Teladan Nabi dalam Memberi Nasehat

Allah subhanahu wa ta’ala mengutus nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai rahmat untuk alam semesta, Allah berfirman:

وَمَا أَرسَلنَٰكَ إِلَّا رَحمَة لِّلعَٰلَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107).

Beliau diutus untuk mengajak seluruh umat manusia dan jin menyembah Allah dan meninggalkan segala sesembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai hamba, yaitu menyembah Allah satu-satunnya. Tugas yang berat ini beliau emban demi untuk menyampaikan syariat Allah kepada seluruh jin dan manusia.

Dalam artikel-artikel sebelumnnya, kami banyak bercerita tentang kisah-kisah para Nabi terdahulu untuk kita jadikan tauladan seperti; Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, dan Sulaiman alaihimussalam. Ceerita dakwah mereka semua sudah kami liput dan anda bisa membacanya. Kali ini kami ingin melihat beberapa kisah tauladan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dalam mengajari para sahabat. Karena jika kita ingin mencari teladan yang paling utama dalam berdakwah, maka beliaulah orangnya, makhluq yang sempurna ciptaan dan akhlaqnya. Oleh karena itu Allah memuji beliau dengan firmannya:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيم

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4).

Berikut beberapa kisah kebijaksanaan dan kelembutan beliau dalam mengajari para sahabat.

Kisah pertama

Dari Aisyah -radhiyallahu’anha- beliau berkata, “Sekelompok orang yahudi masuk kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam dan mereka mengatakan, ‘assaamu alaikum’ (kematian atasmu),” Aisyah berkata, “Maka aku paham maksud mereka, sehingga aku menjawab; ‘dan atasmu kematian juga serta laknat” Kemudian Aisyah melanjutkan; “Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, “Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam setiap perkara.” Akupun menjawab, “Wahai Rasulullah tidakkah engkau mendengar apa yg mereka katakan..??” Beliaupun menjawab, “Saya sudah menjawab: dan atas kalian juga.” (HR. Bukhari No.6024).

Dalam kisah ini Nabi memberi tauladan kepada Sayyidah Aisyah radhiyallahu’anha dan kepada kita semua bagaimana menyikapi orang-orang bodoh dan dengki seperti orang-orang yahudi diatas yang terkadang sengaja memancing emosi dengan ucapan-ucapan yang kurang ajar. Jika seorang dai yang menjadi panutan masyarakat melawan perkataan-perkataan demikian dengan kata-kata yang serupa dan kasar pula, maka ia akan merendahkan dirinya sendiri dan menurunkan wibawanya, karena ia telah menampakkan sikap yang tidak baik dan menampakkan emosinya, dan bisa jadi pihak yang memulai juga melawannya lagi, sehingga bisa menyebabkan terjadinya adu mulut, dan jika ini terjadi maka akan sangat tidak baik bagi seorang dai. Oleh karena itu dalam menghadapi orang-orang bodoh seperti orang yahudi diatas Nabi memilih tenang dan tidak terlalu menanggapi daripada menjadikannya sebagai saingan.

Kisah kedua

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata, “Seorang badui buang air kecil dimesjid, sehingga beberapa orang sahabat berdiri untuk melarangnya, maka Nabipun bersabda:

Biarkanlah dia, dan siramlah air kencingnya dengan dengan seember air, karena kalian diutus untuk mempermudah bukan untuk mempersulit.” (HR. Bukhari No.220)

Kisah ini menunjukkan kemuliaan akhlaq dan kebijaksanaan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam. Orang badui yang buang air kecil didalam masjid ini adalah orang belum mengerti sama sekali apa bedanya masjid dengan tempat-tempat lain, sehingga ia merasa tidak ada masalah untuk buang air kecil disitu. Nabi memahami betul keadaan sang badui tersebut, karena itu Nabi tidak memarahi atau menghardiknya, beliau lebih memilih menghadapinya dengan sikap yang lembut dan bijaksana. Inilah sikap yang perlu diteladani oleh para dai dalam berinteraksi dengan orang yang belum mengerti.

Kisah ketiga

Dari Muawiyah bin Al-Hakam –radhiyallahu’anhu– berkata, “Disaat saya shalat (menjadi makmum) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dikala itu ada salah seorang jamaah yang bersin, maka aku menjawabnya, “Yarhamukallah” sehingga beberapa orang melirik kepadaku, akupun berkata, “Kenapa kalian menatapku..??” merekapun memukulkan tangan-tangan mereka ke paha-paha mereka, ketika aku melihat mereka menyuruhku diam, maka akupun diam. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai sholat, maka –semoga ayah dan ibuku sebagai tebusannya- saya tidak pernah melihat seorang guru sebelumnya atau setelahnya yg lebih baik caranya dalam mengajari daripada beliau, demi Allah beliau tidak menghardikku, atau memukulku, ataupun mencelaku, beliau berkata:

Sesungguhnya shalat ini didalamnya tidak boleh ada perkataan manusia sedikitpun, tetapi perkataan didalamnya hanyalah tasbih, tahmid dan membaca Al-Qur’an.” (HR. Muslim No.537).

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menasehati sahabat Muawiyah bin Al-Hakam dengan kata-kata yang sangat singkat namun sangat membekas. Pujian Muawiyah radhiyallahu diatas menunjukkan bahwa beliau begitu terkesan dengan cara nabi menasehati beliau. Inilah yang harus dipahami oleh seirang dai ketika ingin menegur orang yang bersalah, yaitu dengan kata-kata yang lembut, singkat dan mengena. Karena nasehat yang berlebihan akan membuat orang yang dinasehati merasa bosan, yang akhirnnya dia bukan malah menerima nasehat tersebut tapi ia akan menghindar.

Wallahu a’lam bisshowab

Penulis: Arinal Haq

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *