Sya’ban, Antara Sunnah dan Bid’ah

Pembaca yang budiman…

Anda –saya duga– mengetahui “Sya’ban” sebagai salah satu bulan dari 12 bulan dalam system kalender hijriyah. Bulan ke berapa? mari kita urutkan :

  1. Muharam
  2. Shafar
  3. Rabi’ul Awal
  4. Rabi’ul Akhir
  5. Jumadil Awal
  6. Jumadil Akhir
  7. Rajab
  8. Sya’ban
  9. Ramadhan
  10. Syawal
  11. Dzulqa’dah
  12. Dzulhijjah

Jadi, Sya’ban berada pada urutan ke 8. Dan, sekarang kita sudah berada di penghujungnya. Masalahnya adalah “ apa sajakah yang disunnahkan oleh nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bulan ini “ ? dan ada apa sajakah hal baru yang tidak diajarkannya? Inilah bahasan kita pada kesempatan kali ini. Adapun yang disunnahkan, maka berikut ini kita sebutkan beberapa riwayat hadits,

عن عائشة رضي الله عنها قالت : كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ، وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ (متفق عليه)

Dari ‘Aisyah -semoga Allah meridhoinya-, ia mengatakan, “Beliau berpuasa hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan, beliau tidak berpuasa, dan aku belum pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan, dan aku belum pernah juga melihat beliau lebih banyak puasa dari pada ramadhan pada bulan sya’ban.” (Muttafaq ‘Alaih)

عن أبي سلمة أن عائشة -رضي الله عنها-حدثته قالت: (لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ)، وكان يقول : (خُذُوا مِنَ العَمَلِ مَا تُطِيقُونَ، فإنَّ اللهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا) متفق عليه

Dari Abu Salamah bahwa ‘Aisyah -semoga Allah meridhoinya- menceritakan kepadanya, ia berkata, “Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam puasa satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, dan beliau pernah berpuasa sya’ban semuanya”, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ambillah dari amal apa yang kalian mampu melakukannya, karena sesungguhnya Allah tidak merasa bosan hingga kalian sendiri yang merasa bosan, dan shalat yang paling beliau cintai adalah sesuatu yang beliau melakukannya secara berkesinambungan meskipun sedikit, biasanya bila beliau melakukan sebuah shalat beliau merutinkannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

عن عمران بن حصين رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه سأله أو سأل رجلاً وعمران يسمع فقال : (يا فلانُ، أمَا صُمْتَ سَرَرَ هذا الشهر؟) قال : أظنه يعني رمضان، قال الرجال: لا يا رسول الله. قال : (فإذا أفطرت فصم يومين) متفق عليه

Dari Imron bin Hushain -semoga Allah meridhai keduanya- dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bertanya kepadanya -atau beliau bertanya kepada seseorang dan Imron mendengar- maka beliau bersabda, “Wahai fulan, tidakkah engkau berpuasa akhir malam bulan ini? Ia berkata :  “Aku mengiranya, “Bulan Ramadhan “. Orang-orang berkata, “ tidak, wahai rasulullah. Beliau bersabda, “ jika engkau berbuaka, maka berpuasakan 2 hari.” (Muttafaq ‘Alaihi)

عن أبي سلمة قال : سمعت عائشة رضي الله عنها تقول : ( كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ) متفق عليه

“Dari Abu Salamah, ia berkata, “ aku pernah mendengar ‘Aisyah mengatakan, “ dulu aku pernah punya hutang puasa ramadhan, aku tak bisa mengqodhonya kecuali pada bulan Sya’ban.” (Muttafaq ‘Alaihi )

عن عبد الله بن أبي قيس أنه سمع عائشة تقول : كان أحب الشهور إلى رسول الله صلي الله عليه وسلم أن يصومه شعبان ثم يصله برمضان

“Dari Abdullah bin Abi Qois bahwa ia pernah mendengar ‘Aisyah mengatakan, “ bulan yang paling disukai oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berpuasa adalah bulan sya’ban kemudian beliau menyambungnya dengan bulan ramadhan.” (HR. Ahmad di dalam Musnad 6/188, Abu Dawud di dalam sunannya, 2/812, kitab Shiyam, al Hakim di dalam al Mustadrok,1/434, kitab shiyam, beliau mengatakan : ini hadis shahih sesuai persyaratan bukhari-muslim dan keduanya tidak mengeluarkannya. Dan imam Adz Dzahabi menyetujuinya di dalam Talkhiish.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُومُوا

“Dari Abu Hurairah – semoga Allah meridhoinya- bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ bila telah memasuki pertengahan bulan sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” ( HR. Ahamd, Abu Dawud, At Tirmidzi, ia berkata : hadis ini hasan shahih. Dan ia mengatakan : makna hadits ini menurut sebagian ahli ilmu, hendaknya seseorang dalam keadaan tidak berpuasa, lalu apabila tersisa dari bulan sya’ban ia melakukan puasa untuk kondisi bulan ramadhan. Selesai perkataan beliau. Hadits ini diriwayatkan pula oleh ibnu Majah dan ad Darimiy. Ibnu Rajab di dalam Lathaif  al Ma’arif hal 142, “ imam Ahmad, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasai, ibnu Majah, dan ibnu Hibban di dalam Shahihnya, al Hakim di dalam al Mustadrok dari hadits ‘Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah – dan beliau menyebutkan hadits di atas- at Tirimidzi dan yang lainnya menshahihkannya, para ulama berbeda pendapat  tentang keshahihan hadits ini…adapun kalangan yang menshahihkan hadits ini bukan hanya seorang, di antara mereka adalah at Tirmidzi, ibnu Hibban dan al Hakim, ath Thohawi dan ibnu Abdil Bar. Para ulama yang lebih ‘alim dari mereka – Wallahu ‘alam- memperbincangkan soal status hadits tersebut, mereka mengatakan, “ hadits tersebut adalah munkar, di antara mereka yaitu ; Abdurrahman bin Mahdiy, imam Ahmad, Abu Zar’ah ar Roziy. Al Atsrom. Imam Ahmad mengatakan, “ al ‘Ala tidak meriwayatkan hadits yang lebih munkar dari pada hadits tersebut, dan beliau membantahnya dengan hadits,

لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ

“Janganlah kalian mendahuli ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari.” (Muttafaq ‘Alaih)

Hadits bisa difahami, “Bolehnya mendahuluinya dengan puasa lebih dari dua hari. Al Atsrom mengataktan, “Hadits-hadits semuanya menyelisihi hadits tersebut. Beliau mengisyaratkan terhadap hadits-hadits yang menyebutkan puasa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan sya’ban seluruhnya dan menyambungnya dengan ramadhan, dan larangan beliau agar tidak mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari. Dengan demikian, hadits:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُومُوا

(Bila telah sampai pertengahn bulan sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa) syadz menyelisihi hadits-hadits yang shahih. Imam At Tohawi mengatakan, “ hadits tersebut mansukh ( terhapus ) dan dihikayatkan adanya ijma’ meninggalkan hadits tersebut dan mayoritas ulama tidak mengamalkan hadits tersebut… dan seterusnya. Selesai perkataan beliau.

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “ janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian mendahului ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari melainkan bila bertepatan dengan hari yang bisa ia berpuasa, maka hendaklah ia berpuasa pada hari itu.” (Muttafaq ‘Alaihi)

عن أم سلمة -رضي الله عنها- قالت: (مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ شَهْرَيْنِ مَتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ)

Dari ummu Salamah -semoga Allah meridhoinya-, ia berkata, “ aku belum pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali Sya’ban dan Ramadhan.” ( HR. Imam Ahmad, an Nasai, at Tirmidzi, ia berkata : ini hadits hasan. Dan, diriwayatkan oleh ath Thohawi di dalam Syarh Ma’aniy al Aatsaar)

عن أسامة بن زيد- رضي الله عنهما- قال : قلت يا رسول الله لم أرك تصوم شهراً من الشهور ما تصوم من شعبان ؟ قال صلى الله عليه وسلم: (( ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين ، فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم ))

“Dari Usamah bin Zaid – semoga Allah meridhoinya -, ia berkata, “ aku pernah mengatakan, “ wahai rosululloh aku belum pernah melihat anda berpuasa suatu bulan seperi yang anda lakukan pada bulan sya’ban ? beliau shallallahu ‘alaih I wasallam bersabda, “ itu adalah bulan yang manusia melalaikannya yang berada antara Rojab dan ramadhan, ia adalah bulan di mana amal-amal diangkat ke robb semesta alam, oleh karena itu aku sendang amalku diangkat sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.”(HR. Ahmad, an Nasai. Syaikh al Albani mengatakan, “ dan ini isnadnya hasan, Tsabit bin Qois Shoduuq – seperti di sebutkan dalam at Taqriib- dan seluruh perawinya adalah Tsiqah ( terpercaya) (silahkan meruju’ ke Silsilah al Hadiits ash Shahih(4/522, hadis no.1898.

Adapun perkara baru yang diada-adakan di dalamnya di antaranya adalah ;

  1. Perayaan malam nisfu Sya’ban
  2. Shalat alfiyah

Pencetusnya : ibnu Abi al Hamro berasal dari Nabils, Palestina.  Mengapa shalat ini dinamakan alfiyah ? jawabnya : karena dalam shalat tersebut dibacakan surah al Ikhlash sebanyak 1000 kali karena jumlah roka’at shalat tersebut 100 raka’at. Setiap raka’at orang yang shalat tersebut membaca surat al ikhlash sebanyak 10 kali setiap rakaatnya.   Sifat shalat ini dan pahala yang akan didapatkan bagi orang yang melaksanakan diriwayatkan dari beberapa jalan sebagaimana disebutkan oleh ibnul Jauziy di dalam al Maudhu’aat, kemudian beliau berkomentar, “ hadits ini kami tidak ragu bahwa ia adalah hadits palsu, mayoritas perawinya pada tiga jalur adalah majhuul ( tidak diketahui ) dan di dalamnya terdapat perawi yang sangat-sangat lemah sekali…(silakan merujuk ke al Maudhuu’aat (2/127-130) demikian juga al La Aali al Mashnuu’ah karya imam as Suyuuthi (2/57-60) dan fawaid al Majmu’ah hal.51

Jumhur ulama sepakat bahwa sholat alfiyah pada malam nishfu Sya’ban adalah bid’ah

Sumber : al Bida’ al Hauliyah (Syahru asy sya’ban), Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad at Tuwaijiriy (karya ilmiyah yang disusun oleh penulisnya untuk mendapatkan title akademik Majester (S2) dengan predikat Cumlaud pada Universitas Imam ibnu Su’uud, jurusan Aqidah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *