Rasa Memiliki


Di antara tabiat manusia adalah rasa memiliki sesuatu. Islam menyeru untuk menghormati tabiat ini dan mengharamkan berlaku sewenang-wenang terhadap hak milik orang lain. Atas dasar inilah, seseorang tidak berhak mengambil harta atau barang pribadi orang lain kecuali dengan izin dan kerelaannya. Wajib bagi suami istri untuk saling menghargai kepemilikan satu sama lain, terutama harta, dan ini penting demi menambah rasa saling percaya, keakraban, cinta, dan saling menghargai. Allah ta’ala berfirman,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا


Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya (Qs. an-Nisa : 4)


Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيْبٍ نَفْسٍ مِنْهُ


Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya (Shahih al-Jami’)


Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ ». فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ


Siapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah wajibkan baginya Nereka dan haramkan baginya Surga.” Maka seseorang berkata kepada beliau, “Walaupun itu barang kecil, wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab,”Meskipun hanya sepotong kayu siwak.” (Shahih Muslim)


Hadis ini menunjukkan ancaman keras bagi siapa yang bertindak sewenang-wenang terhadap harta orang lain tanpa alasan yang benar, meskipun itu hanya barang yang kecil. Sebagian suami mengambil harta istrinya tanpa kerelaannya, atau memaksanya untuk kontribusi anggaran rumah, padahal ini haram, memperburuk citra di hadapan istrinya. Ini juga akan melemahkan kepemimpinannya di atas perempuan. Namun jika istri rela memberikan hartanya kepada suami maka tidak mengapa. Begitu pula sebagian istri, mereka mengambil harta suami tanpa izinnya, atau menggunakan harta suami dengan cara tidak tepat, bahkan terkadang digunakan untuk kemungkaran, ini juga tidak boleh.


Wallahu A’lam


Sumber :


Dinukil dari “ Tis’un Wa Tis’una Fikrah li Hayah Zaujiyah Sa’idah”, karya : Dr. Musyabbab bin Fahd al-Ashimi (ei, hal. 183)

 


Amar Abdullah bin Syakir

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *