Rugi Dan Celakanya Orang Yang Terjaga Namun Tidak Shalat Subuh

Banyak orang yang dapat bangun malam untuk sekedar menyalurkan hobi nonton bolanya, dan tidak sedikit orang yang sedari dini hari telah bangun untuk menuju pasar pagi, entah untuk menjual dagangannya atau belanja kebutuhan rumah tangga, atau mereka orang kantoran yang pagi buta sudah memenuhi stasiun kereta atau halte bus demi sesegera mungkin mencapai lokasi pekerjaan.
Namun diantara sekian banyaknya mereka, berapa orang yang mau singgah sebentar ke mushola setempat untuk menunaikan kewajiban shalat subuh? padahal fasilitas mushalla terdapat di ruang-ruang publik.
Sungguh ironis pemandangan seperti ini, bagaimana tidak? bukankah mereka beraktivitas sedini mungkin itu untuk dalam rangka menjemput rezeki? mengumpulkan pundi-pundi uang untuk keperluan sehari-hari? namun disaat yang bersamaan mereka lalai dari mengingat Sang Pemberi rejeki yang memerintahkan mereka untuk menghadap-Nya di setiap awal hari.
Logikanya, bagaimana mungkin seseorang mendapatkan apa yang ia mau namun sama sekali tidak memintanya kepada yang punya?
Maka dari itu, berangkat dari pemandangan yang tidak sinkron antara pengakuan iman dan kelakuan inilah seseorang yang meninggalkan shalat subuh terancam digolongkan sebagai orang munafik, karena meninggalkan subuh merupakan indikasi dari tidak jujurnya pengakuan iman itu.
Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam bersabda:

((إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا))

“Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651)

Dan sebaliknya, Allah Ta’ala melipatgandakan pahala mereka yang mengaplikasikan keimanannya dengan menunaikan kewajibannya di dua waktu shalat tersebut, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam:

((مَن صلى العشاء في جماعة، فكأنما قام نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة، فكأنما صلَّى الليلَ كلَّه))؛ رواه مسلم.

“Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

Dan puncak dari mentaati kewajiban ini adalah agar dibebaskan dari pedihnya siksa neraka oleh Allah Ta’ala dengan rahmat-Nya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wa Sallam:

((لن يلج النارَ أحدٌ صلى قبل طلوع الشمس وقبل غروبها))؛ يعني: الفجرَ والعصر؛ رواه مسلم.

“Tidaklah akan masuk neraka orang yang melaksanakan shalat sebelum terbitnya matahari dan shalat sebelum tenggelamnya matahari.” Yakni shalat subuh & shalat ashar. (HR. Muslim no. 634)

Terakhir, pahamilah saudaraku, bahwasanya jalan rejeki itu sejatinya banyak, hanya saja kebanyakan kita yang lupa kunci utama untuk menemukan jalannya, yaitu takwa kepada Allah Sang Pemberi Rejeki terlebih dahulu.
Maka, jadikanlah dirimu dalam menanti waktu shalat sebagaimana seseorang menanti waktu kesenangannya, yang mana ia akan merasa rugi jika melewatkannya, bukan menganggap shalat sebagai sekedar selingan apalagi buang-buang waktu, wal ‘iyadzubillah.

Penulis:
Muhammad Hadhrami, LC.
Alumni Fakultas Syariah LIPIA Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *