Riba Fadhl dan Hikmah Pengharamannya

Riba Fadhl dan Hikmah Pengharamannya

Riba Fadhl

Yakni, kelebihan pada salah satu dari dua komoditi yang ditukar dalam penjualan komoditi riba fadhl. Kalau emas dijual atau ditukar dengan emas, maka harus sama beratnya dan harus diserahterimakan secara langsung. Demikian juga dengan segala kelebihan yang disertakan dalam jual beli komoditii riba fadhl.

Dalam hadis Ubadah bin Shamit disebutkan bahwa Rasulullah-صلى الله عليه وسلم- bersabda,

« الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ »

Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, jewawut dengan jewawut, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, harus sama beratnya dan harus diserahterimakan secara langsung. Kalau berlainan jenis, silakan kalian jual sesuka kalian, namun harus secara kontan juga (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab al-Musaqah, bab ash-Shafr wa Bai’ adz-Dzahab bi al-Waraq Naqdan, no. 1587; Abu Dawud, no. 3348; an-Nasai, no. 4562; dan Ibnu Majah, no. 2253, 2254)

Diriwayatkan dari Nabi-صلى الله عليه وسلم- banyak hadis dalam persoalan ini. Sebagian di antaranya disebutkan oleh as-Subki dalam Takmilah al-Majmu’, yakni sejumlah dua puluh dua hadis dalam sebuah pasal tersendiri tentang riba fadhl. Ada yang terdapat dalam shahih al-Bukhari dan Muslim. Ada juga yang hanya diriwayatkan oleh Muslim. Namun ada juga yang ada di luar shahih al-Bukhari dan Muslim. Ada yang shahih, namun ada juga yang masih diperdebatkan.
Kita tidak sedang meneliti semua nash-nash tersebut, karena asal hukum yang tercakup dalam pembahasan adalah hal yang tidak diperdebatkan di kalangan ulama hingga hari ini.

Hikmah Diharamkannya Riba Fadhl

Hikmah diharamkannya Riba Fadhl tidak diketahui oleh banyak orang, karena secara zhahir jual beli ini tidak mengandung manipulasi. Karena satu hal yang logis dan aksiomatik bahwa yang jelek tidak sama dengan yang bagus, yang baik tidak sama dengan yang buruk.

Kalau satu sha’ kurma bagus dibeli dengan dua sha’ kurma jelek, secara logika tidak ada hal yang salah. Lalu di mana letak hikmah dari pengharaman tersebut ?

Sebelum kita berupaya mencari hikmah tersebut melalui berbagai tulisan para ulama dalam persoalan ini, tidak lupa kita menyebutkan dasar fundamental yang bersifat permanen, yang tidak boleh kita lupakan dalam persoalan yang sudah rumit ini, yakni bahwa seorang harus mengikuti perintah Allah, baik ia sudah mengetahui hikmah perintah itu maupun belum. Cukup bagi dirinya mengetahui bahwa perintah ini memang berasal dari Allah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui, yang rahmat dan ilmunya meliputi segala sesuatu, yang segala firman-Nya pasti benar dan penuh keadilan.
Allah berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا [النساء : 65]

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (Qs. An-Nisa : 65)

Setelah pendahuluan ini, baru kita tegaskan bahwa kemungkinan penjelasan hikmah yang paling jelas tentang keharaman riba fadhl ini adalah sebagai upaya menutup jalan menuju perbuatan haram. Karena riba fadhl ini seringkali menggiring kepada riba nasi’ah. Bahkan juga bisa menimbulkan bibit-bibit berkembangnya budaya riba di tengah masyarakat. Karena orang yang menjual sesuatu dengan sesuatu yang sejenis secara langsung dengan kelebihan pada salah satu yang ditukar, akan mendorongnya untuk suatu saat menjualnya dengan pembayaran tertunda, bersama bunganya.

Itulah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi-صلى الله عليه وسلم- bersabda,

Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, hanya boleh dilakukan bila sama ukuran (beratnya). Jangan kalian pisahkan salah satu di antaranya, dan jangan kalian menjual yang belum ada dengan yang sudah ada. Karena aku khawatir kalian melakukan rama (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya, 3/4 dan sanadnya shahih)
Rama yaitu riba. Karena kalau Allah melarang kita mengambil kelebihan dalam jual beli komoditi riba fadhl secara langsung, padahal kelebihan itu karena kualitas, kriteria, bentuk dan sejenisnya, maka lebih layak dan lebih masuk akal lagi bila Allah melarang kelebihan yang tidak ada imbalannya tapi hanya semata-mata penangguhan waktu.

Wallahu A’lam

Sumber :
Maa Laa Yasa’u at-Tajiru Jahluhu, Prof. Dr. Abdullah al-Mushlih dan Prof. Dr. Shalah ash-Shawi, ei, hal.350-351

Amar Abdullah bin Syakir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *