Sudah menjadi rahasia umum, bahwa orang yang terlilit hutang seringkali kedapatan gali lubang tutup lubang, yakni berhutang ditempat lain untuk membayar hutang sebelumnya, atau bahkan, hutang baru yang didapat itu hanya cukup untuk membayar bunga, bukan pokok dari hutang sebelumnya, dan begitu seterusnya.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan berhutang, karena terkadang ada saja hal yang sifatnya datang tiba-tiba dan mendesak sedangkan keuangan tidak dapat mencukupinya. Namun yang salah adalah ketika seseorang berhutang dengan sistem riba, karena berhutang dengan cara ini bukan saja akan menghancurkan kehidupan secara kasat mata seperti gambaran pada paragraf pertama, namun sebelum semua itu, hubungannya dengan Allah Ta’ala lah yang telah ia hancurkan pertama sekali sehingga berdampak ke kehidupan nyatanya, mengapa demikian? Karena telah jelas pada agama-Nya, bahwa bertransaksi dengan riba adalah model transaksi ekonomi yang haram. Maka ketika sesuatu itu diharamkan, hendaklah seorang hamba patuh dan taat pada aturan tersebut jika tidak ingin mendapat hukuman dari Yang Maha Kuasa.
Allah Ta’ala menggambarkan bahwa orang menghalalkan riba berarti menabuh genderang perang kepada-Nya, sebagaimana firman berikut:
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (QS Al Baqarah: 279)
Dan camkanlah saudaraku, siapa lagi diantara makluk yang dapat menolongmu jika Sang Khalik sendiri yang memerangimu!
Padahal engkau tahu, bahwa rejekimu ada ditangan-Nya, bagaimana karunia-Nya akan meliputi kehidupanmu jika engkau nyata-nyata membangkangi perintah dan larangan-Nya.
Berikut ada sebuah hadits, yang mana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan efek negatif mengkonsumsi sesuatu yang haram:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى:
وَقاَلَ تَعَالَى:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ.[رواه مسلم]
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firman-Nya: Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah.
Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu. Dia mengangkatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Ya Tuhanku, Ya Tuhanku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (Riwayat Muslim)
Ya! Bagaimana doa tolak bala yang engkau kirimkan itu terkabul, jika nyatanya semua yang ada pada hidupmu berasal dari yang haram; rumah dan kendaraan dari cicilan riba, anak istri disuapi dengan hasil riba, biaya sekolah dsbg semuanya tercampur antara yang haram dengan yang halal.
Berikutnya, salah satu cara untuk membuka pintu rejeki adalah dengan bersilaturrahim dengan saudara, sebagaimana sabdanya:
Namun lagi-lagi riba akan menghalangimu dari pintu rejeki ini, bagaimana? Sederhana, siapa pula dari saudara dan kolegamu yang akan mau memberi pinjaman kepada seseorang yang terlilit hutang apalagi aset-asetmu telah tergadaikan? Apalagi untuk mengajakmu berbisnis atau menginvestasikan uangnya kepadamu, lebih tidak ada lagi yang sudi, bukankah begitu?
yang demikian, merupakan hukuman dari Allah Ta’ala selagi di dunia, yang hakikatnya adalah teguran untuk segera kembali kepada-Nya sebelum ajal yang menjemput terlebih dahulu.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا
قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” . Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan“.(QS Thaha: 124-126)
Terakhir, bertakwa adalah kunci pintu rejeki yang tertutup itu, takwa dengan makna menjauhi larangan dan menjalankan perintah-Nya.
Allah Ta’ala memberikan sebuah jaminan pada firman-Nya:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS At Thalaq: 2-3)
Beranilah untuk keluar dari lingkaran hitam tersebut, mulailah kehidupan yang baru meski harus dari nol kembali, karena yang dimulai dengan yang baik akan tumbuh dengan keberkahan, dan mempertahankan sesuatu yang haram tidak akan menenangkan.
Muhammad Hadrami, LC.
Alumni Fakultas Syariah LIPIA Jakarta