Pada bagian pertama tulisan ini, telah disebutkan satu dari mereka yang merugi di bulan suci, yaitu

  1. Mereka yang tidak melakukan puasa atas dasar iman dan mencari pahala dari Allah. Namun justru mereka berpuasa karena ingin pamer atau sekedar rutinitas dan kebiasaan belaka.

Berikut yang lainnya, di antara mereka yang merugi itu…

  1. Mereka yang tidak menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat malam, karena malas dan merasa berat melakukan ketaatan. Maka bagaimana orang-orang seperti ini akan mendapatkan ampunan di bulan agung ini? Bulan Ramadhan merupakan keberuntungan besar bagi setiap Muslim yang hendak menjadi orang-orang yang dimerdekakan Allah dari api neraka. Tak heran bila Nabi ﷺ memotivasi umatnya untuk menghidupkan malam bulan ini. Namun sebagian orang justru disibukkan dengan hal hal lain, sehingga celakanya, mereka lalai dari ibadahnya. Atau mereka lalai untuk menghidupkan malam harinya dengan Qiyam Ramadhan, dengan Tarawih. Justru mereka membunuh waktu malam mereka dengan bergadang di depan layar kaca, atau mencari hiburan dengan musik dan nyanyian, atau begadang menggunjing orang dan hal hal sejenisnya. Seolah mereka punya penilaian, Ramadhan hanya sekedar menahan makan dan minum saja; untuk kemudian mereka larut dalam berbagai hal sia-sia atau maksiat di malam hari. Padahal Nabi ﷺ bersabda

وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

Dan Allah mempunyai orang-orang yang dimerdekakan dari api neraka, dan itu berlangsung setiap malam (dari bulan Ramadhan) (HR. At Turmudzi dan Ibnu Majah)

Bahkan disunnahkan untuk shalat malam Ramadhan bersama imam sampai selesainya imam. Ini seperti yang datang dalam hadis Nabi ﷺ

مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Barang siapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai ia selesai, dituliskan untuknya pahala shalat malam satu malam penuh (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah)

Maka hendaknya seorang Muslim memanfaatkan malam Ramadhan dalam ketaatan kepada Ar Rahman, agar menjadi hambanya yang dimerdekakan Allah dari Neraka, berjaya mendapatkan Surga Allah Ar Rahman.

Orang yang meninggalkan shalat Tarawih, meski mereka tak mendapat dosa, tentunya bila mereka menunaikan kewajiban-kewajiban mereka, namun mereka telah tertinggal dari kebaikan dan pahala yang begitu banyak. Telah luput dari mereka ampunan dari dosa-dosa yang telah lalu. Bahkan tak jarang, mereka yang meninggalkan tarawih, mereka habiskan waktu mereka untuk hal hal yang sia-sia, lebih parah lagi kalau mereka gunakan waktunya untuk maksiat. Mereka lebih tergiur hiburan dunia daripada munajat kepada Allah. WAl iyadzu billah.

  1. Mereka yang senantiasa mempertahankan akhlak-akhlak buruk mereka, di mana puasa tidak menghalau mereka dari tindakan-tindakan yang diharamkan. Sedangkan Nabi ﷺ bersabda

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan yang diakibatkan dusta, maka Allah tidak butuh kepada perbuatannya meninggalkan makan dan minumnya (HR. Al Bukhari)

Puasa bukan sekedar menahan diri dari makan, minum dan nafsu. Namun seperti sudah maklum bagi semua orang, yaitu untuk mewujudkan Muslim yang bertakwa. Takwa sendiri terwujud dengan mengikuti syariatnya, taat kepadanya, mengerjakan yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang. Dengan belajar mengekang diri dari pembatal puasa, bahkan menahan diri dari hal yang pada hari biasa dibolehkan, maka diharapkan seorang Muslim akan terbentuk menjadi hamba yang selalu mengedepankan ridha Allah, dan menjauhi segala akhlak buruk dan tidak menerjang hal hal yang Allah larang. Ia harus meninggalkan dosa dan maksiat serta akhlak buruk, bila tidak demikian, apalah arti dari puasanya ?

  1. Mereka yang membuang-buang waktu di bulan ini, dengan banyak tidur, lalai, menghabiskan waktu di depan chanel-chanel televisi, mendengarkan lagu-lagu dan menonton tontonan yang mengandung murka Allah. Nabi ﷺ bersabda

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

Berapa banyak orang berpuasa, namun bagian yang ia dapatkan dari puasanya hanya sekedar lapar dan dahaga (HR. Ahmad, Ibnu Majah, di shashihkan As Suyuthi)

Sebagaimana telah diketahui, puasa hakiki adalah berpuasa dari segala maksiat, yaitu dengan meninggalkannya. Ketika berpuasa, hati seorang Mukmin ikut pula berpuasa, bukan sekedar anggota badannya yang berpuasa. Hadis di atas, juga lainnya, menunjukkan makna ini.

Para sahabat senantiasa menjaga, agar puasa mereka adalah sebagai pencuci bagi jiwa dan juga anggota badannya; dengan menjauhi berbagai dosa dan maksiat.

Umar bin Khaththab رضي الله عنه berkata : Puasa itu bukan sekedar dari minum dan makan semata; namun berpuasa dari dusta, kebatilan dan hal sia-sia.

Dan waktu sangat berharga sekali. Ia adalah hal paling berharga yang harus diperhatikan seseorang. Terlebih lagi di bulan Ramadhan. Sebab ia adalah musim memanen kebaikan. Waktu adalah modal berharga seorang Muslim. Sungguh merugi orang yang menyia-nyiakan waktunya, apalagi di bulan Ramadhan, dalam hal sia-sia, kelalaian, terlebih lagi dalam kemaksiatan, sehingga ia telah menyepelekan ketaatan kepada Allah Al Khaliq. Memperbanyak tidur yang merupakan amalan mubah itu saja hal yang tak baik dalam bulan Ramadhan. Apalagi dengan maksiat, dosa dan celanya tentulah besar.

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Majalah As Sunnah, Edisi 12/Tahun XXII/1440 H/2019 M

Amar Abdullah bin Syakir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *