Berbicara tentang orang-orang hebat dan pencapain-pencapaiannya, berarti kita harus menyingkap tabir dibalik kesuksesannya, dan Salahuddin Al Ayyubi adalah salah satu dari mereka.
Salahuddin adalah julukan, dan nama aslinya adalah Yusuf bin Ayyub, semoga Allah Ta’ala merahmati dan membalas kebaikannya. Salahuddin lahir di Tikrit pada tahun 532 H, dan meninggal di Damaskus pada tahun 589 H. Beliau hidup dijaman yang mana kaum muslimin terhina dan tertindas dengan ekspansi dan jajahan Tentara Salib ke negeri-negeri Arab, ditambah pula dengan melemahnya kekuatan Khilafah Abbasiyah saat itu, dan berkuasanya Bani Fathimiyyah dari sekte Syiah di Mesir.
Maka Salahuddin Al Ayyubi sedari kecil memang seakan telah dipersiapkan untuk mengangkat kembali kemuliaan Islam dan kekuasaannya, maka sejarah mencatat bahwa beliau sejak dini dididik mengenal islam, dari dasar-dasarnya, fikih dan qiraah Al Qur’an, maka inilah yang membentuk kesalehan dan ketakwaan beliau. Dan tidak cukup sampai disitu, karena untuk menjadi seorang ‘Muslih’ (pembaharu) dibutuhkan untuk menguasai banyak keterampilan selain kesalehan yang bersifat terbatas untuk diri sendiri, maka beliau juga ditempah dengan didikan ala militer, beliau diajarkan berkuda, panahan dan senjata-senjata perang lainnya. Maka inilah yang membentuk jiwa ksatria seorang Salahuddin Al Ayyubi.
Dan jadilah beliau berikutnya dikenal sebagai salah satu pahlawan islam terbesar sepanjang masa; dari jasanya dalam membebaskan Baitul Maqdis dari kaum salibis, menumbangkan kekuasaan Syi’ah Bani Fathimiyyah di Mesir, hingga berikutnya mendirikan daulah dibawah naungan Khilafah Abbasiyah yang dikenal dengan Daulah Ayyubiyyah dengan kekuasaan yang membentang dari Mesir, Syam, Hijaz, Tihamah hingga Yaman.
Namun dengan kekuasaan yang begitu besar, tindak menjadikan Salahuddin Al Ayyubi sebagai seorang diktator apalagi penumpah darah, justru sebaliknya; Sejarah mencatat moment dimana sebagian pemeluk kristen masuk islam sesaat setelah Salahuddin membebaskan Baitul Maqdis, hal tersebut karena mereka salut dan terharu; dimana Salahuddin tidak menumpahkan darah orang-orang kristen disana, tidak sama dengan tentara salib yang membantai habis kaum muslimin ketika mereka berhasil menaklukkan Baitul Maqdis.
Akan tetapi dengan sifat pemaaf tersebut bukan berarti beliau disaat yang sama mentolerir setiap kesalahan, lihat bagaimana beliau menumbangkan kekuasaan Syi’ah Fathimiyyah yang telah berkuasa sekian ratus tahun karena mereka semakin rusak dan merusak, dan untuk dalam lingkup kekuasaannya sendiri ia sangat menjaga ketakwaan dirinya dan para prajuritnya, karena ia sangat paham bahwa maksiat dapat mengangkat keberkahan dan menurunkan bala’.
Islam sudah berumur lebih dari 1400 tahun, jumlah kaum muslimin pun kini tercatat lebih dari 1 miliar jiwa populasinya, namun sejak khilafah runtuh ditahun 1924 M praktis kekuatan kaum muslimin semakin melemah karena kita kini terkotak-kotak oleh negara masing-masing, pendidikan nilai nasionalisme yang salah kaprah hingga menghapuskan nilai ukhuwwah islamiyah pada diri generasi terkini, maka untuk menjemput kembali kejayaan itu, bukan dengan menunggu! Karena pahlawan tidak lahir dalam satu malam! Namun ia adalah seorang anak yang didik baik oleh orangtuanya, seorang murid yang mendapatkan pendidikan terbaik dari gurunya, dan seterusnya. Maka kuncinya adalah setiap kita mengoptimalkan perannya sesuai kemampuan masing-masing untuk membangkitkan generasi emas itu kembali!
Sumber: Mawdoo3.com
Muhammad Hadhrami, Mahasiswa Fakultas Syari’ah LIPIA JAKARTA.