Yaitu syirik dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah Subhanahu waTa’ala. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” (HR. at-Tirmidzi dan dihasankannya, serta dishahihkan oleh al-Hakim).
Termasuk di dalamnya adalah ucapan, مَا شَاءَ اللّهُ وَشِئْتَ (atas kehendak Allah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan kehendakmu).
Ibnu Abbas radiyAllahu ‘anhu menuturkan,
لَمَّا قَالَ لَهُ رَجُلٌ: مَا شَاءَ اللّهُ وَشِئْتَ فَقَالَ: أَجَعَلْتَنِيْ لِلّه نِدًّا قُلْ مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ.
“Ketika ada seseorang berkata kepada Nabi, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, maka ketika itu beliau bersabda, ‘Apakah engkau menjadikan diriku sebagai sekutu bagi Allah? Katakanlah, ‘Hanya atas kehendak Allah saja’.” (HR. an-Nasa’i).
Termasuk pula ucapan, “Kalau bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karena si fulan.” Yang benar adalah hendaknya diucapkan,
مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ فُلاَنٌ
“Atas kehendak Allah Subhanahu waTa’ala kemudian kehendak si fulan.”
وَلَوْلاَ اللَّهُ ثُمَّ فُلاَنٌ
“Kalau bukan karena Allah Subhanahu waTa’ala kemudian karena si fulan.”
Sebab kata ثُمَّ (kemudian) menunjukkan tertib berurut, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah Subhanahu waTa’ala.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu waTa’ala,
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Dan kamu tidak dapat menghendaki (sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (At-Takwir: 29).
Sedangkan وَ (dan) maka untuk menunjukkan kebersamaan dan persekutuan, tidak menunjukkan tertib berurut.
Termasuk dalam larangan ini adalah ucapan ‘Tidak ada penolong bagiku kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan engkau’, ‘Ini adalah atas berkah Allah Subhanahu waTa’ala dan berkahmu.’
Adapun yang berbentuk perbuatan adalah seperti memakai kalung atau benang sebagai pengusir atau penangkal mara bahaya, atau menggantungkan tamimah karena takut kena ‘ain (penyakit mata) atau perbuatan lainnya, jika ia berkeyakinan bahwa perbuatannya tersebut merupakan sebab-sebab pengusir atau penangkal mara bahaya, maka ia termasuk syirik kecil. Sebab Allah Subhanahu waTa’ala tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya mara bahaya) dengan hal-hal tersebut. Sedangkan jika ia berkeyakinan bahwa hal-hal tersebut bisa menolak atau mengusir mara bahaya, maka ia adalah syirik besar, sebab ia berarti menggantungkan diri kepada selain Allah Subhanahu waTa’ala .
Wallahu A’lam
Sumber :
Kitabu at-Tauhid 3, karya : Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan
Amar Abdulullah bin Syakir