Mengenai tata cara melakukan puasa 6 hari di bulan syawwal ini, Dr. Muhammad Mushlih az-Za’biy, mengatakan, ‘saya mendapati tiga pendapat dalam masalah ini,
Pendapat pertama, bahwasanya disukai melakukannya sejak awal bulan dan dilakukan secara berturut-turut. Ini adalah pendapat imam Asy-Syafi’i, Ibnu Mubarak dan selain keduanya. Argumentasi pendapat ini adalah bahwa bersambungnya dengan idul fithri lebih utama daripada tidak. Alasan mengapa hal ini lebih utama adalah bahwa bersegera dalam melakukan ibadah itu terdapat banyak keutamaan sebagaimana dimaklumi, disamping bila diakhirkan pelaksanaannya tidak menutup kemungkinan justru akan terlewatkan. Meskipun, tetap saja pelakunya telah melakukan sunnah baik ia melakukannya secara berurutan ataupun tidak selagi dilakukan dalam bulan Syawwal.
Pendapat kedua, tidak ada bedanya antara melakukannya secara berturut-turut maupun secara terpisah. Kedua cara tersebut sama saja. Ini adalah pendapat Waki’ dan imam Ahmad dan selain keduanya. Argumentasi pendapat ini adalah bahwa keutamaan (yang disebutkan dalam hadis) dapat diperoleh baik dengan cara melakukan puasa secara berurutan maupun secara terpisah. Orang yang berpuasa bebas memilih, ia boleh memilih melakukannya secara berturut-turut, boleh juga memilih melakukannya secara terpisah. Baik hal tersebut dilakukan pada awal bulan ataupun pada akhir bulan karena hadis disebutkan secara muthlaq ; dan karena keutamaannya berserta bulan tersebut 30 hari, sementara kebaikan itu dilipatgandakan sebanyak 10 kali lipat. Maka yang demikian itu seperti 360 hari, ini berarti setahun penuh.
Pendapat ketiga, tidak dilakukan setelah iedul fithi secara langsung. Bahkan, hendaklah disambungkan dengan puasa tiga hari setiap bulan (shiyam ayyamul bidh), jadi dilakukan pada tanggal 10, 11, 12, kemudian puasa ayyamul bidh (13, 14, dan 15).
Setelah menyebutkan ketiga pendapat di atas, beliau berkata, Aku tidak menemukan dalil yang shahih dari sunnah yang menguatkan satu pendapat atas pendapat yang lain. Meski demikian, ada beberapa atsar dalam hal ini namun lemah, di antaranya yaitu yang diriwayatkan ath-Thabrani dengan sanadnya dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’, dengan redaksi,
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ مُتَتَابِعَةً فَكَأَنَّمَا صَامَ السَّنَةَ
“Barangsiapa puasa enam hari setelah iedul Fithri secara berturut-turut, maka seakan-akan ia telah berpuasa setahun penuh.” (Al-Mu’jam Al-Ausath, 7/315).
Selesai perkataan beliau. Oleh kerena itu, kapan saja puasa 6 hari di bulan Syawwal tersebut dilakukan baik di awal bulan, di pertengahan bulan atau di akhir bulan, baik secara berurutan maupun secara terpisah dibolehkan. Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin mengatakan, bila puasa Syawwal dilakukan dengan mengakhirkan pelaksanaannya dari awal bulan, seseorang tidak bersegera melakukannya maka yang demikian itu boleh. Berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “ kemudian mengikutinya 6 hari di bulan Syawwal “. Zhahir sabda beliau ini menunjukkan selagi 6 hari tersebut di bulan syawwal meski diakhirkan pelaksanaannya tidaklah mengapa. Hanya saja, bersegera melakukannya dan berturut-turut dalam melakukannya lebih utama daripada secara terpisah dan menunda-nunda atau mengakhirkan pelaksanaannya. Hal demikian karena bersegera untuk melakukan kebaikan. (asy-Syarh al-Mumti’ ‘ala Zaad al-Mustaqni’, 6/466). Wallahu a’lam.
Referensi :
- Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Mariy An-Nawawiy.
- Asy-Syarh Al-Mumti’ ‘ala Zaad al-Mustaqni’, Ibnu Utsaimin.
- Ikmal Al-Mu’allim Syarh Shahih Muslim, Al-Qadhi ‘Iyad
- Lathaa-iful Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali.
- Shiyam Sitt Min Syawwal; Dirasatun Haditsiyyatun Fiqhiyyatun, Dr. Muhammad Mushlih Az-Za’biy.
Penyusun : Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah.net di Fans Page Hisbah
Twitter @hisbahnet, Google+ Hisbahnet