Pada dasarnya setiap orang saling membutuhkan antar satu sama lain, baik itu dalam hubungan pribadi atau dalam cakupan yang lebih luas seperti teman, tetangga, atau rekan kerja. Dan Islam sebagai agama yang sempurna memperhatikan masalah hubungan antar manusia yang disebut sosial ini, yang kemudian Islam menuangkan hukum-hukum yang terkait dengannya disebut sebagai hukum mualamah (interaksi antar sesama).
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam kebajikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“….Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al Maidah: 2)
Dan lebih khususnya lagi, sifat terpuji ini sangat diserukan agar diberikan kepada orang yang sedang kesusahan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.
“Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di Hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat”. (HR Muttafaq ‘Alaihi)
Lihatlah bagaimana Islam sangat menyerukan pri kemanusiaan kepada para pemeluknya, agar tidak menjadi pribadi yang apatis tidak peduli dengan sesama.
Namun disisi lain, sistem ekonomi ala riba masih terus bertahan sepanjang jaman, yang mana dampaknya tidak hanya dirasakan secara ekonomi, namun secara sosial. Masyarakat yang bertransaksi dengan riba antar sesama mereka jika ditinjau dari segi sosial otomatis telah mengabaikan sisi kemanusiaan, karena transaksi pinjam-meminjamkan dengan riba tidak ada nilai keikhlasan didalamnya, karena pemberi pinjaman tidaklah memberikan secara sukarela, namun bahkan ingin dikembalikan dengan lebih, dan si peminjam juga tidak akan merasa harus berterimakasih kepada orang yang malah memanfaatkan kesusahan yang menimpa dirinya. Bahkan tidak jarang sistem riba ini menghasilkan permusuhan dan keributan, ketika aset peminjam disita atau kredit kendaraannya ditarik secara paksa.
Maka renungkanlah point ini, sehingga akan jelas padamu mengapa riba diharamkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 275)
Penulis:
Muhammad Hadrami, LC.
Alumni Fakultas Syari’ah LIPIA Jakarta