Shahabiyat; Cermin Teladan Muslimah (Bagian 3)

Ini termasuk di antara akhlak yang tinggi dan tabiat yang terpuji, karena itu menggambarakan kebrsihan hati dari dari kedengkian dan kebencian serta keinginan untuk berbuat jahat terhadap kaum muslimin. Orang yang melakukannya bahagia di dalam hidupnya dan setelah matinya. Karena, Allah –subhanahu wata’ala telah berfirman,

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ . إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (Qs. Asy-Syu’ara : 88-89)

Akhlak yang mulia ini dimiliki oleh para shahabiyat. Sebagaimana al-Hakim telah meriwayatkan dari Auf bin Harits, dia berkata, “Saya mendengar ‘Aisyah berkata, “Ummu Habibah memanggilku –yang dimaksud adalah (ummu habibah) bintu Abi Sufyan, Istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– dan dia berkata, diantara kita telah terjadi hal-hal yang telah terjadi sesama istri yang dimadu. Smoga Allah mengampuniku dan mengampunimu atas apa yang telah terjadi. Aku (Aisyah) mengatakan, semoga Allah mengampunimu atas semua yang terjadi dan memaafkanmu dari pada yang telah terjadi. Dia mengatakan, Engkau telah membahagiakanku, semoga Allah membahagiakanmu, Kemudian dia memanggil Ummu Salamah dan mengatakan seperti itu juga.”

Sungguh, saat ini kita sengat membutuhkan adanya akhlak seperti ini di tengah-tengah kita, pada zaman materialis dan penuh kepentingan duniawi. Di mana banyak terdapat kedengkian serta kebencian yang disebabkan oleh bergelutnya (manusia) dengan dunia dan keindahannya, sehingga menimbulkan permusuhan yang merusak masyarakat dan meruntuhkan sendi-sendinya.

Berakhlak dengan akhlak yang mulia ini akan menjauhkan umat dari keburukan dan berbagai musibah tersebut. orang yang melakukannya akan memiliki kedudukan yang tinggi di dunia da juga di akhirat, sebab dia adalah pembuat kebaikan dan termasuk orang yang mengupayakan kebaikan, sedangkan orang berbuat baik itu dimuliakan di sisi Allah azza wajalla. Allah ta’ala berfirman,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ . وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ .

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar (Qs. Fushshilat: 34-35)

Sungguh indah perkataan seorang penyair,

Berbuata baiklah kepada semua manusia

Engkau akan menjadi berarti di antara mereka

Ketahuilah sesungguhnya engkau suatu saat

Akan disikapi sebagaimana engkau bersikap

Sumber: dinukil dari “Durusun Min Hayaa-ti ash-Shahabiyaat”, Dr. Abdul Hamid as-Suhaibani. Edisi Bahasa Indonesia: Meneladani Wanita Generasi Sahabat, hal. 141-143.

Amar Abdullah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *