(Berakwah Kepada Tauhid Berdasarkan Ilmu)
Pembaca yang budiman,
Hendaknya dakwah dilakukan di atas bashirah/Ilmu. Dan, yang dimaksud bukan hanya ilmu agama/syar’i saja akan tetapi mencakup ilmu tentang kondisi orang yang didakwahi dan ilmu tentang metode berdakwah. Oleh karenanya, bekal ilmu syari’i saja tidak cukup dalam berdakwah, tetapi dibutuhkan sikap hikmah dalam berdakwah yaitu sikap di mana kita menggunakan metode dakwah sesuai dengan kondisi orang yang kita dakwahi. Maka, orang-orang yang tidak memiliki ilmu tidaklah layak baginya untuk berdakawah, karena dakwahnya orang yang tidak berilmu lebih banyak merusak daripada memberikan perbaikan.
Dakwah dengan Ilmu adalah Jalan Rasul
Pembaca yang budiman, jalan dakwah di atas ilmu adalah jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti beliau.
عن ابن عباس – رضي الله عنهما – أن رسول الله لما بعث معاذاً إلى اليمن قال : إِنَّكَ تَأْتِى قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلُ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ – وَفِيْ رِوَايِةٍ : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ – فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ، فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِى فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus Mu’adz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau bersabda : “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, mulailah dakwahmu dengan syahadat “Laa ilaha illallahu” –dalam riwayat lain: Supaya mereka mentauhidkan dan mengesakan Allah-, apabila mereka mentaatimu, maka beritahu mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, apabila mereka mentaatimu, maka beri tahu mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shadaqah (zakat) yang diambil dari orang kaya di antara mereka, dan dibagikan kepada orang miskin di antara mereka. Apabila mereka mentaatimu, maka janganlah engkau ambil harta terbaik mereka (untuk zakat), dan hati-hatilah terhadapat do’anya orang yang teraniaya, sesungguhnya antara do’a mereka dengan Allah tidak ada penghalang.”
Pembaca yang budiman,
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman sebagai seorang pengajar, hakim dan da’i pada bulan rabi’ul awal tahun 10 H, bersama Abu Musa al-Asy’ari maka beliau menasehatkan kepada keduanya agar memberikan kemudahan dan tidak menyusahkan.
Pembaca yang budiman,
Hadits di atas terdapat beberapa pelajaran yang bisa diambil, di antarannya, yaitu :
- Kedudukan tauhid sebagai awal kewajiban atas seorang hamba, ini diambil dari sabda beliau “maka jadikanlah awal dakwahmu adalah syahadat Laa ilaha illallah –di dalam riwayat lain: Supaya mereka mentauhidkan dan mengesakan Allah”.
- Memulai dakwah dengan tauhid sebelum yang lainnya.
- Makna “untuk mengesakan Allah adalah makna syahadat/persaksian Laa ilaha illallah” ini diambil dari ungkapan Shahabat dalam satu riwayat dengan ungkapan “Syahadat/persaksian Laa ilaha illallah” dan dalam riwayat yang lain dengan ungkapan “Supaya mereka mentauhidkan dan mengesakan Allah.”
- Peringatan tentang pentingnya belajar dan mengajar dengan cara bertahap.
- Memulai segala sesuatu dari yang paling penting kemudian sesuatu yang penting (skala prioritas).
- Tuntunan penyaluran zakat, ini diambil dari sabda beliau, “diambil dari orang kaya di antara mereka, dan dibagikan kepada orang miskin di antara mereka.”
- Dianjurkannya bagi seorang alim untuk membongkar syubhat atau kerancuan dari hati para penuntut ilmu. Yang dimaksud syubhat adalah syubhat ilmu, maksudnya ada kebodohan pada diri seseorang. Ini diambil dari sabda beliau “maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, apabila mereka mentaatimu, maka beri tahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shadaqah(zakat) yang diambil dari orang kaya di antara mereka, dan dibagikan kepada orang miskin di antara mereka”. Maka beliau menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang kaya mereka dan disalurkan dan dibagikan kepada orang miskin di antara mereka.
- Larangan untuk memungut zakat dari harta terbaik, sebagaimana sabda beliau “dan janganlah kalian mengambil harta terbaik mereka (untuk zakat)” karena kata tersebut memberikan makna peringatan dan peringatan menunjukkan larangan.
- Perintah untuk takut terhadap do’anya orang-orang yang teraniaya/terzhalimi, sebagaimana sabda beliau “takutlah kepada do’anya orang yang teraniaya”.
- Penjelasan bahwa do’a orang yang terzhalimi tidak terhalangi, sebagaimana sabda beliau “sesungguhnya antara do’a mereka dengan Allah tidak ada penghalang”. Maka dihubungkannya at-Targhib (motivasi) dan at-Tarhib (ancaman) dengan hukum adalah sesuatu yang bisa mendorong dan memotivasi kita apabila berupa at-Targhib, dan akan menjauhkan kita dan membuat kita takut apabila berupa at-Tarhib sebagaimana sabda beliau “takutlah kepada do’anya orang yang teraniaya”, maka kadang-kadang seseorang tidak takut, akan tetapi apabila dikatakan kepadanya “sesungguhnya antara do’a mereka dengan Allah tidak ada penghalang” maka dia takut dan akan meninggalkan larangan itu. Wallahu a’lam.
Sumber : Al-Qoul al-Mufid, Bab. Dakwah Kepada Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (edisi Arab), cet. Daar Ibnul Jauzi.
Penyusun: Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Fans Page hisbah.net