Akhir-akhir ini masyarakat diramaikan oleh seseorang yang tampil di TV dan dengan getolnya ia membela seorang politikus nonmuslim yang disangka telah menistakan Al-Qur’an dengan menyatakan bahwa kaum muslimin ditipu dengan surah Al-Maidahayat 51. Dalam sebuah acara di salah satu stasiun televi seorang tersebut mengkritisi para ulama khususnya ahli tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan dalih bahwa yang paling tahu tentang tafsir Al-Qur’an adalah Allah sendiri dan Rasulnya,bukan MUI. Namun yang mengherankan mengapa ia begitu loyal dan toleran kepada nonmuslim yang tersangka menistakan Al-Qur’an, sementara ia sangat kritis kepada paraulama? Bukankah ia berbeda akidah dengan nonmuslim tersebut dan ia seakidah dan dengan parau lama?Ini adalah salah satu contoh dari banyak fenomena loyalitas kepada nonmuslim yang ada di Indonesia dari orang islam yang kurang memahami agama islam.
Islam memerintahkan kita untuk bersikap toleran kepada nonmuslim dan melarang kita untuk berloyal kepada mereka. Islam melarang keras untuk mencaci sesembahan, menyakiti, mengambil harta apalagi membunuh nonmuslim jika mereka tidak memulai dan memerangi umat islam. Kita sebagai umat islam tidak boleh mengganggu perayaan-perayaan mereka seperti hariraya natal, turunnya Isa Al-Masih dan sebagainya selama tidak menganggu, kita juga tidak boleh memaksa mereka masuk islam tanpa keinginan dari hati mereka sendiri.
Allah subahanhuwata’aa berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ فَيَسُبُّوا اللهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan…” (QS. Al-An’am: 108).
Nabi shallallahualaihi wasallam bersabda:
مَنْ آذَى ذِمِّيٌّا فَاَنَاخَصْمُهُ. وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَالْقِيَامَةِ (رواه الخطيب(
“Barang siapa mengganggu seorang kafir dzimmi, makasaya adalah musuhnya, barang siapa memusuhisaya, maka saya akan memusuhinyananti di akhirat.” (HR. al-Khatib).
Allah ta’ala juga berfirman:
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat…” (QS. Al-Baqarah: 256).
Inilah keindahan syariat islam yang mengajarkan umatnya untuk bertoleransi kepada orang yang berbeda akidah selama mereka bukan kafir harbi (orang kafir yang memusuhi kaum muslimin).
Namun disamping mengajarkan toleran, syariat juga punya prinsip yang tidak boleh dilampaui dengan alas an bertoleran yang dinamakan dengan Al-Walaa’ wal-Baraa’. Syariat islam melarang umat islam mencampur aduk akidahnya dengan akidah diluar islam (pluralisme), ikut serta dalam perayaan-perayaan keagamaan mereka, membela atau membenarkan akidah mereka,mengangkat mereka sebagai pemimpin, membela mereka dalam memusuhi umat islam, loyalitas kepada mereka dan sebagainya.
Nash-nash Al-Qur’an banyak menjelaskan tentang ini, Allah subhanahuwata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51).
Dalam ayat lain Allah subahanhu wata’alaberfirman:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[*] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (QS. Ali-Imran: 28)
[*] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindunga tau penolong.
Di dalam Surah Al-Mujadilah Allah ta’ala menegaskan:
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka…” (QS. Al-Mujadilah: 22).
Marilah kita mengambil teladan dari Nabi Ibrahim alaihissalam dan orang-orang yang bersama beliau dimana Allah subahanhuwata’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ إِذْ قَالُواْ لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَٰٓؤُاْ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ٱلْعَدَٰوَةُ وَٱلْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُواْ بِٱللَّهِ وَحْدَهُۥٓ
“Sesungguhnya telah ada suritauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri dari pada kamu dari daripada apa yang kamusembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (QS. Al-Mumtahanah: 22)
Kesimpulannya syariat islam sangat mencintai toleransi antara ummat beragama dengan hidup bersama-sama dalam kedamaian dan ketentraman serta saling menghargai dan menghormati tanpa saling memusuhi dan memerangi. Namun syariat juga memberibatasan yang jelas dimana toleransi tersebut tidak boleh membawa seorang muslim untuk loyal kepada nonmuslim, mencampur aduk akidahnya dengan akidah mereka, membela dan membenarkan akidah yang merekaanut, apalagi mengangkat mereka menjadi pemimpin. Intinya, Marilah kita bertoleran dengan tetap memegangteguh prinsip syariat islam yang kitaanut.
Wallahua’lambisshowab
Penulis Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,