Tauhid adalah keadilan, syirik adalah kezhaliman. Jika tauhid merupakan pangkal kebaikan manusia, maka kesyirikan adalah pangkal kerusakan mereka. Keadilan selalu seiring dengan tauhid, karena tauhid merupakan pangkal keadilan. Sedangkan ambisi memperoleh ketinggian selalu seiring dengan kerusakan, karena ia merupakan pangkal kezhaliman. Keduanya merupakan dua hal yang saling berkaitan.
Tauhid dan berbagai kebajikan yang mengikutinya adalah kebaikan dan keadilan. Karena itu, seorang laki-laki yang baik adalah yang melaksanakan kewajiban, dialah orang yang berbakti dan adil. Adapun dosa yang mengandung pengabaian dan pelanggaran terhadap hak Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan hak hamba-Nya merupakan kerusakan dan kezhaliman. Karena itu, para perampok disebut mufsid (perusak) dan hukuman mereka merupakan hak Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, karena berpadunya kedua sifat ini.
Orang yang menginginkan ketinggian melebihi sesamanya adalah orang yang zhalim dan melampaui batas. Kedudukan Anda tidak lebih tinggi dibandingkan yang lain, masing-masing dari kalian berasal dari satu jenis.
Keadilan artinya kalian bersaudara sebagaimana orang beriman disifati oleh Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.
Tauhid-selain sebagai sumber kebaikan-, juga merupakan keadilan yang paling agung. Karena itu, Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُون [آل عمران : 64]
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”(Ali Imran : 64)
Firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- :
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ [الأعراف : 29]
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.” Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya (al-A’raf : 29)
Penyebutan tauhid secara khusus seperti dalam firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- di atas, tidak menghalanginya untuk masuk dalam kategori keadilan. Sebagaimana penyebutan amal shaleh setelah iman tidak menghalanginya untuk masuk dalam kategori iman, sebagaimana dalam firman Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-,
وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ [البقرة : 98]
“…Malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail..”(al-Baqarah : 98)
مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ
“…perjanjian dari para nabi dan dari engkau sendiri …(al-Ahzab : 7)
Demikian itu, apabila dikatakan makna iman meliputi amal shalih. Sama saja apakah dikatakan : Dalam kalimat semacam ini, “amal shaleh” termasuk dalam cakupan makna “iman”, sehingga maknanya disinggung dua kali. Ataukah dikatakan : Penyebutan kedua kata ini secara bersamaan menjadikan makna kata kedua di sini tidak termasuk dalam kata pertama, sekalipun jika berdiri sendiri makna keduanya saling mencakup. Seperti istilah “fakir” dan “miskin” dan semisalnya, di mana indikasi makna keduanya berbeda ketika disebut secara terpisah dan ketika disebut secara berangkai.
Tetapi, maksud yang hendak digarisbawahi penulis adalah bahwa setiap kebaikan termasuk dalam kategori keadilan, sedangkan semua kejahatan termasuk dalam kategori kezhaliman. Karena itu, keadilan adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh siapa saja dalam segala hal. Sedangkan kezhaliman diharamkan bagi siapa saja dalam segala hal. Jadi, kezhaliman dilarang bagi siapa pun secara mutlak, baik muslim maupun kafir, bahkan kepada pelaku kezhaliman. Pelaku kezhaliman hanya boleh, bahkan wajib diperlakukan dengan adil . Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا [المائدة : 8]
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, ketika menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu kepada suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil …” (Al-Maidah : 8), Yakni, jangan sampai kebencian kepada suatu kaum –yaitu orang-orang kafir-membuat kamu berlaku tidak adil, ”
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى [المائدة : 8]
“…Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…” (al-Maidah : 8)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
At-Taubatu wal Istighfaru, Syaikhul Islam Taqiyuddin Ahmad bin Abdulhalim bin Taimiyyah, Ei, hal.156-158