“Allah memiliki banyak rahasia di dalam hukum-hukum ibadah, yang tak diketahui oleh akal secara rinci, meski akal mengetahuinya secara global.”
(Ibnul Qayyim)
***
Kenapa Kita Berpuasa ?
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mewajibkan puasa kepada kita, dan mewajibkannya di dalam kitab-Nya yang mulia. Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [البقرة : 183]
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al-Baqarah : 183)
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga menegaskan kewajiban puasa melaui lisan Nabi-Nya-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam didirikan di atas lima (rukun) ; yakni, bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.” (Muttafaq ‘Alaih)
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mewajibkan puasa Ramadhan, memberikan pahala bagi orang yang berpuasa, dan mengancam orang yang dengan sengaja tidak berpuasa, karena orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti masuk Surga melalui pintu yang khusus hanya untuk mereka saja, namanya pintu Ar-Rayyan :
أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Dikatakan, ‘Manakah orang-orang yang berpuasa ?’ Mereka kemudian berdiri (lalu masuk Surga), tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka. Ketika mereka sudah masuk, pintu itu ditutup, tidak ada seorang pun yang masuk melaluinya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Inilah pahala orang yang berpuasa…
Lalu, kenapa kita harus berpuasa ?
Apakah Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menginginkan kita lapar dan dahaga, melelahkan tubuh kita dengan dahaga dan tidak makan ?
Apakah Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menginginkan kita menahan diri dari semua hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari saja ?
Atau, apakah di balik syariat puasa ini terdapat banyak rahasia, tujuan, hikmah dan faedah ?
Mengingat yang mewajibkan kita berpuasa adalah Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, karena itulah Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak mensyariatkan suatu perintah pun kepada seorang mukmin, melainkan di baliknya pasti terdapat banyak rahasia besar dan faedah-faedah besar yang diketahui oleh orang yang mengetahuinya, dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.
Agar Kamu Bertakwa
Al-Qur’anul Karim secara nash menyebutkan bahwa di antara tujuan utama puasa dan di antara maksudnya yang luhur adalah mewujudkan takwa. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [البقرة : 183]
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (al-Baqarah : 183)
Seakan, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman, “Berpuasalah kamu, niscaya kamu bertakwa.”
Ayat ini menyelipkan sebuah isyarat dan petunjuk yang jelas, bahwa hanya sekedar beriman kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-sebagai Rabb saja tidaklah mendatangkan ketakwaan bagi seorang mukmin. Akan tetapi selain dengan iman, harus dibarengi penerapan, baik dalam bentuk ucapan atau pun perbuatan, dan menjalankan ibadah-ibadah yang dapat mewujudkan takwa. Dan di antara ibadah-ibadah paling mulia yang dapat mewujudkan takwa adalah ibadah menahan diri dari segala syahwat (puasa), dan mendekatkan diri kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dengan meninggalkan makan, minum dan syahwat.
Bulan puasa adalah kempatan yang tepat sekali untuk merealisasikan tujuan itu, karena orang yang berpuasa itu menjalani kondisi spiritual yang transparan dan kebahagiaan iman yang sempurna, karena ia dekat dengan Allah ta’ala, dan jiwanya siap untuk berinteraksi dengan takwa.
Apakah Takwa Itu ?
Pertanyaannya, apakah takwa yang ingin dicapai dari pelaksanaan ibadah puasa ?
Takwa adalah menjaga diri dengan menjalankan ketaatan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, agar terhindar dari hukuman-Nya.
Ketika kita merujuk sejarah kita yang penuh dengan ilmu, kita akan menemukan ragam redaksi orang-orang shalih dalam menyebutkan dan mendefinisikan takwa.
Menurut Umar bin Abdul Aziz-رَحِمَهُ اللهُ-, takwa adalah menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Takwa bukanlah banyaknya puasa atau pun lamanya berdiri shalat malam.
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, ia medefinisikan takwa lalu berkata, “Takwa adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Luhur, mengamalkan al-Qur’an, menerima rizki yang sedikit, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.”
Ubay bin Ka’ab-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-menjelaskan takwa agar lebih mudah dipahami. Suatu ketika, al-Faruq-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- bertanya kepadanya tentang takwa, ‘Apakah takwa itu ?’ Lalu Ubay menjawab, ‘Wahai Amirul Mukminin ! Apakah engkau pernah berjalan di suatu jalan yang ada durinya pada suatu hari ?’ Ya, pernah’, jawab Umar. Ubay kembali berkata, ‘Lalu apa yang engkau lakukan ?’ Umar menjawab, ‘Aku mengangkat bajuku, agar aku bisa melihat letakan pijakan kakiku’. Ubay kemudian berkata, ‘Itulah takwa.’
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Asrar Ash-Shiyam Wa Ahkamuhu ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, Dr. Thariq as-Suwaidan, ei.hal.30-32.
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor