Persoalan Doa Berbuka Puasa (Bagian 2)

بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Derajat Hadis : Lemah Sekali

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Ausath (7/298) (549), al-Bahaqiy di dalam Tarikh Ashbahaan (2/217-218), Daruquthni di dalam al-Afraad [sebagaimana (disebutkan) di dalam Ath-Raafu al-Gharaa-ib, karya : al-Maqdisiy 92/36) (699)]

Dari jalur periwayatan Ismail bin Amru, (ia berkata) : menceritakan kepada kami Dawud bin az-Zabraqaan (ia berkata) menceritakan kepada kami Syu’bah dari Tsabit al-Bunaniy dari Anas bin Malik –semoga Allah meridhainya-, ia berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ : ….

Lalu ia menyebutkannya (doa tersebut di atas).

Daruqutniy di dalam al-Afraad berkata [sebagaimana (disebutkan) di dalam ath-Tharaa-if al-Ghariib (2/360] : Ghariib, dari hadis Syu’bah dari Tsabit. Dawud bin az-Zabraqaan menyendiri dalam meriwayatkannya darinya. Dan Ismail bin Amru al-Bajaliy menyendiri pula dalam meriwayatakannya darinya (Dawud)

Dan dengan semisal ungkapan ini juga (imam ath-Thabrani) berkata di dalam al-Mu’jam al-Ausath (7/298), yakni : Dawud bin az-Zabraqaan meriwayatkannya secara menyendiri dari Syu’bah di antara para sahabatnya. Maka, ia meriwayatkannya secara menyendiri dan tidak ada seorang pun yang menguatkannya.

Dan isnad ini ma’lul (cacat) dengan dua illat :

Illat yang Pertama, Ismail bin Amru al-Bajaliy menyendiri dalam meriwayatkan hadis ini dari Dawud ini. Sementara Ismail ini adalah seorang perowi yang lemah dalam meriwayatkan hadis.

Abu Hatim mengatakan : dia seorang dha’if al-Hadis. Dan Ibnu ‘Adiy mengatakan : dia seorang perowi yang lemah, dan ia meriwayatkan dari Mis’ar selain hadis yang munkar, tidak pula ada yang menguatkannya. Imam Daruquthniy mengatakan : Dha’if (ia seorang yang lemah). Ibnu Hibban menyebutkan perowi ini di dalam ats-Tsiqaat. Dan, Imam adz-Dzahabi mengatakan : Ibnu ‘Adiy dan sejumlah pakar kritikus hadis melemahkannya.[1]

Illat yang Kedua, Dawud bin az-Zabraqaan merupakan syaikhnya Ismail bin Amru

Dia adalah Dawud bin Az-Zabraqaan ar-Ruqaa-syii Bashriy (Berasal dari Bashrah) pernah singgah dan tinggal di Baghdad. Ibnu Ma’in berkata tentangnya : Laisa Bi Tsiqqah (ia bukan seorang perowi yang kredibel)

Abdullah bin ‘Aliy bin al-Madiniy dari Ayahnya Ibnu al-Madiniy berkata : aku mencatat riwayat darinya sedikit sekali dan aku mencampakkannya dan beliau sangat melemahkannya sekali.

Imam al-Bukhari berkata : Muqaarib al-hadits. Abu Dawud berkata : dha’if (lemah). Di tempat lain, Abu Dawud mengatakan : Laisa bisyai-in. Di tempat yang lain, beliau mengatakan, “Laisa Bi Tsiqqah” (beliau bukan seorang perowi yang tsiqqah (kredible).

Imam an-Nasai berkata : Laisa Bi Tsiqqah.  Abu Zur’ah berkata : Matruuk. Abu Hatim berkata : Dha’if al-Hadits, Dzaa-hibul Hadits. Al-Jauzijaaniy berkata : Kadzdzab (seorang pendusta)

Ibnu ‘Adiy –setelah menyebutkan beberapa hadis yang diriwayatkannya, ia berkata tentangnya : Dawud bin az-Zabraqaan memiliki (meriwayatkan) hadis yang cukup banyak selain yang telah aku sebutkan, pada umumnya apa yang diriwayatkannya dari orang-orang yang meriwayatkan darinya tak seorang pun yang menguatkannya. Ia termasuk kalangan perowi yang lemah yang menulis hadis mereka.

Sa’id bin ‘Amru al-Bardza’iy berkata : aku pernah berkata kepada Abu Zur’ah, (bagaimana halnya dengan) Dawud az-Zabraqaan ? ia menjawab : matruukul hadist. Aku katakan lagi : apa pedapatmu apakah kita menyebut-nyebut darinya atau kita menulis hadisnya ? ia menjawab : tidak. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : Matruuk dan al-Azdiy menganggapnya “pendusta”. [2]

Dan oleh karena perowi yang bernama Dawud inilah al-Hafizh Ibnu Hajar menganggap cacat dan melemahkan hadis ini, di mana ia berkata di dalam kitabnya yang berharga “at-Talkhiishu al-Habiir (2/802) “isnadnya lemah, di dalamnya ada seorang perowi bernama Dawud bin az-Zabraqaan dan dia Matruuk”. Selesai perkataan beliau.

Dan al-Hafizh al-Haitsami di dalam Majma’ az-Zawa-id (3/159) berkata : Diriwayatkan oleh ath-Thabraniy, di dalamnya ada seorang perowi bernama Dawud az-Zabraqaan, ia adalah seorang perowi yang lemah.

Syaikh al-Albani-di dalam Irwa-ul Ghaliil (4/38) juga menganggap cacat hadis tersebut karena adanya seorang perowi yang bernama Dawud (az-Zabraqaan)

Wallahu a’lam

Penulis : Amar  Abdullah bin Syakir

Sumber :

Dinukil dari “” Tahdziir al-Khillaani Min Riwaayati al-Ahaadiitsi Adh-Dha’iifah Haula Ramadhan “ (Hadiitsu ad-Du’a ‘Inda al-Ifthar), karya : Abu Umar Abdullah Muhammad al-Hamaadiy (Penasehat Utama di Kementrian Keadilan, Urusan Islam dan Wakaf, Uni Emirat Arab), Penerbit : Daar Ibnu Hazm (hal.78-79)

 

[1]  Aj-Jarh Wa At-Ta’dil (2/190), al-Kamil (1/525), al-Mughniy Fii adh-Dhu’afaa (1/128)

[2]  Lihat : Tahdziibu al-Kamaal (8/392), al-Jarh Wa at-Ta’diil (3/412), Miizaanu al-I’tidal (3/11) al-Kamil, karya : Ibnu ‘Adiy (3/564), Ahwaalu ar-Rijal, karya : al-Jauzajaaniy (hal.111), Taariikh Baghdaad (8/353), Taqriib at-Tahdziib (hal. 305)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *