Mutiara: Pelajaran Penting dari Hijrah Nabi (Bagian 2)

Pembaca yang budiman…

Pada edisi sebelumnya, telah kita sebutkan tiga pelajaran penting dari hijrah nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, yaitu :

  1. Keharusan untuk memadukan antara usaha (melakukan sebab) dengan tawakal.
  2. Keharusan ikhlas dan menjauhi kepentingan-kepentingan pribadi.
  3. Bersikap tengah-tengah dalam kondisi lapang maupun sempit.

Berikut adalah kelanjutannya,

Keempat, Keyakinan bahwa keberuntungan adalah bagi orang yang bertakwa.

Orang-orang yang picik pikirannya menyangka bahwa dengan hijrahnya Nabi maka berarti bahwa dakwahnya telah gagal berantakan, sehingga putus asa dan pergi meninggalkan kampung. Padahal sebenarnya dibalik hijrah ini terdapat pelajaran yang jelas dan nyata bahwa akhir yang baik (al ‘aqibah) adalah hanya bagi orang-orang yang bertakwa.

Kelima, Keteguhan ahlul iman dalam kondisi sulit.

Hal ini tergambar dalam jawaban Nabi kepada Abu Bakar Radhiallaahu ‘anhu ketika berada dalam gua. Abu bakar berkata: “Demi Allah wahai Rasulullah, jika salah satu dari mereka melihat jejak-jejak telapak kaki yang ada tentu mereka akan menemukan kita. Maka dengan tenang Nabi menjawab: “Apa pendapatmu tentang dua orang, sedangkan Allah adalah ketiganya.” Inilah contoh dari sikap tulus, teguh, yakin dan bersandar hanya kepada Allah.

Keenam, Barang siapa menjaga agama Allah maka Allah akan menjaganya.

Pelajaran ini diambil dari peristiwa ketika Nabi akan dibunuh dan diusir oleh para pembesar Quraisy maka Allah menyelamatkan beliau setelah berhasil menaburkan debu ke muka mereka. Sehingga loloslah Nabi dari kepungan mereka dalam keadaan selamat.

Demikianlah ketetapan yang selalu berlaku, yaitu barangsiapa yang menjaga agama Allah maka Allah akan menjaganya. Dan penjagaan Allah yang terbesar adalah penjagaan supaya tetap di atas agamaNya. Penjagaan ini mencakup juga penjagaan terhadap fisik, namun bukan berarti terjaga secara terus-menerus sebab terkadang seorang muslim juga tertimpa musibah yang berkaitan dengan fisik, kehormatan atau hartanya untuk mengangkatnya ke derajat yang lebih tinggi.

Ketujuh, Bahwa pertolongan harus melalui kesabaran.

Sebenarnya sangatlah mudah bagi Allah untuk menghilangkan seluruh gangguan dan kesulitan yang menimpa Nabi bahkan secara sekaligus. Namun telah menjadi sunatullah bahwa ujian berat selalu menimpa para nabi agar jelas bagi semua orang bagaimana kesabaran mereka sehingga berhak mendapatkan pahala dan kedudukan yang agung. Ini juga memberi pelajaran kepada para da’i bagaimana menghadapi situasi sulit dalam berdakwah dan bersabar dari gangguan yang besar maupun yang kecil.

Sumber Rujukan :

Kalimat Mutanawwi’ah fi Abwab Mutafarriqah”, karya : Muhammad bin Ibrahim Al Hamd, juz 4 h. 14-22

Artikel : www.hisbah.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *