Pada edisi sebelumnya, kita telah sampai pada firman Allah tabaraka wata’ala,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Kita sebutkan bahwa Allah memberikan keringanan kepada kalian berupa dibolehkan untuk tidak berpuasa saat dalam keadaan sakit dan saat seseorang dalam bepergian. Sementara bagi orang yang tidak bepergian lagi dalam keadaan sehat puasa tetap diwajibkan, merupakan bentuk kemudahan bagi kalian dan merupakan bentuk kasih sayangNya terhadap kalian.
Maka, mari kita lanjutkan bahasan kita selanjutnya. Allah tabaraka wata’ala kemudian berfirman,
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqoroh: 185).
Pembaca yang budiman…
Di dalam penggalan ayat ini terkandung 3 poin penting, yaitu:
- Menyempurnakan puasa hingga 1 bulan Ramadhan
- Mengagungkan Allah tabaraka wata’ala atas petunjukNya
- Mensyukuri Nikmat-Nya berupa hidayah, taufiq dan kemudahan
Pembaca yang budiman…
Firman Allah ta’ala,
{ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ }
, Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, firman Allah tabaraka wata’ala ini –Wallohu a’lam– dimaksudkan agar seseorang tidak memahami bahwa puasa Ramadhan itu tercapai dengan hanya melaksanakan sebagian dari harinya saja. Oleh karena itu, Allah tabaraka wata’ala menghilangkan dugaan itu dengan perintahNya agar menyempurnakan bilangannya. Yaitu, hingga berakhirnya bulan Ramadhan, dengan terlihatnya bulan syawwal atau dengan menyempurnakan bulan Ramadhon menjadi 30 hari bila kondisi bulan syawwal tidak bisa terlihat karena terhalangi oleh mendung atau awan. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
(صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّىَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ)
Berpuasalah kalian karena melihatnya (yakni: Hilal Ramadhan) dan berbukalah kalian karena melihatnya (yakni: bulan Syawwal). Maka jika (bulan syawwal) terhalang dari pandangan kalian”, maka sempurnakanlah bilangan.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat Al-Bukhari bersumber dari ibnu Umar bahwa Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
(الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين)
“Bulan itu jumlah harinya adalah 29. Oleh karena itu, janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal (yakni: hilal Ramadhan) dan janganlah kalian berbuka hingga kalian melihatnya (yakni: hilal syawwal). Maka jika (bulan syawwal) terhalang dari pandangan kalian”, maka sempurnakanlah bilangannya 30 (hari).”
Selanjutnya, Allah berfirman,
(وَلِتُكَبِرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ)
(dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu). Al-Baghowi mengatakan, yakni: hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjukNya, Dia telah membimbing kalian kepada sesuatu yang diridhaiNya berupa puasa di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas mengatakan, yaitu: pengagungan kepada Allah (takbir-ed) pada malam ‘idul fithri. Dan diriwayatkan dari Syafi’i, dan dari Ibnu Musayyib, ‘Urwah dan Abu Salamah bahwa mereka bertakbiran pada malam ‘idul Fithri, mereka mengeraskan suara tatkala mengumandangkan takbir.
Al-hafidz Ibnu Katsir tatkala menafsirkan firman Allah,
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
, mengatakan, yakni: hendaklah kalian mengingat Allah (berdzikir) saat selesainya ibadah-ibadah kalian, seperti Dia berfirman,
{ فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا } [البقرة: 200]
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu.” (QS. Al-Baqoroh: 200)
Dan Dia berfirman,
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ } [ النساء: 103]
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (QS. An-Nisa: 103)
Pembaca yang budiman…
Kebanyakan para ulama -semoga Allah merahmati mereka semuanya- berpendapat, disyariatkannya takbir pada ‘idul fithri berdasarkan ayat ini,
{ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ }
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.”
Hingga Dawud bin ‘Ali al Ashbahaniy azh-zhahiri berpendapat wajibnya hal ini pada waktu ‘idul fithri berdasarkan zhahir perintah dalam firmanNya,
{ وَلِتُكَبِرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ }
“…dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” Berbeda dengan pendapat madzhab Abu Hanifah -semoga Allah merahmatinya-, bahwa tidaklah disyariatkan takbir pada ‘iedul fithri. Sedangkan yang lainnya, berpendapat bahwa hal itu adalah mustahab (sunnah), demikian seperti yang dinukil oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya. Allahu a’lam.
Selanjutnya, Allah berfirman,
{ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ }
(supaya kamu bersyukur), yakni: jika kalian telah melaksanakan apa yang Allah perintahkan kepada kalian berupa ketaatan kepadanya berupa penunaian hal yang difardhukanNya, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkanNya, menjaga batas-batasNya, maka supaya kalian menjadi golongan orang-orang yang pandai bersyukur dengan hal itu.
Wallohu a’lam ( Abu Umair )
Sumber:
- Ma’alimu at Tanziil, karya Abu Muhammad al Husain bin Mas’ud al Baghowi ( wafat : 516 H )
- Tafsir al Qur’an al Azhim, karya Abu al Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qurosyi ad Dimasyqi
- Taisiir Kariimurrohman , karya syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa’di