Termasuk perkara yang hendaknya diperhatikan dan lazimi oleh orang-orang yang berpuasa adalah menjaga puasa mereka dari hal-hal yang akan mengurangi nilainya dan akan menghilangkan pahalanya.
Imam Muslim di dalam shahihnya meriwayatkan bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, sedangkan ia datang pula dengan membawa dosa mencaci orang ini, menuduh orang ini, memakan harta orang ini (dengan cara yang batil), menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka, orang ini akan diambil kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada orang yang dizhaliminya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sementara dosa belum terlunasi, maka dosa-dosa mereka ditimpakan kepadanya sehingga ia dilemparkan ke dalam Neraka.’
Maka, meskipun orang ini mengerjakan shalat, puasa dan zakat, namun sungguh ia telah kehilangan pahala amal-amal tersebut, ia telah merugi tidak dapat mengumpulkan ganjarannya disebabkan karena anggota tubuhnya melakukan tindak kezhaliman dan pelanggaran, dan disebabkan apa yang diupayakan oleh lisannya berupa celaan dan tuduhan dusta, sehingga ia termasuk golongan orang-orang yang bangkrut.
Dan oleh karena itu, maka termasuk hal yang hendaknya seorang muslim mengambil faedah dari puasanya dan memanen dari ketaatannya yang agung ini adalah hendaknya ia mengetahui bahwa wajibnya berpuasa dari makan, minum dan seluruh perkara yang membatalkan puasa waktunya di bulan Ramadhan adalah dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Adapun puasa dari perkara yang diharamkan, maka waktunya adalah sepanjang hari sepanjang tahun, bahkan sepanjang umur manusia.
Jadi, seorang muslim itu berpuasa di hari-hari bulan Ramadhan dari hal-hal yang dibolehkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-di selain bulan Ramadhan dan ia pun berpuasa dari hal-hal yang diharamkan-Nya. Dan, ia pun berpuasa dari perkara haram sepanjang hidupnya. Hal itu karena shaum (puasa) secara bahasa adalah imsak dan imtina’ (menahan dan mencegah diri). Maka, menahan dan mencegah mata, lisan, telinga, tangan, kaki dan kemaluan dari sesuatu yang dilarang berupa perkara haram, itulah puasa dari sisi bahasa, dan hal itu wajib atas seorang insan semasa waktu hidupnya dan sepanjang umurnya.
Mata -misalnya-disyariatkan untuk digunakan untuk memandang apa-apa yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- perbolehkan dan dilarang menggunakannya untuk memandang kepada hal-hal yang haram, seperti memandang kepada wanita-wanita asing (wanita-wanita yang bukan mahram), atau memandang kepada hal-hal yang disebarkan oleh banyak channel-channel, situs-situs dan layar kaca berupa adegan-adegan porno dan film-film tidak senonoh serta pemandangan-pemandangan yang menjijikan, dan lain sebagainya. Pencegahan mata dari memandang hal-hal tersebut merupakan puasa darinya, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.
Telinga, disyariatkan untuk digunakan untuk mendengarkan apa yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-perintahkan dan hal-hal yang diperbolehkan. Dan diharamkan untuk digunakan dalam hal-hal yang tidak diperbolehkan mendengarkannya berupa hal-hal yang melalaikan dan hal-hal yang tidak berguna, atau nyanyian, atau kedustaan, atau gunjingan, atau hal yang lainnya yang diharamkan oleh Alllah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Pencegahan telinga dari mendengarkan hal-hal tersebut merupakan puasa bagi telinga, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.
Tangan, disyariatkan untuk digunakan dalam hal-hal yang Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-perintahkan dan untuk melakukan hal-hal yang diperbolehkan, dan dilarang untuk digunakan dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Pencegahan tangan dari hal-hal yang diharamkan tersebut merupakan puasa bagi tangan, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.
Demikian pula halnya kemaluan, disyariatkan untuk digunakan dalam hal yang dihalalkan. Dilarang digunakan dalam hal yang diharamkan, seperti zina, liwath (homoseksual) dan lainnya. Pencegahan kemaluan dari melakukan hal-hal yang diharamkan tersebut merupakan puasa bagi kemaluan, dan hukumnya terus berlaku dan tidak berhenti.
**
Maka apabila seorang muslim tahu bahwasanya di bulan Ramadhan ia harus meninggalkan perkara yang dihalalkan oleh Allah-عَزَّوَجَلَّ-baginya karena Allah-عَزَّوَجَلَّ- mengharamkan hal itu terhadap dirinya di hari-hari bulan Ramadhan, maka hendaknya pula ia tahu bahwa Allah-عَزَّوَجَلَّ- telah mengharamkan terhadap dirinya perkara-perkara haram selama hidupnya dan sepanjang umurnya.
Atas dasar itu, maka seorang muslim haruslah mencegah dirinya dari hal-hal yang diharamkan dan menjauhkan dirinya darinya selamanya karena takut terhadap siksa Allah-عَزَّوَجَلَّ- yang telah disiapkan-Nya bagi orang yang menyelisihi perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang dilarang-Nya. Hendaknya pula ia menjaga dirinya agar tetap berada di atas keadaan tersebut sampai Allah-عَزَّوَجَلَّ-mematikannya, karena sesungguhnya ia akan ‘berbuka’ setelah ‘puasanya’ ini dengan apa yang telah dipersiapkan oleh Allah-عَزَّوَجَلَّ-bagi orang yang mentaati-Nya yaitu berupa kesenangan yang kekal dan karunia yang besar yang tidak pernah terlintas dalam pikiran dan tidak dapat diuraikan secara menyeluruh dengan ungkapan kata-kata.
Wallahu A’lam
Sumber :
Diringkas dari ‘Ash-Shiyam ‘An Maa Harramallah’, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى.
Amar Abdulullah
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor
semoga ilmunya bermanfaat buat kita semuanya
Jazakumullahu khoiron