Allah U berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (Qs. Ar-Ruum : 21)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah U menyebutkan bahwa Dia mengaruniakan kepada anak keturunan Adam sebuah kenikmatan yang sangat besar berupa menjadikan bagi mereka pasangan hidup dari jenis dan bentuk mereka sendiri. Kalaulah saja Allah U menjadikan pasangan hidup tersebut dari jenis yang lain niscaya tak akan tercapai rasa cinta dan kasih. Akan tetapi, termasuk rahmat-Nya Dia U menciptakan anak keturunan Adam dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dan Dia menjadikan perempuan sebagai pasangan lelaki. Sungguh, ini merupakan nikmat yang sangat agung. (Adh-wa-ul Bayan Fii Iidhaahi al-Qur’an bil Qur’an, 2/412)
Betapa tidak ini merupakan nikmat yang sangat agung, sementara manusia diberikan rasa indah dalam pandangannya cinta kepada lawan jenisnya, sebagaimana firman-Nya, artinya, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (Qs. Ali Imran : 14)
Kalaulah saja tidak diberikan jalan untuk menyalurkannya niscaya akan menjadi masalah besar.
Namun, hidup berpasang ini harus berada dibawah naungan atap rumah tangga yang diikat dengan tali pernikahan yang sah. Allah U berfirman,
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
Maka nikahilah perempuan yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil maka (nikahilah) seorang saja. (Qs. An-Nisa (4) : 3)
Dengan pernikahan inilah akan didapatkan kemaslahatan yang banyak baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Kemaslahatan itu tidak hanya dirasakan oleh pihak suami-istri saja, namun kemaslahatan itu pun dirasakan oleh masyarakat secara luas. Berbeda ketika pasangan itu tidak diikat dengan ikatan yang sah ini, justru diikat dengan ikatan yang batil lagi keji semisal “zina”, “homoseksual” dan lainnya, niscaya banyak bentuk keburukan yang akan ditimbulkan di tengah-tengah masyarakat akibat penyimpangan ini. Maka dari itu, Allah U dan RasulNya mengharamkan seluruh bentuk model menyalurkan hasrat seksual yang menyimpang yang akan menimbulkan kerusakan. Semisal zina dan homoseksual. Tentang zina Allah U berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk (Qs. al-Isra’ : 32)
Tentang homoseksual, Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ثَلَاثًا
Dan Allah melaknat orang yang melakukan tindakan kaum Luth (3x) (HR. Ahmad)
Layaknya Pakaian untuk Pasangan
Jadi, hidup berpasangan yang diikat dengan pernikahan yang sah merupakan nikmat yang agung yang dianugerahkan oleh Allah U kepada kita. Ternyata, dibalik nikmat ini pun terdapat nikmat yang lain yang tidak kalah agungnya. Yaitu, bahwa Allah U menjadikan pasangan seseorang layaknya pakaian untuk dirinya. Alangkah indahnya firman-Nya,
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. (Qs.al-Baqarah : 187). Yakni, mereka (para istri) adalah penutup dan penjaga bagi kalian (para suami) dan kalian adalah penutup dan penjaga bagi mereka (At-Tafsiir al-Muyassar, 1/201) mereka adalah sumber ketentraman bagi kalian dan kalian pun sebagai sumber ketentraman bagi mereka (Ad-Durru al-Mantsur, 1/478)
Saling Mengisi
Bila mana demikian, maka saling mengisi, memberi, menutupi dan menjaga menjadi sebuah tuntutan. Kala pasangan Anda sedih maka Anda dituntut memberi kegembiraan kepadanya, karena dengan ini ia akan merasa tentram. Kala pasangan Anda gembira maka Anda mengisinya dengan kegembiraan pula, karena dengan ini ia akan merasa tentram. Kala pasangan Anda melakukan kesalahan kepada Anda, maka Anda memaafkannya, karena dengan ini ia akan merasa tentram. Kala pasangan Anda memiliki aib dan cela, maka Anda menutupinya, karena dengan ini ia akan merasa tentram. Kala pasangan Anda membutuhkan penjagaan dan perlindungan, maka Anda dituntut untuk memberikan penjagaan dan perlindungan kepadanya, karena dengan ini ia akan merasa tentram. Kala suami bekerja dan istri di rumah, maka keduanya di tuntut untuk saling menjaga diri dan kehormatannya, karena hal ini merupakan sumber ketentraman bagi keduanya. Kala pasangan memberikan kebaikan, maka Anda harus berterima kasih dan membalasnya dengan kebaikan pula, karena ini merupakan sumber ketentraman baginya… dst.
& Faidah :
Banyak faedah yang dapat dipetih dari ayat yang mulia di atas, antara lain adalah :
- Rahmat Allah U kepada kita di mana Dia menjadikan pasangan hidup kita dari jenis kita (manusia), bukan dari jenis yang lain.
- Termasuk perkara penting yang menjadi maksud dan tujuan pernikahan adalah kecenderung dan merasa tentram kepada pasangan hidup, ketenangan kepadanya, dan kehidupan bersamanya dengan kehidupan yang bahagia, berdasarkan firman-Nya,
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.
- Apa yang Allah U masukkan ke dalam hati setiap pasangan berupa rasa cinta dan kasih sayang termasuk tanda kekuasaan-Nya yang agung.
- Rasa kasih sayang itu tidaklah diperoleh dengan usaha, yakni, bahwa Allah-lah yang telah menjadikan rasa kasih itu berada di dalam hati manusia, berdasarkan firman-Nya,
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Yakni, jika Anda ingin memaksa diri Anda untuk mencintai sesuatu, sementara Allah tidak menjadikan di dalam hati Anda rasa cinta kepada sesuatu tersebut niscaya Anda tak akan mencintai sesuatu tersebut. Oleh karena ini, Allah U mengaruniakan kepada orang-orang yang beriman dengan firman-Nya,
وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ
Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu (Qs. Al-Hujurat : 7). Dan Anda pun mengatakan ketika berdoa,
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُنَا إِلَي حُبِّكَ
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kecintaan-Mu dan kecintaan orang yang mencintai-Mu serta kecintaan untuk melakukan amalan apa saja yang akan mendekatkan kami kepada kecintaan-Mu (HR. at-Tirmidzi, no. 3235)
- Apa yang disebutkan (dalam ayat ini) bukan hanya satu tanda saja yang menunjukkan kekuasaan dan kebesaran Allah U, berdasarkan firman-Nya,
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar teradapat tanda-tanda (kebesaran Allah).
Tanda kebesaran-Nya yang pertama adalah :
خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri.
Yang kedua adalah :
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.
Yang ketiga adalah :
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Maka, tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah U yang disebutkan dalam ayat ini beragam bentuknya.
- Wajibnya saling cinta dan menyayangi antara suami istri, berdasarkan firman-Nya,
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Karena, pemberian Allah U tersebut harus dijaga dan dipelihara. Dan, di antara bentuk cara penjagaannya adalah dengan saling memberikannya kepada pasang hidupnya.
- Ayat ini juga menunjukkan adanya hikmah Allah, kekuasaan dan keagungan serta rahmat-Nya, di mana Dia menjadikan rasa kasih dan sayang antara suami istri.
- Sanjungan terhadap tindakan “berfikir”, merenungkan tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Allah dan mengambil pelajaran darinya. Berdasarkan firman-Nya,
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. Karena, ungkapan ini jelas merupakan sanjungan bagi mereka yang melakukan tindakan “berfikir”, yakni, merenungkan tanda-tanda kekusaan dan keagungan-Nya dan mengambil pelajaran darinya.
- Anjuran untuk giat berfikir, merenungkan ayat-ayat-Nya-baik yang bersifat kauniyyah, seperti makhluk-makhluk-Nya maupun ayat-ayat qur’aniyah terkait hukum dan syariatNya serta berita-berita atau kisah yang terdapat di dalamnya, serta mengambil pelajaran darinya. Karena, berfikir merupakan kunci mendapatkan ilmu, tak mungkin ilmu didapatkan selamanya tanpa berfikir. Berfikirlah Anda niscaya Anda mendapatkan ilmu. Maka, dengan berfikir akan terbuka pintu-pintu ilmu yang banyak, yang dengannya seseorang mengetahui hukum-hukum Allah dan hikmah-Nya yang tidak mungkin didapatkan tanpa berfikir. Karena Allah mengkhususkan tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya dengan “kaum yang berfikir.” (Tafsir al-Qur’an al-Karim, Surat ar-Ruum : 21, hal.112-115). Wallahu a’lam (Redaksi)
Referensi :
- Ad-Durru al-Mantsur, as-Suyuthi.
- Adh-wa-ul Bayan Fii Iidhaahi al-Qur’an bil Qur’an, asy-Syinqithi
- Tafsir al-Muyassar, Sekelompok Ulama Pakar Tafsir.
- Tafsir al-Qur’an al-Karim, Ibnu Utsaimin, dll.
Sumber :
Dinukil dari Bulletin Dakwah An-Nuur, Edisi : Th. XIX No.1201/Jum`at IV/Rabi’ul Awal 1440 H/23 November 2018 M, Penerbit : Yayasan al-Sofwa, Jakarta
Amar Abdullah bin Syakir