Pada bagian ketiga tulisan ini, telah disebutkan enam dari mereka yang merugi di bulan suci, yaitu
- Mereka yang tidak melakukan puasa atas dasar iman dan mencari pahala dari Allah. Namun justru mereka berpuasa karena ingin pamer atau sekedar rutinitas dan kebiasaan belaka.
- Mereka yang tidak menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat malam; karena malas dan merasa berat melakukan ketaatan.
- Mereka yang senantiasa mempertahankan akhlak-akhlak buruk mereka; di mana puasa tidak menghalau mereka dari tindakan-tindakan yang diharamkan.
- Mereka yang membuang-buang waktu di bulan ini ; dengan banyak tidur, lalai, menghabiskan waktu di depan chanel-chanel televisi, mendengarkan lagu-lagu dan menonton tontonan yang mengandung murka Allah.
- Mereka yang menyia-nyiakan shalat, membelakangi masjid baik dalam shalat Jum’at ataupun jama’ah.
- Mereka yang merusak puasa mereka dengan sengaja; yaitu dengan melakukan hal hal yang merusaknya secara badaniah seperti hubungan suami istri, makan, minum, onani, atau merusaknya secara maknawi seperti dusta, ghibah, adu domba, dengki, mengejek orang, menghina, berkata keji, mengumbar aurat (tabarruj) dan lain sebagainya.
Berikut yang lainnya, di antara mereka yang merugi itu…
- Mereka yang bepergian ke luar negeri (atau luar daerah), baik itu di awal bulan maupun di pertengahannya, dengan maksud agar bisa melakukan kemaksiatan terhadap Allah dengan bebas di sana. Sekiranya mereka tahu apa yang menjadi kemaslahatan dan kebaikan mereka, tentulah mereka akan tetap berada di negeri mereka yang merupakan negeri Islam, melakukan puasa, menunaikan shalat, memanfaatkan hari-hari dan malam bulan Ramadhan yang mulia ini.
Sebenarnya, bepergian ke daerah kufur; hal ini pun merupakan masalah besar. Bahayanya tentu lebih berat lagi. Karena kemaksiatan dan kekufuran tidak terbendung lagi di sana. Apalagi bila itu dilakukan di bulan Ramadhan. Dosanya tentu lebih bertumpuk dan berlipat.
Mengenai bepergian ke negeri kufur, ada syarat syarat yang harus terpenuhi. Bila tidak terpenuhi, maka tidak boleh melakukan safar kesana. Syarat syarat tersebut adalah :
- Ia punya ilmu yang bisa ia gunakan untuk menolak syubat yang ada.
- Ia mempunyai bekal agama kuat yang bisa menghalanginya dari fitnah syahwat.
- Ia mempunyai hajat dan keperluan di sana (Lihat, Majmu’ Fatawa Wa Rasail Syaikh Utsaimin, 20/83)
Bila syarat syarat ini tidak terpenuhi, maka tidak boleh safar kesana, karena akan membahayakan agamanya, di samping menghamburkan harta. Namun bila ada perlunya, mungkin untuk berobat, atau mencari ilmu yang tidak didapatkan di negerinya, ia punya ilmu dan agama yang baik maka itu tidak mengapa. Adapun safar untuk rekreasi ke negeri kafir, maka ini bukanlah suatu kebutuhan. Ia bisa melakukannya ke negeri Islam yang marak dengan syiar syiar Islam (dari Majmu’ Fatawa Wa Rasail Syaikh Utsaimin jilid 19 Kitab Mufsidat Ash Shiyam)
Nabi ﷺ telah bersabda
أَنَا بَرِىءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ
Aku berlepas diri dari setiap Muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum Musyrikin (HR. Abu Dawud, At Turmudzi)
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ مُشْرِكٍ بَعْدَ مَا أَسْلَمَ عَمَلًا أَوْ يُفَارِقُ الْمُشْرِكِينَ إِلَى الْمُسْلِمِينَ
Allah tidak menerima amalan seorang musyrik setelah ia masuk Islam hingga ia meninggalkan kaum Musyrikin menuju kaum Muslimin (HR. Ahmad)
Pun bila seseorang sengaja safar dengan maksud agar ia bisa berbuka, ini pun sudah termasuk hal terlarang. Ini adalah sebuah hilah, akal akalan terhadap syariat. Hilah untuk menggugurkan suatu kewajiban, tidaklah dibolehkan. Dalam Ar raudh Al Murbi’ 3/375 dikatakan : Bila seseorang safar dengan tujuan agar bisa berbuka, maka keduanya diharamkan, yaitu safar dan berbukanya.
- Mereka yang menunjukkan kesungguhan di awal bulan, mereka berniat untuk bertaubat dan untuk istiqamah di atas Islam, namun tidak berselang lama merekapun kembali ditimpa futur (lemah semangat), sehingga mereka pun justru kemudian berbalik keadaannya.(lemah semangat), sehingga mereka pun justru kemudian berbalik keadaannya. Mereka kembali ke keadaan mereka semula. Dan mereka mulai kembali menjalani hidup penuh dengan sia-sia dan main-main.
Ini fenomena yang seringkali terjadi di tengah masyarakat. Kaum Muslimin berbondong-bondong menuju ke masjid-masjid di awal Ramadhan, syiar Ramadhan begitu marak. Shalat tarawih pun meluber di awal awalnya. Namun lambat laun, hal ini berkurang sedikit demi sedikit. Mulailah mereka berguguran satu per satu, bahkan di akhir Ramadhan tampak sudah agak sunyi, kecuali mereka yang Allah rahmati. Ini bertentangan dengan petunjuk Nabi ﷺ. Bahwa beliau ﷺ memperbanyak berbagai macam ibadah di semua hari Ramadhan. Dan di akhir-akhir bulan, beliau lebih giat dan bersemangat. Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hanbali berkata : Adalah Nabi ﷺ mengkhususkan sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan di hari lain dari bulan ini, di antaranya: menghidupkan malam, yang bisa jadi maksudnya adalah menghidupkan malam sepenuhnya; juga beliau membangunkan keluarganya untuk shalat di malam sepuluh hari terakhir; juga bahwa beliau mengencangkan ikat pinggangnya (tidak menggauli istri); juga beri’tikaf (Lihat Lathaif Al Ma’arif 339)
Wallahu A’lam
Sumber :
Majalah As Sunnah, Edisi 12/Tahun XXII/1440 H/2019 M
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor
Yuk Donasi Paket Berbuka Puasa Bersama
Ramadhan 1442 H / 2021 M
TARGET 5000 PORSI
ANGGARAN 1 Porsi Rp 20.000
Salurkan Donasi Terbaik Anda Melalui
Bank Mandiri Syariah
Kode Bank 451
No Rek 711-330-720-4
A.N : Yayasan Al-Hisbah Bogor
Konfirmasi Transfer via Whatsapp : wa.me/6285798104136
Info Lebih Lanjut Klik Disini