“Untuk Apa Mengajak Orang Lain Kepada Kebaikan Jika Mereka Tidak Menghiraukan?

Sebagian orang mengatakan, “Untuk apa kita membuang-buang waktu mengajak orang lain kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran jika mereka tidak menghiraukan?”

Jawaban :

Kami akan menjawab syubhat ini dengan tiga poin berikut:

  1. Menerimanya orang lain terhadap ajakan kita tidak menjadi syarat amar ma’ruf nahi munkar.
  2. Anggapan bahwa orang lain tidak akan menerima ajakan kita adalah sesuatu yang ghaib.
  3. Kewajiban mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah ini.

Pertama, Menerimanya orang lain terhadap ajakan kita tidak menjadi syarat wajibnya amar ma’ruf nahi munkar. Dalam artian amar ma’ruf nahi munkar tetap wajib baik orang yang diajak akan menerima atau menolak, karena Allah ta’ala ataupun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar tidak mensyaratkan orang yang diajak menerima ajakan tersebut.

Allah memerintah Rasul-rasulnya untuk menyampaikan segala perintah dan larangan Allah baik ia akan didengarkan oleh umatnya atau ditolaknya. Banyak sekali nash yang menunjukkan tentang hal ini, diantaranya adalah:

فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا عَلَيۡهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيۡكُم مَّا حُمِّلۡتُمۡۖ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهۡتَدُواْۚ وَمَا عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ

“Dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”

(QS. An-Nur: 54)

فَإِنۡ أَسۡلَمُواْ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ وَّإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا عَلَيۡكَ ٱلۡبَلَٰغُۗ وَٱللَّهُ بَصِيرُۢ بِٱلۡعِبَادِ

Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”

(QS. Ali-Imran: 20)

فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا عَلَيۡكَ ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ

Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”

(QS. An-Nahl: 82)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan bahwa menerima atau tidaknya orang yang diajak bukan syarat wajibnya amar ma’ruf nahi munkar.

 

Tugas seorang muslim adalah menyampaikan, apakah orang tersebut nantinya akan menerima atau tidak itu urusan belakangan. Yang terpenting ketika seseorang telah berusaha untuk mengajak saudaranya kepada yang baik dan melarangnya dari berbuat buruk maka ia telah melaksanakan kewajiban sehingga di akhirat ia tidak akan diminta pertanggungjawaban lagi.

 

Sebagai penguat lagi adalah kisah ‘ashhabu as-sabt’ dimana orang-orang shaleh terus menasehati orang-orang yang melanggar perintah Allah untuk tidak memancing di hari Sabtu walaupun mereka tahu bahwa yang dinasehati tidak menghiraukan nasehat tersebut. Namun orang-orang shaleh diantara mereka tidak berhenti menasehati walaupun nasehatnya tidak di dengar sama sekali dengan dua alasan;

 

Alasan pertama, agar mereka tidak memiliki tanggungan lagi dihadapan Allah ta’ala di hari kiamat karena mereka telah melaksanakan kewajiban.

Alasan kedua, dengan harapan Allah membuka hati orang-orang yang zholim sehingga dapat menerima nasehat mereka.

 

Kedua, anggapan bahwa orang lain tidak akan menerima ajakan kita adalah sesuatu yang ghaib dan hanyalah Allah tahu.

Allah bisa saja merubah hati orang tersebut sehingga dapat menerima ajakan yang ditujukan kepadanya, karena tidak ada yang mustahil bagi Allah.

Hati para hamba ada dibawah kekuasaan Allah, Ia membolak-balikkannya sesuai kehendaknya.

 

Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma menceritakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya hati-hati anak manusia seluruhnya diantara dua jemari dari jari jemarinya Allah Yang Maha Pengasih, laksana satu hati, Ia membolak baliknya sekehendaknya”, kemudia Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai Allah, Yang membalikkan hati-hati, balikkanlah hati-hati kami di atas ketaatanmu.” (HR.Muslim)

Berapa banyak orang yang dulunya rusak agama dan akhlaqnya bahkan membenci orang-orang yang sholeh kemudian berubah menjadi orang yang baik dan berpegang teguh terhadap agama karna mendapatkan hidayah dari Allah ta’ala.

Misalnya Umar bin Khatthab, sebelum beliau masuk islam beliau sangat keras terhadap para sahabat yang sudah masuk Islam saat itu.

Bahkan beberapa saat sebelum beliau masuk islam beliau sempat keluar dari rumahnya dan menghunus pedang untuk membunuh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Namun kemudian Allah membalikkan hati beliau dari kebencian terhadap islam menjadi orang berpegang terhadap ajaran agama islam, bahkan menjadi orang paling mulia dari kalangan umat nabi setelah Abu Bakar.

Dari sini jelaslah bahwasanya tidak menyeru kepada kebaikan ataupun mencegah kemungkaran dengan alasan orang tersebut tidak akan menghiraukan tertolak.

Ketiga, kewajiban mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah ini. Allah ta’ala telah menjadikan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai tauladan utama bagi umatnya.

Allah berfirman :

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

(QS. Al-Ahzab: 21)

Kita bisa bertanya kepada mereka yang tidak mewajibkan amar ma’ruf nahi mungkar dengan alasan orang tidak akan menanggapi,

Kita katakan “apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah meninggalkan dakwah walaupun orang yang beliau dakwahi secara logika sulit untuk meneriman dakwah? Tentunya tidak!!

Marilah kita lihat bagaimana ketegaran Nabi dalam berdakwah, penentangan dari orang-orang kafir tidak menjadi halangan buat beliau untuk meninggalkan dakwah.

Beliau terus dalam dengan harapan agar orang yang didakwahi mendapatkan hidayah. Seandainya mereka saat itu tidak menerima dakwah beliau, mungkin generasi mereka berikutnya dan anak keturunan mereka akan menerima.

 

Ketika di Mekah penentangan orang-orang kafir kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semakin menjadi-jadi, beliau pergi ke Thaif untuk menyampaikan dakwah beliau dengan harapan penduduk Thaif lebih baik dari penduduk Mekah dan bisa menerima dakwahnya.

Namun ketika sampai disana mereka bukannya menerima dan menyambut dakwah beliau, tetapi mereka malah melempari beliau dengan batu sehingga kaki beliau berdarah.

Namun hal itu tidak membuat beliau berhenti berdakwah, bahkan ketika malaikat Jibril dan malaikat gunung menawarkan untuk membalikkan gunung kepada penduduk Thaif dengan perintah Allah, beliau menolak karena mengharap agar Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka keturunan-keturunan yang beriman kepada Allah.

Setelah semua bantahan ini kami paparkan, bisakah diterima orang yang tidak mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar karena orang yang dia ajak tidak akan menerima ajakannya??


Diterjemahkan dan diringkas dari http://www.saaid.net/alsafinh/05.htm

Penerjemah : Arinal Haq

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *