Waktu bergulir begitu cepat, hitungan jam, hari, minggu hingga bulan pun seperti berlalu tanpa terasa. Sehingga kita akan kembali didatangi oleh Bulan Ramadhan, bulan puasa dan ibadah.
Namun, sebelum memasuki bulan ini, hendaklah masing-masing kembali mengingat keadaannya di tahun lalu, apakah ia melaksanakan puasa sebulan penuh hingga tuntas? atau apakah ia pernah tidak puasa sehari atau beberapa hari karena ada sebab, safar misalnya, atau haidh bagi kaum wanita. Jika iya, dan ia belum mengganti seluruhnya, atau masih tersisa beberapa hari hutang puasanya, maka hendaklah ia segera menggantinya, selagi masih tersisa hari bulan Sya’ban, mengapa? Karena mengganti puasa Ramadhan hukumnya wajib, dan waktu tenggang yang diberikan untuk menggantinya adalah setahun lamanya sebelum masuk ke Ramadhan berikutnya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Dan Aisyah Radhiyallahu Anha berkata:
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَاَنَ
Dulu saya tidak pernah memiliki utang puasa ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhari 1950 & Muslim 1146)
Sebagian orang mungkin masih bertanya-tanya, mengapa harus diganti juga, tidak dibiarkan apa yang sudah terlewat biarkanlah berlalu.
Jawabannya yaitu puasa Ramadhan hukumnya wajib bahkan salah satu rukun Islam, maka meninggalkannya begitu saja adalah dosa besar, dan jika berkeyakinan bahwa ia bukanlah kewajiban, maka dikhawatirkan telah kufur dari Islam.
Simak hadits berikut yang menggambarkan beratnya kelak siksaan bagi orang yang membatalkan puasanya:
عَنْ أَبْي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
Dari Abu Umâmah al-Bâhili, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Aku menjawab, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, maka aku bertanya, “Suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung mulut mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”. [HR. Nasâ’]
Maka dari itu, jangan sampai meremehkan urusan puasa ini, dan berikanlah juga peringatan kepada orang-orang terdekat kita, dari keluarga, tetangga dan teman-teman.