Ragam Kekhawatiran Wanita Hamil dan Menyusui Sehingga Meninggalkan Puasa Ramadhan (Serial Soal Jawab Puasa Ramadhan, 3)

Soal :

Bagaimana hukumnya sekiranya wanita yang hamil dan wanita yang sedang menyusui berbuka karena khawatir atas diri mereka saja ?

Jawab :

Jika wanita yang hamil khawatir atas dirinya walaupun dia tidak sakit, demikian pula wanita yang sedang menyusui, maka boleh bagi mereka berdua untuk berbuka, dan keduanya wajib meng-qadha.

Dalilnya bahwa Allah mewajibkan puasa atas setiap muslim, dan Allah berfirman tentang orang yang sakit dan orang yang musafir :

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain (Qs. Al-Baqarah : 185), padahal keduanya berbuka dengan sebab ada uzur. Jika tidak gugur qadha dari orang yang berbuka karena ada uzur penyakit atau perjalanan, maka tidak gugurnya qadha dari orang yang berbuka hanya karena ketenangan tentu lebih utama.

Soal :

Bagaimana hukumnya sekiranya wanita yang hamil dan wanita yang sedang menyusui berbuka karena khawatir atas bayi mereka saja ?

Jawab :

Keduanya wajib mengqadha dan memberi makan (fidyah). adapun wajib qadha karena mereka berdua berbuka. Dan adapun wajib memberi makan karena keduanya berbuka untuk kepentingan selain mereka berdua (bayi mereka), maka keduanya wajib memberi makan. Ibnu Abbas –semoga Allah meridhainya- berkata, “Wanita yang menyusui dan wanita hamil jika khawatir atas keselamatan bayinya, mereka berdua boleh berbuka, dan mereka berdua memberi makan (HR. Abu Dawud)

Soal :

Bagaimana hukumnya sekiranya wanita yang hamil dan wanita yang sedang menyusui berbuka karena khawatir atas diri mereka berdua sekaligus bayi mereka ?

Jawab :

Keduanya wajib meng-qadha, tidak wajib memberi makan; karena paling-paling keadaan mereka berdua sama seperti orang yang sakit dan orang yang musafir saja, dan karena condong ke pihak ibu.

Wallahu A’lam

Sumber :    

Dinukil dari, “Shahih Fiqih Wanita“, Dikumpulkan dan disusun oleh : Abu Anas, Shalahuddin Mahmud as-Sa’id (hal. 190)

Amar Abdullah bin Syakir

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *