Ketahuilah, wahai yang senantiasa mentaati Rabbnya bahwa orang yang berpuasa adalah orang yang menahan seluruh anggota tubuhnya dari perbuatan dosa, menjaga lidahnya dari berkata dusta, berbicara keji, dan berkata licik, serta menahan perutnya dari minuman dan makanan, juga memelihara kemaluanya dari perbuatan keji. Kalaupun harus berbicara, dia hanya akan menyampaikan kata-kata yang tidak menodai puasanya. Kalaupun dia harus berbuat, dia hanya akan melakukan sesuatu yang tidak merusak puasanya. Dengan demikian, ungkapan yang keluar adalah kata-kata yang baik dan perbuatannya pun berwujud amal shaleh.
Itulah puasa yang disyariatkan. Maksudnya, puasa yang tidak hanya sekedar menahan rasa lapar dan haus serta hawa nafsu, melainkan puasa yang membentengi diri dari perbuatan dosa dan menahan perut dari makanan dan minuman. Sebagaimana makan dan minum dapat merusak puasa, demikian pula perbutan dosa yang dapat memutuskan pahalanya, merusak hasilnya, hingga akhirnya menempatkan pelakunya pada posisi yang sama dengan orang yang tidak berpuasa.
Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– sendiri telah memerintahkan orang Muslim yang berpuasa untuk menghiasi diri dengan akhlak yang mulia serta menjauhi perbuatan keji dan kata-kata kotor, pembicaraan hina dan sesuatu yang tidak berguna. Semua hal buruk tersebut, sekalipun orang muslim diperintahkan untuk menjauhi dan menghindarinya setiap hari, sesungguhnya larangan itu lebih ditekankan pada saat menjalankan puasa wajib.
Dengan demikian, setiap muslim yang menjalankan ibadah puasa wajib menjauhi segala perbuatan yang dapat menodai puasanya sehingga dia bisa memperoleh manfaat dari puasa yang dijalankannya. Selain itu, tercapai pula ketakwaan yang disebutkan oleh Allah ta’ala di dalam firmanNya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Qs. Al-Baqarah : 183)
Puasa merupakan sarana penghubung menuju ketakwaan karena puasa bisa menahan diri dari berbagai macam kemaksiatan yang senantiasa menjadi incarannya. Hal itu didasarkan pada sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– “Puasa adalah perisai.”
Wallahu a’lam
Sumber : Shifatu Shiyami an-Nabiy Fii Ramadhan, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali al-Halabi, dengan sedikit gubahan
Amar Abdullah bin Syakir