. Namun terkadang seseorang tidak cukup jika hanya diberitahu sekali, Ia perlu untuk dinasehati lagi dan lagi selama memungkinkan. Jika dia masih terus dalam perbuatannya kita bisa menggunakan perantara melalui orang ketiga yang sekiranya pembicaraan dia lebih diterima oleh teman kita, kecuali jika tidak ada yang tahu tentang perbuatan teman tersebut kecuali kita, dan jika kita menyampaikannya kepada orang lain akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, maka sebaiknya tidak dilakukan.
Keempat, jika perbuatan tercela teman kita berbahaya untuk kita, seperti jika ia menceritakan kejelekan orang lain (ghibah) atau mengadu domba (namimah) yang jika kita tetap bersamanya kita akan berdosa, maka kita tidak boleh duduk di majelisanya kecuali jika mau menasehatinya. Bahkan jika pertemanan kita dengannya akan membuat kita terpengaruh dengan perbuatan buruknya apalagi jika dapat merusak agama dan keimanan kita, maka kita harus menjauhinya agar tidak menyesal dikemudian hari.
Inilah beberapa cara menasehati teman, yang penting bagi kita adalah menyampaikan dan menasehati, urusan dia terima atau tidak serahkan kepada Allah yang mampu untuk memberinya hidayah. Semoga kita dan teman-teman kita tergolong orang-orang yang berteman diatas ketaqwaan dan kecintaan karena Allah SWT.
Penyusun: Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet