Sebagian masyarakat telah menjadikan perayaan tahun baru sebagai tradisi dan budaya, terus-menerus hanyut dalam euforia berlebihan dengan kembang api dan hiburan hingga larut malam. Kebiasaan tersebut tidak memiliki nilai budaya yang positif, harusnya dengan bergantinya tahun kita harus introspeksi diri apa yang menjadi kekurangan di tahun sebelumnya.
Berbeda dengan Kota-kota lainnya, Pemerintah Kota Banda Aceh menerbitkan surat edaran tentang pelarangan bagi warga Aceh untuk merayakan tahun baru masehi 2016. Surat edaran dikeluarkan oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forumkopimda) serta Majelis permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Selebaran itu sudah ditempel di beberapa sudut kota. Warga diminta tetap berada di rumah atau melakukan rutinitas seperti biasa, tanpa ada kegiatan untuk merayakan pergantian tahun baru di Banda Aceh.
Tak hanya itu, pesta petasan dan selebrasi tiup trompet saat pergantian tahun baru juga dilarang. Termasuk dilarang melakukan konvoi menyambut pergantian tahun masehi tersebut. Kebijakan ini dikeluarkan sejak tanggal 1 Desember 2015 lalu. Dalam surat edarannya disebutkan, perayaan tahun baru bertentangan dengan syiar agama Islam serta tidak sesuai dengan budaya, adat istiadat masyarakat Aceh.
“Kita akan lakukan razia mencari penjual marcon, di setiap sudut kota Banda Aceh, serta melihat seluruh kafe, hotel yang mempersiapkan tempatnya untuk perayaan tahun Baru,” kata Kasi Peraturan Perundang-undangan dan Syariat Islam, Evendi A Latif sebagaiman dilansir Jawapos.com, Selasa (22/12/2015).
Razia dilakukan bersama-sama dengan personil WH Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh serta dibantu penuh oleh TNI dan Polri. Sementara itu, Wakil Ketua MPU Aceh. Tgk.H. Faisal Ali, menginginkan masyarakat Aceh tidak membesar-besar perayaan yang bukan perayaan untuk orang Islam.