Terapi Al-Qur’an Terhadap Merebaknya Perzinaan

Penyebaran aktivitas perbuatan keji berupa perzinaan telah demikian marak di mana-mana sebagaimana para pembaca budiman tentu mengetahui hal ini baik secara langsung maupun melalui media informasi atau pihak-pihak pemegang kekuasaan -yang semoga Allah memberi taufiq kepada mereka- yang telah dan tengah berusaha agar penyakit moral yang satu ini lenyap dari muka bumi Indonesia ini. Sungguh penyebaran penyakit ini di mana-mana merupakan  musibah yang sangat besar yang semoga Allah melindungi kita, keluarga kita dari terkena olehnya atau terkena dampak nigatif akibat penyakit ini. Allahumma aamiin.

Lalu, apa terapi yang diharapakan dapat menangkal penyakit yang sangat membahayakan ini? Inilah pembahasan kita dalam tulisan ini.

Saudaraku…

Semoga Anda tidak lupa bahwa salah satu keberkahan kitabullah al-Qur’an yang mulia adalah bahwa Al-Qur’an itu bisa menjadi obat bagi penyakit. Allah azza wajalla berfirman, dan firmanNya adalah benar,

﴿وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا﴾

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ : 82)

Tatkala menafsirkan ayat ini para ahli tasir mengatakan, “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an yang agung sesuatu yang menjadi penawar hati dari berbagai macam penyakit hati seperti keraguan, nifaq, kebodohan (dan juga hawa nafsu yang memerintahkan kepada keburukan-ed) dan juga menjadi penawar anggota tubuh (dari penyakit tubuh) dengan cara meruqyah dengannya terhadap anggota tubuh, dan sesuatu yang menjadi sebab untuk mendapatkan keberuntungan berupa kasih sayang Allah ta’ala disebabkan keimanan yang benar terhadapnya. Dan Al-Qur’an ini tidaklah menambahkan kepada orang-orang yang kafir tatkala mendengarkan (bacaannya) melainkan kekufuran dan kesesatan, karena sikap pendustaan mereka terhadapnya dan tidak adanya keimanan mereka terhadapnya.” (At-Tafsir al-Muyassar, 5/76, sejumlah Prof. bidang tafsir di bawah bimbingan Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at Turkiy).

Saudaraku…

Tak diragukan bahwa perzinaan merupakan penyakit yang salah satu penyebab utamanya adalah dorongan syahwat hawa nafsu yang tak terkendalikan. Maka, marilah kita lihat bagaimana terapi pencegahan terhadap penyakit ini yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Dalam permulaan surat An-Nuur, Allah azza wajalla menyebutkan perihal kebejatan perbuatan zina dan ketetapan pengharamannya dengan tegas. Setelah itu sampai ayat 33 dalam surat yang sama, tidak kurang dari 14 wasîlah wiqâiyyah (langkah preventif) disertakan dalam menangani perbuatan buruk tersebut yang telah dan sedang merajalela di tengah masyarakat dan untuk mengeliminasi kasus-kasus perzinaan di komunitas kaum muslimin yang menjunjung tinggi moralitas dan budi pekerti luhur.

1). Membersihkan pelaku zina, lelaki maupun perempuan dengan hukuman pidana (al-hadd). Ini menunjukkan betapa buruknya perbuatan zina. Karena mengotori kehormatan pelaku dan orang-orang yang dekat dengannya. Suatu dampak buruk yang tidak muncul dari dosa-dosa lainnya. [at-Taisîr, hal. 561].

2). Menjauhi pernikahan dengan wanita yang telah berbuat zina atau menikahkan lelaki yang berbuat yang tidak senonoh ini. Kecuali setelah mereka bertaubat dan diketahui kejujuran hati mereka untuk memperbaiki diri. [Lihat an-Nûr: 3]. Sebab, hubungan antara suami istri merupakan pertalian yang sangat kuat.

3). Menjaga lidah dari menuding orang lain berbuat zina. Ketika tuduhan zina terlontar dari bibir seseorang terhadap orang lain, maka ia wajib mendatangkan saksi. Bila tidak, hukuman cambuk siap menantinya. [Lihat an-Nûr: 4-5].

4). Menahan suami dari menuduh istrinya berzina, bila tak mempunyai saksi. Atau kalau tidak, ia mesti menempuh jalur li’ân. [Lihat an-Nûr: 6-10].

5). Menahan jiwa dan menghalang-halangi hati dari persangkaan buruk (berbuat zina) kepada sesama muslim. [Lihat an-Nûr: 11-18].

6). Upaya membersihkan niat dan menghalanginya dari keinginan menyebarluaskan perbuatan keji di tengah kaum muslimin. Sebab, tersebarnya perbuatan keji akan melemahkan pihak yang mengingkari dan memperkuat posisi para pendukungnya. Karenanya, ancaman bagi mereka sangat pedih.

Allah azza wajalla berfirman:

﴿إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [QS. an-Nûr:19].

7). Upaya secara umum untuk membersihkan jiwa dari was-was dan pikiran-pikiran kotor yang merupakan langkah-langkah awal syetan dalam menjatuhkan manusia ke dalam perzinaan.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.” [an-Nûr: 21]

8). Diberlakukannya aturan perizinan saat akan memasuki rumah orang lain. Agar pandangan tidak mengenai obyek yang tidak sepantasnya di lihat (aurat pemilik rumah) [Lihat an-Nûr: 27-29].

9),10). Membersihkan mata dari pandangan haram kepada wanita ‘asing’. Atau sebaliknya. [Lihat an-Nûr: 30-31].

11). Haramnya seorang perempuan mempertontonkan pesona dan perhiasannya kepada kaum lelaki ‘asing’. [Lihat an-Nûr: 31].

12). Dilarang segala hal yang berpotensi menyalakan gejolak syahwat lelaki. Misalnya, hentakan kaki wanita yang mengenakan gelang agar terdengar suaranya. Lelaki yang berjiwa lemah dimungkinkan terpengaruh olehnya. [Lihat an-Nûr: 31].

13). Perintah menikahkan orang-orang yang masih sendirian dari kalangan kaum muslimin, baik yang sebelumnya pernah menikah atau memang masing bujang dan lajang. [Lihat an-Nûr: 32].

14). Diperintahkannya orang yang belum mampu menikah untuk memelihara dan menjaga diri. Untuk kalangan internal kaum lelaki, Islam telah mensyariatkan kewajiban menutup aurat dari pusar sampai lutut, melarang pandangan ke wanita ‘asing’, larangan bagi duduk-duduk bersama anak-anak kecil untuk menikmati wajah-wajah imutnya. [Lihat an-Nûr: 33].

Pembaca yang budiman…

Sedangkan di kalangan internal kaum wanita, selain wajib menjaga aurat di hadapan sesama, seorang wanita (istri) dilarang mendeskripsikan wanita lain di hadapan suaminya

Disamping 14 point di atas, kewajiban bagi wanita untuk berhijab (menutup seluruh tubuhnya) termasuk faktor terpenting dalam menanggulangi perzinaan. Karena dengan pakaian tertutup, mereka lebih terjaga. Wallahu a’lam.

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.


Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *