Soal :
Mengapa Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengkhususkan puasa dengan firman-Nya,
اَلصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya. ?
Jawab :
Syaikh-رَحِمَهُ اللهُ-menjawab,
“Hadis ini adalah hadis qudsi, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-meriwayatkannya dari rabbnya, di dalamnya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
‘Setiap amal anak Adam baginya, kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya [1]
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengkhususkannya (puasa) untuk diri-Nya sendiri; karena puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dan rabbnya. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Karena sesungguhnya ibadah itu ada dua macam :
1-Ibadah yang nampak, karena berbentuk perkataan atau perbuatan
2-Ibadah yang tersembunyi, karena dalam bentuk ‘meninggalkan’. Sesungguhnya meninggalkan itu tak seorang pun yang mengetahuinya selain Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Maka, orang yang berpuasa ini, ia meninggalkan makannya, minumnya dan syahwatnya kerena Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, di suatu tempat yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali rabbnya. Maka, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengkhususkan puasa itu untuk diri-Nya karena tampaknya keikhlasan yang sempurna di dalamnya, dengan apa yang telah kami isyaratkan.
Para ulama berbeda pendapat tentang makna penyandaran ini. Sebagian mereka mengatakan, bahwa maknanya adalah sebagai bentuk pemuliaan terhadap puasa dan untuk menjelaskan keutamaannya, dan bahwa pada amal tersebut tidak akan ada semacam pengambilan pahala kebaikannya dari orang berpuasa kemudian diberikan kepada orang lain di akhirat kelak disebabkan karena tindak kezhalimanya terhadap orang lain. Yakni, seseorang itu bila mana ia pernah menzhalimi orang lain, maka pada hari Kiamat kelak orang yang dizhaliminya tersebut akan mengambil kebaikan-kebaikannya kecuali puasa, sesungguhnya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mengkhususkannya untuk diri-Nya sendiri, maka Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan menanggung dari orang yang berbuat zhalim itu apa-apa yang masih tersisa dari kezhalimannya, dan tetaplah pahala puasa itu murni untuk-Nya.
Wallahu A’lam
Sumber :
Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, jilid 7, halaman 180 (Soal No. 376)
Amar Abdullah bin Syakir
Catatan :
[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, kitab ash-Shaum, bab : Hal yaqulu Innii shaa-imun idza syutima, no (1904)
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor.