Pendahuluan
Salah satu fenomena yang seringkali kita dapati di tengah-tanah masyarakat kita Indonesia adalah banyaknya orang yang melakukan sebuah amalan tertentu pada nisfu sya’ban seperti; puasa di siang harinya, menghidupkan malamnya dengan shalat. Mereka menyandarkan perbuatannya tersebut kepada beberapa riwayat hadis. Marilah kita dudukkan masalah ini dengan menyimak penjelasan ulama mengenai riwayat tersebut melalui fatwa yang mereka sampaikan berikut ini,
Soal :
Sebagian ulama mengatakan bahwa telah datang hadits-hadits tentang keutamaan Nishfu Sya’ban, berpuasa pada waktu itu, dan menghidupkan malamnya. Apakah hadits-hadits ini shahih? Jika shahih, mohon terangkan kepada kami dengan keterangan yang memuaskan. Jika tidak shahih, kami mengharap penjelasan dari Anda. Semoga Allah memberikan pahala kepada Anda.
Jawaban :
Telah datang hadits-hadits shahih tentang keutamaan berpuasa pada mayoritas hari di bulan Sya’ban, hanya saja hadits-hadits tersebut tidak mengkhususkan hari-hari tertentu. Di antaranya adalah yang terdapat pada Ash-Shahihain bahwa ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:
ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان، وما رأيته في شهر أكثر صياما منه في شعبان، فكان يصوم شعبان كله إلا قليلاً
“Saya sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Saya juga tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa pada suatu bulan kecuali pada bulan Sya’ban. Beliau dahulu berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya kecuali beberapa hari (tidak berpuasa).”
Dan dalam hadits Usamah bin Zaid bahwa beliau berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat Anda berpuasa dalam suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Maka beliau menjawab:
ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهر ترفع الأعمال فيه إلى رب العالمين، فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
“Itu adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang manusia lalai darinya. Dan ia adalah bulan yang padanya segala amalan akan diangkat kepada Rabbul ‘Alamin. Saya ingin amalan saya diangkat, sementara saya sedang berpuasa.” (Riwayat Al Imam Ahmad dan An Nasa’i).
Dan tidak ada satu hadits shahihpun yang menjelaskan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih satu atau beberapa hari di bulan Sya’ban khusus untuk berpuasa.
Telah datang beberapa hadits yang lemah tentang shalat di malam Nishfu Sya’ban dan puasa di siang harinya. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan beliau, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata :
إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها، فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا، فيقول: ألا مستغفر فأغفر له، ألا مسترزق فأرزقه، ألا مبتلى فأعافيه ألا كذا حتى يطلع الفجر
“Jika telah datang malam Nishfu Sya’ban, hendaklah kalian shalat di malamnya dan puasa di siang harinya. Karena sejak terbenam matahari, Allah ta’ala turun pada malam tersebut ke langit dunia. Lalu Dia berkata: “Adakah yang meminta ampun kepadaKu sehingga Aku mengampuninya. Adakah yang meminta rezeki kepadaKu sehingga Aku memberi rezeki kepadanya. Adakah yang tertimpa bala` sehingga Aku hilangkan bala` tersebut darinya. Adakah yang begini dan begitu…,” sampai terbitnya fajar.”
Ibnu Hibban sungguh telah menshahihkan sebagian hadits yang datang tentang keutamaan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh beliau dalam Shahih beliau, dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa beliau berkata: “Saya kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka sayapun keluar. Ternyata beliau berada di Baqi’ dalam keadaan mengangkat kepala. Beliaupun berkata,”Apakah engkau khawatir Allah dan Rasul-Nya akan berbuat tidak adil terhadapmu?” Saya berkata,” Wahai Rasulullah, saya mengira Anda mendatangi sebagian istri Anda yang lain.” Beliau berkata,”Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Tinggi turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban, lalu mengampuni hamba yang jumlahnya lebih banyak dari bulu domba.”
Al-Bukhari sungguh telah melemahkan hadits tersebut. Mayoritas ulama juga memandang lemahnya riwayat yang datang tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban dan puasa di siang harinya. Merupakan hal yang telah diketahui di sisi ulama Ahlul Hadits tentang bermudah-mudahannya Ibnu Hibban dalam menshahihkan hadits.
Secara global, menurut para peneliti dari ulama Ahli Hadits, tidak ada satupun hadits shahih yang menunjukkan tentang keutamaan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan puasa di siang harinya. Oleh karena itu, mereka mengingkari shalat malam di malam Nishfu Sya’ban dan juga mengingkari pengkhususan puasa di siang harinya. Mereka mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.
Sumber :
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta, jilid 3 hal. 61-63, pertanyaan ke-2 dari fatwa nomor 884).
Amar Abdullah
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,