Tawadhu

Ketika seorang hamba benar-benar jujur bersama Allah –azza wa jalla– dan mendekat kepadaNya dengan bersungguh-sungguh untuk selalu melaksanakan ibadah dan munajat kepada-Nya, imannya akan menjadi kuat dan jiwanya akan tenang, keteduhan dan kedamaian akan meliputinya. Dia hidup dalam suasana yang penuh dengan mengingat kepada Allah –subhanahu wa ta’ala dan menggunakan seluruh waktunya di hadapanNya.

Hal ini akan menumbuhkan di dalam hati seorang hamba karakter tawadhu’ (merendah diri) kepada Allah azza wajalla, kerena setiap dia mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dia akan semakin merendahkan diri kepada Allah –subhanahu wa ta’ala– serta semakin mengagungkanNya.

Inilah sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman kepada Allah –subhanahu wa ta’ala– dari para hambaNya, terutama para Nabi عليهم السلام  yang mulia.

Para shahabiyat telah memberikan contoh yang terbaik dalam hal ini. Sikap ‘Aisyah pada saat munculnya tuduhan zina yang dialamatkan kepadanya, merupakan contoh yang paling indah akan hal ini. Disebutkan dalam kitab asy-Syahaadaat dari Shahih al-Bukhari, bahwa ‘Aisyah berkata,

وَأَنَا حِينَئِذٍ أَعْلَمُ أَنِّي بَرِيئَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ يُبَرِّئُنِي وَلَكِنِّي وَاللَّهِ مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنَّ اللَّهَ يُنْزِلُ فِي شَأْنِي وَحْيًا يُتْلَى وَلَشَأْنِي فِي نَفْسِي كَانَ أَحْقَرَ مِنْ أَنْ يَتَكَلَّمَ اللَّهُ فِيَّ بِأَمْرٍ يُتْلَى وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ} الْعَشْرَ الْآيَاتِ كُلَّهَا

“Aku yakin bahwa aku terbebas dari tuduhan ini, dan aku yakin bahwa Allah pasti akan menyatakan kebebasanku dari tuduhan ini. Akan tetapi aku tidak menyangka sebelumnya Allah akan menurunkan sebuah wahyu yang dibaca tentang permasalahanku ini, aku merasa diriku terlalu hina untuk difirmankan Allah dalam sebuah wahyu yang dibaca. Lalu Allah azza wajalla menurunkan, “ Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga…’Sepuluh ayat semuanya (Shahih al-Bukhari, no. 4750)

Sudahkah Anda memperhatikan perkataannya, “ Karena permasalahanku ini, aku merasa diriku terlalu hina untuk difirmankan Allah dalam sebuah wahyu yang dibaca.” Padahal beliau statusnya sebagai seorang Ummul Mukminin dan seorang istri yang paling dicintai Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, namun karena beliau dalam posisi bermuamalah dengan Rabbnya ‘azza wajalla, beliau mempersenjatai diri dengan senjata tawadhu’ yang digunakan untuk mengetuk jiwanya. Karena beliau mengetahui bahwa hal inilah yang dapat menolak makar setan yang tidak ada yang menghinakannya, kecuali kesombongan dan kecongkakan.

Wallahu a’lam

Sumber :

Duruusun Min Hayati ash-Shahabiyaat, Dr. Abdul Hamid as-Suhaibani (E.id, 144-145)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *