Imam Al Bukhari berkata dalam shahihnya
7371 – Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Zakariya bin Ishak dari Yahya bin Muhammad bin Abdillah bin Shaifiy dari Abu Ma’bad dari Ibnu Abbas –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi ﷺ pernah mengutus Mu’adz ke Yaman.
7372 – Dan telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Abi Al Aswad (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Abi Al ‘Ala (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Ismail bin Umayyah dari Yahya bin Muhammad bin Abdillah bin Shaifiy bahwasanya ia pernah mendengar Abu Ma’bad maula Ibnu Abbas mengatakan, aku pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, ‘ketika Nabi ﷺ mengutus Mu’adz ke penduduk Yaman, beliau mengatakan kepadanya
Sesungguhnya engkau bakal mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab. Maka, hendaknya hal pertama yang engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka mentauhidkan Allah (mengesakan Allah).
Lalu, apabila mereka telah mengetahui hal tersebut, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari-semalam.
Lalu, bila mana mereka telah menunaikan shalat, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk mengeluarkan zakat harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin di kalangan mereka.
Lalu, bilamana mereka telah menetapkan hal itu, maka ambillah dari mereka dan hindarilah harta-harta manusia yang terbaik.
Penjelasan :
Perkataannya, ‘pernah mengutus Mu’adz’. Di dalamnya terdapat pensyariatan bagi imam untuk mengutus orang yang akan mengajari manusia dan menyeru kepada Allah.
Dan, di dalam hadis ini, Nabi ﷺ memerintahkan Mu’adz agar bertahap dalam melakukan seruan kepada Allah. Hendaknya pula, seorang penyeru kepada Allah mengetahui kondisi orang-orang yang bakal menjadi sasaran dakwahnya. Hendaknya pula seorang penyeru memulai seruannya dengan tauhid, karena seluruh amalan-amalan itu tidak akan diterima melainkan karena tauhid.
Sabda beliau, (أَنْ يُوَحِّدُوْا اللهَ) agar mereka mentauhidkan (mengesakan) Allah.
Dalam riwayat lain, dengan lafazh
(إِلَى شَهَادَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ)
Kepada persaksiaan tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah.
Dalam riwayat lain, dengan lafazh
(إِلَى عِبَادَةِ الله)
Kepada penyembahan kepada Allah.
Para rawi, mereka meriwayatkan pernyataan ini dengan makna.
Dan, yang menjadi maksud adalah bahwa makna kata ini bukan sebatas lafazhnya, dan bahwa persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah, masuk ke dalam kandungan persaksian ‘tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah.’ maka, barang siapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah sementara ia tidak mengakui terhadap risalah rasul ﷺ maka ia belum menjadi seorang mukmin. Oleh karena itu, Allah ﷻ berfirman
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُه
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasulnya (Qs. At-Taubah : 29)
Padahal, mereka tahu bahwa Allah itu satu. Namun, ketika mereka tidak beriman dengan Rasul, maka dinafikan dari mereka Islam dan iman.
Sabda Nabi
(وتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ)
Hindarilah harta-harta manusia yang terbaik.
Yakni, ambillah pertengahan harta-harta mereka. Maka, beliau perintahkan kepadanya (Mu’adz) agar ia tidak mengambil harta mereka yang terbaik tidak pula mengambil dari harta mereka yang jelek. Tapi, yang diambil adalah harta tertengahan mereka. Hal itu karena bila ia mengambil harta mereka yang paling berharga, maka tindakan ini merupakan kezhaliman kepada mereka. Dan, oleh karena itu, beliau bersabda
(وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ)
Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzhalimi.
Doa orang yang terzhalimi diijabah Allah walaupun dari seorang kafir. Karena itu, datang keterangan bahwa Allah berfirman
(لَأَنْصُرَنَّكَ وَلَوْ بَعْدَ حِيْنٍ)
Aku pasti bakal menolomu walau pun setelah lewat bebara waktu.
Nabi ﷺ tidak menyebutkan perkara puasa dan haji dalam hadis ini, (mengapa ?), jawabannya adalah dikatakan, adapun persoalan haji itu karena haji saat itu belum diwajibkan. Adapun, tentang puasa, maka ada kemungkinan bahwa puasa belum diwajibkan pada saat itu, berkemungkinan pula bahwa kewajiban puasa telah masuk dalam cakupannya. Hal itu karena bila seseorang menetapkan dua persaksian, shalat dan zakat, maka ia dikategorikan sebagai orang yang menetapkan semua perkara-perkara Islam.
Wallahu A’lam
Sumber :
Syarh Kitab At Tauhid Min Shahih Al Bukhari, Ar Rajihi, 1/2
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor