Hadiah adalah tanda cinta yang menjadi sebab menyatunya hati. Suami-istri adalah pihak paling utama menggunakan cara ini dalam menjalin hubungan keduanya. Hadiah tidak disyaratkan harga mahal, bahkan cukup dengan hadiah sederhana. Yang dinilai dari hadiah adalah maknanya bukan harganya. Diutamakan memberi hadiah disesuaikan moment yang tepat ; setelah istri melahirkan, saat lulus, ketika pulang dari safar, dan kadang hadiah diberikan tanpa menunggu moment. Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – bersabda,
تَهَادُوْا فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ
Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan kemarahan hati (Hadits hasan, Misykat Al-Mashabih)
Kemarahan hati maksudnya seseorang mendapati dalam dirinya seperti sempit dada, dongkol, dan dengki terhadap orang lain, sedangkan hadiah akan menghilangkan marah dan dongkol dalam diri. Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda,
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian saling mencintai (Hadits hasan, Shahih Al-Jami’)
Hadits ini menjelaskan bahwa hadiah dapat menumbuhkan kecintaan dalam diri orang lain. Cara ini telah teruji dan manjur.
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda,
أَجِيْبُوْا الدَّاعِي وَلَا تَرُدُّوْا الْهَدِيَّةَ وَلَا تَضْرِبُوْا الْمُسْلِمِيْنَ
Penuhilah undangan orang yang mengundang, jangan menolak hadiah, dan jangan pukul kaum Muslimin (Shahih al-Jami’)
Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-berkata, “Dulu Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – biasa menerima dan membalasnya.” (Shahih al-Bukhari)
Di antara tujuan hadiah adalah mendekati penerima hadiah dan mencari rasa sukanya, maka jangan sampai terkesan menghina, seperti memberi hadiah di hadapan orang lain, atau mengungkit-ungkitnya, terutama saat terjadi suatu masalah. Seorang penyair berkata :
Saling memberi hadiah antar sesama
Akan melahirkan keterkaitan hati
Dan menumbuhkan hasrat dan kecintaan dalam perasaan
Akan menambah keindahan saat mereka hadir
Wallahu A’lam
Sumber :
Dinukil dari “ Tis’un Wa Tis’una Fikrah li Hayah Zaujiyah Sa’idah”, karya : Dr. Musyabbab bin Fahd al-Ashimi (ei, hal. 160-161)
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor