Tanya :
Wajibkah merubah kemungkaran dengan tangan? Dan siapa sajakah orang-orang yang boleh mengingkari dengan tangan?
Jawab :
Ayat-ayat tentang amar ma’ruf nahi munkar banyak sekali, hal ini menunjukkan akan perlunya amalan mulia tersebut.
Dalam Hadits shahih dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ‘anhu berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)
Mengingkari dengan tangan atau mengambil tindakan adalah kewajiban orang yang mampu untuk melaksanakannya (memiliki wewenang) seperti pemerintah atau orang-orang yang ditugas dari pemerintah untuk itu, atau seorang ketua kepada bawahannya, atau hakim dalam tugasnya, atau seseorang kepada anak-anak dan keluarganya di dalam rumah.
Sedang orang yang tidak mampu (tidak memiliki wewenang), atau jika ia mengingkari akan mengakibatkan fitnah dan pertengkaran maka hendaknya ia tidak mengingkari dengan tangannya, tetapi dengan lisannya, dan itu sudah cukup baginya agar tindakannya dalam mengingkari kemungkaran tidak mendatangkan masalah yang lebih parah dari yang pertama, sebagaimana yang telah disebutkan oleh para ulama.
Orang yang demikian keadaannya cukup baginya mengingkari dengan lisannya saja, misalnya ia berkata; wahai saudaraku, takutlah kepada Allah, ini tidak boleh dan wajib ditinggalkan, atau ini wajib dilaksanakan dan semacamnnya dengan kata-kata baik dan cara yang santun.
Kemudian (urutan mengingkari) setelah dengan lisan adalah dengan hati, yaitu dengan membenci kemungkaran tersebut dan menampakkan ketidaksukaannya serta tidak duduk bersama para pelakunya, ini adalah caranya untuk mengingkari dengan hati, semoga Allah senantiasa memberikan kita taufiq. (Syekh Abdul Aziz bin Baz)
Majmu’ Fatawa Bin Baz jilid 3 hal. 1077.
Penerjemah : Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet