Nikmatnya Hidayah ..

Nikmatnya Hidayah ..

Allah ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surat Al-An’aam ayat 125

فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجٗا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي ٱلسَّمَآءِۚ كَذَٰلِكَ يَجۡعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ

Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Al-An’aam 125 )

Dalam ayat ini Allah menggambarkan tentang orang-orang yang diberikan hidayah dan orang yang jauh dari hidayah. Orang yang jauh dari hidayah akan Allah jadikan dadanya sempit, hidupnya susah, meskipun hidupnya dipenuhi dengan kenikmatan duniawi. Mereka diibaratkan seperti orang yang naik ke puncak gunung, dimana orang-orang yang melihatnya dari bawah seperti orang yang telah bebas dan berhasil, akan tetapi kenyataannya dia bernafas dengan susah payah.

Demikianlah perumpamaan orang-orang yang belum mendapatkan hidayah, seakan-akan kita melihat bahwa mereka telah mendapatkan segala kenikmatan dunia, mereka bisa melakukan apa yang mereka kehendaki, akan tetapi mereka menjalani hidup dengan tidak bahagia. Mereka tidak merasakan kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan yang dirasakan oleh seorang muslim yang mungkin hidup dalam keterbatasan namun hati mereka dipenuhi dengan iman dan qona’ah kepada . Allah ta’ala

Sempitnya hidup yang Allah gambarkan dalam ayat di atas tentunya dirasakan oleh orang-orang yang dahulu masih terjerumus dalam lautan kemaksiatan. Mereka pasti merasakan kegelisahan, kebimbangan dan keraguan, bahkan tidak tahu tujuan hidup kita tatkala itu, padahal mungkin saat itu mereka memiliki harta yang banyak. Akan tetapi tatkala mereka meninggalkan itu semua, lalu mulai duduk di masjid untuk shalat, mendengarkan pengajian, membaca Alquran, maka pasti ada kebahagiaan yang mereka rasakan.

Seperti itulah perpindahan keadaan seseorang yang terjerumus dalam kemaksiatan menuju hidayah. Maka bagaimana lagi keadaan orang yang sebelumnya musyrik, kemudian mendapatkan hidayah untuk masuk Islam. Oleh karenanya jika hidayah telah menyapa seseorang maka dia akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Pada kesempatan ini, kita akan menyampaikan kisah orang-orang yang disapa oleh hidayah, yang terkadang tidak disangkasangka.

Kebanyakan di antara kita mendapatkan hidayah sejak kecil. Kita lahir dalam kondisi kedua orang tua yang telah muslim, sehingga kita tinggal mengikut agama orang tua kita. Akan tetapi ada orang-orang yang dahulunya dalam kesyirikan, yang kemudian Allah beri hidayah kepada mereka untuk mengenal Islam. Orang-orang seperti mereka itu lebih merasakan betapa luar biasanya nikmat hidayah itu. Sebagaimana para sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam

terdahulu, mereka betul-betul mengetahui betapa indahnya Islam karena sebelumnya mereka dalam kesyirikan.
Oleh karenanya tatkala Raja Najasyi memanggil Ja’far bin Abi Thalib tatkala para sahabat berhijrah ke negeri Habasyah untuk bertanya tentang Islam, Ja’far bin Abi Thalib menceritakan,
“Kami dahulu adalah suatu kaum yang jahil, dahulu kami menyembah berhala dan memakan bangkai, dahulu kami melakukan perbuatan keji dan memutus tali silaturahim, dahulu kami buruk dalam bertetangga yang kuat di antara kamu memangsa yang lemah, dan kami masih dalam keadaan seperti itu sampai Allah mengutus kepada kami seorang Rasul dari kalangan kami sendiri. Kami mengetahui nasab dan kejujurannyam amanah dan kehati-hatiannya dalam menjaga kehormatan. Dia mengajak agar kami mengesakan dan menyembah hanya kepada Allah,
Meninggalkan apa yang kami sembah seperti nenek moyang kami berupa patung.

Dia menyuruh kami berbuat jujur dalam berbicara, menunaikan amanah dan menyambung tali silaturahim, berbuat baik kepada tetangga dan menahan diri dari hal-hal ayng haram dan menumpahkan darah. Dia melarang melakukan kekejian dan perkataan dusta, memakan harta anak yatim, dan menuduh orang yang baik dengan tuduhan berzina. Dia menyuruh kami agar kami menyembah Allah saja, dia menyuruh kami shalat, zakat dan puasa.” (HR. Ahmad 1/201 no. 1740)

Ja’far menceritakan bagaimana kerusakan-kerusakan yang dia lakukan dahulu sebelum masuk ke dalam Islam. Akan tetapi setelah masuk Islam dia mengatakan bahwa itu adalah kenikmatan. Padahal waktu mereka (para sahabat) masuk Islam, mereka sedang diintimidasi, disiksa dan dimusuhi oleh orang-orang Quraisy, dan mereka juga diusir dari negeri mereka.

Akan tetapi mereka merasakan kenikmatan iman dan Islam, meskipun dalam kondisi terdesak. Maka bagaimana lagi dengan kenikmatan yang kita rasakan, dimana kita hidup di negeri yang aman untuk beislam. Kita hidup di negeri yang seseorang bisa merasa aman di manapun berada. Oleh karenanya ini merupakan nikmat yang harus kita syukuri kepada Allah

DR. FIRANDA ANDIRJA, LC. MA. – Saat Hidayah Menyapa

Imam Ibnu Zuhri

19 Dhul Qadah, 1441 H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *