Perlu bagi seorang dai memberikan teladan dari apa yang ia dakwahkan, baik dalam bentuk perkataan ataupun amalan, jangan sampai perbuatan keseharian seorang dai berbeda dari apa yang ia dakwahkan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan keadaan orang yang perbuatannya menyelisihi perkataannya, beliau bersabda:
يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ: يَا فُلاَنُ، مَا لَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: بَلَى، قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Didatangkan pada hari kiamat seorang lelaki lalu dilempar ke dalam api neraka, dalam keadaan ususnya terburai keluar. Lalu dia berputar seperti keledai yang berputar pada batu penggilingnya. Penduduk neraka kemudian berkumpul mengerumuninya lalu bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dahulu yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Benar. Akan tetapi, aku mengajak kepada kebaikan sementara aku tidak melakukannya dan aku mencegah dari kemungkaran sementara aku sendiri melakukannya.” (HR. Muslim)
Inilah keadaan orang yang menyeru kepada Allah subhanahu wata’ala, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari yang munkar, akan tetapi perkataannya menyelisihi perbuatannya dan perbuatannya menyelisihi apa yang ia katakan naudzubillah min dzalik.
Perkara terpenting yang harus menjadi perhatian seorang dai adalah mengamalkan apa yang ia dakwahkan, hendaknya ia menyadari bahwa orang-orang yang dinasehatinya ingin melihat praktek nyata dari apa yang telah disampaikan. Mereka tentu tidak ingin seorang dai yang seolah mengatakan, “Laksanakanlah apa yang saya katakan dan tidak usah melihat bagaimana perbuatan saya,” yang mereka ingin adalah melihat kesesuaian antara perkataan dan perbuatan seorang dai.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diibaratkan sebagai Al-Qur’an yang berjalan, karena beliau benar-benar mempraktekkan semua hal yang beliau perintahkan, dan menjauhi semua hal yang beliau larang, disamping beliau juga memiliki akhlaq yang terpuji dalam berdakwah dan jauh dari akhlaq tercela.
Bisa jadi orang umum berbeda-beda dalam memahami perkataan seorang dai, masing-masing menangkap sesuai yang ia paham, namun mereka akan memiliki pemahaman yang sama setelah melihat langsung satu perbuatan dengan mata kepala mereka sendiri. Oleh karena itu akan lebih muda bagi seorang dai untuk menyampaikan suatu perkara kepada orang lain, kemudian dia mencontohkannya.
Bukti nyata yang ditunjukkan akan hal tersebut adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab tentang mengambil teladan langsung dari perbutan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Nabi shallallahua ‘alaihi wasallam pernah memakai cincin dari emas kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya aku pernah memakai cincin dari emas,” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melepas dan membuangnya seraya berkata, “Aku tidak akan memakainya lagi selama-lamanya,” maka setelah itu para sahabat membuang cincin-cincin mereka dan tidak memakainya lagi.
Ibnu Batthal berkata dalam mengomentari hadits ini, “Beliau melepas cincinnya maka para sahabatpun mengikutinya.”
Dalam peristiwa Hudaibiyah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh para sahabat untuk ber-tahallul (mencukur rambut), namun para sahabat sedikit melambat, mereka berharap agar diizinkan berperang dahulu, baru setelah itu mereka ber-tahallul. Maka seketika itu Ummu Salamah istri Nabi berkata kepada beliau, “Keluarlah engkau kepada mereka dahulu, kemudian cukurlah rambutmu dan sembelihlah sembelihanmu,” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan usulan Ummu salamah, maka seketika itu juga para sahabat langsung meniru perbuatan beliau.
Kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa perbuatan seorang dai lebih berpengaruh dibanding perkataannya.
Sumber: “Buku Al-Amru bil Ma’ruf Wan Nahyu ‘Anil Munkar” karangan: Syaikh Abdullah Al-Wathban dan Syaikh Muhammad Al-Mahdaliy.
Disusun ulang oleh : Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet