Dakwah adalah salah satu amalan yang pahalanya terus mengalir sampai seseorang meninggal dunia jika dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, karena dakwah adalah mengajak atau menyampaikan ilmu yang bermanfaat, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
اِذاَ ماَتَ ابْنُ اٰدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّمِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍصَا لِحٍ يَدْعُوْلَه
“Apabila anak Adam (manusia) telah meningal dunia terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa’at, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya.”( HR.Muslim ).
Dakwah bukanlah ibadah yang bersifat vertikal saja seperti halnya shalat dan puasa, tetapi ia juga bersifat horisontal yang kerap hubungannya dengan sesama manusia. Oleh karena itu tak ayal jika dakwah memerlukan bekal yang cukup sebelum turun ke medan baik secara ilmu maupun mental.
Seorang dai perlu belajar bagaimana seni interaksi dan pengambilan sikap dalam menghadapi berbagai problem dan keadaan sehingga dakwah yang disampaikannya bisa diterima dengan baik, dan tak ada sosok yang lebih baik untuk dipelajari dalam hal berdakwah melebihi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dalam artikel sebelumnya; Seni Berdakwah Rasulullah SAW (Bagian 1), & Seni Berdakwah Rasulullah SAW (Bagian 2) telah kami paparkan beberapa langkah dan seni Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam berdakwah, dan pada artikel kali ini kami ingin melanjutkan kepada seni-seni berikutnya sebagai lanjutan dari artikel sebelumnya tentang seni Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam berdakwah.
Menggambarkan perbuatan maksiat & mungkar dengan gambaran yang membuat orang yang mendengar membenci dan menjauhinya
Diantara cara Nabi shallallahu alaihi alaihi wa sallam dalam berdakwah adalah menggambarkan suatu kemungkaran dengan gambaran yang jelek atau menyamakannya dengan perbuatan umat-umat terdahulu yang diazdab oleh Allah SWT, dengan demikian yang mendengarnya secara otomatis akan memandang jelek perbuatan tersebut dan menjauhinya.
Misalnya kisah yang diriwayatkan oleh Abu Waqid Al-Laitsiy radhiyallahu ‘anhu ketika ia dan para sahabat -yang saat itu baru saja masuk islam- keluar bersama Nabi shallalahu alaihi wa sallam ke arah Hunain, ditengah perjalanan mereka melewati sebatang pohon, maka Abu Waqid berkata kepada Nabi Shallalahu alaihi wa sallam, “wahai Rasullullah, buatlah pohon untuk kami agar kami bisa menggantungkan senjata kami sebagaimana mereka (orang kafir) juga memiliki pohon untuk menggantungkan senjata mereka.” Saat itu orang kafir memiliki satu pohon tempat mereka menggantungkan senjata-senjata mereka dengan tujuan mengambil berkah dari pohon tersebut, maka ia juga ingin memiliki pohon untuk mengambil berkah seperti mereka, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allahu Akbar! Kalian telah berbicara dengan perkataan yang sama dengan Bani Israil ketika mereka berkata kepada Musa alaihissalam
اجْعَل لَّنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ
“Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).’ Kalian sungguh akan mengikuti jalan kaum sebelum kalian.”
Ini salah satu cara nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam berdakwah, yaitu menggambarkan kepada para sahabat bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang jelek baik menyamakannya dengan perbuatan kaum terdahulu atau mengumpamakannya dengan hal lain yang jelek. Cara ini juga banyak terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya Allah subhanahu wa ta’ala menyamakan orang yang menggunjing orang lain dengan memakan daging bangkai, Allah berfirman:
وَلَا يَغتَب بَّعضُكُم بَعضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَن يَأكُلَ لَحمَ أَخِيهِ مَيتا فَكَرِهتُمُوهُ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّاب رَّحِيم
“…Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Membuat perumpamaan-perumpamaan sehingga mudah untuk ditangkap
Sebagai dai yang cerdas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu menggunakan cara yang mudah ditangkap dan dipahami oleh orang yang mendengarkannya. Salah satu cara beliau untuk memahamkan orang yang mendengarkannya adalah dengan memberikan perumpamaan-perumpaan yang sesuai dengan apa yang beliau sampaikan.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari No. 2493).
Hadits ini mengandung gambaran yang begitu indah dan mudah untuk ditangkap oleh siapa saja yang mendengarkannya. andai Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan pesan ini tanpa diiringi dengan gambaran sebagaimana diatas, mungkin pendengar masih akan bertanya-tanya, tapi dengan adanya gambaran seperti ini, maka akan lebih mudah untuk dipahami.
Demikianlah beberapa metode Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam berdakwah yang patut kita pelajari dan teladani, semoga kita termasuk orang-orang yang dimuliakan dengan meneruskan perjuangan dakwah beliau.
ditulis oleh Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet