Pada bagian pertama tulisan ini telah disebutkan perbedaan pendapat para fuqaha mengenai hukum orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena menyepelekan dan malas, tidak mengingkari (kewajibannya), tanpa adanya udzur, yaitu,
Pendapat pertama, Babwa orang tersebut ditahan dan dilarang makan juga minum.
Pendapat kedua, Bahwa orang tersebut dididik dengan apa yang dipandang oleh hakim, berupa dipukul, atau dipenjara, atau kedua-duanya.
Pendapat ketiga, Bahwa orang tersebut dibunuh.
Pendapat keempat, Bahwa orang tersebut telah kafir.
**
Adapun pada bagian kedua tulisan ini –insya Allah- akan disebutkan dalil dari masing-masing pendapat tersebut di atas.
**
Dalil-dalil pendapat pertama dan kedua (bahwa orang tersebut tidak dibunuh)
- Apa yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim dari jalur riwayat Syu’bah, dari Waqid bin Muhammad, ia berkata, aku mendengar ayahku menceritakan, dari Ibnu Umar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-bahwa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang hak) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal tersebut, darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali karena hak Islam. Dan, hisab mereka adalah kewajiban Allah ta’ala.” [1]
Sisi pendalilannya :
Bahwa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjadikan perkataan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, sebagai pelindung atau pemelihara bagi darah dan harta apabila orang tersebut melakukan sesuatu yang mewajibkan untuk dihukum bunuh. Maka, ini menunjukkan selain hal itu, tidaklah mewajibkan untuk dihukum bunuh orang yang meninggalkannya, di antara hal tersebut adalah puasa.
- Apa yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari jalur riwayat Suhail bin Abi Shaleh dari ayahnya dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, ia berkata, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,
“Siapa pun pemilik Kanz (harta simpanan) yang tidak menunaikan zakatnya, niscaya bakal dipanaskan atasnya di Neraka Jahanam, maka Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikannya sebagai baju yang dikenakan orang tersebut, lalu disetrikakan pada kedua punggungnya dan keningnya sampai Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengadili di antara para hamba-Nya pada suatu hari yang kadarnya 50.000 tahun. Kemudian, diperlihatkan jalannya, bisa jadi ke Surga, bisa jadi pula ke Neraka. [2]
Maka, keadaan orang tersebut melihat jalannya ke Surga menunjukkan tidak kafirnya orang tersebut.
- Apa yang diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi dari jalur periwayatan al-Jaririy dari Abdullah bin Syaqiq al-‘Uqailiy, ia mengatakan, “Dulu, para sahabat Muhammad-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-tidak memandang sesuatu amalan di mana meninggalkannya merupakan kekufuran selain shalat.” [3]
- Karena tidak disebutkan satu pun dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah tentang hukum meninggalkannya, maka dari itu kita tidak berani menghukuminya ‘kafir.’ [4]
- Bahwa orang tersebut dita’zir dengan apa yang telah disebutkan ; karena orang tersebut meninggalkan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam.
Dalil pendapat ketiga (Bahwa orang tersebut dibunuh) :
- Apa yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam Musnadnya dari jalur Muammil, (ia berkata) telah menceritakan kepadaku Hammad bin Zaed, (ia berkata) telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Malik an-Nakariy, dari Ibnul Jauza-i, dari Ibnu Abbas, Hammad berkata, ‘dan aku tidak mengetahuinya melainkan dia telah memarfukannya kepada Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – beliau bersabda, ‘Tali Islam dan pondasi agama ada tiga, di atasnyalah bangunan Islam, barang siapa meninggalkan satu bagian darinya maka ia kafir halal darahnya ; yaitu, persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang hak selain Allah, shalat dan puasa Ramadhan. [5]
- Apa yang disebutkan oleh Ibnu Rajab dari jalur Abdul Humaid bin Abi Ja’far, dari Utsman Ibnu ‘Atha, dari ayahnya, dari Ibnu Umar, ia berkata, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda, ‘Agama itu ada lima (rukunnya), Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak menerima darinya sesuatu pun tanpa yang lainnya : yaitu, persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang hak selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Surga, Neraka, kehidupan setelah kematian, ini satu, dan shalat lima waktu adalah tiang agama, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak menerima iman kecuali dengan shalat, dan zakat merupakan pembersihan dari dosa-dosa, dan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak akan menerima iman dan tidak pula shalat kecuali dengan zakat. Maka, barang siapa melakukan keempat hal ini kemudian datang Ramadhan lalu ia meninggalkan puasanya dengan sengaja niscaya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak akan menerima darinya iman, tidak pula shalat dan tidak pula zakat [6]
Abu Hatim mengatakan : Ini hadis munkar [7]
- Dan oleh karena wajibnya berpuasanya merupakan perkara agama yang telah dimaklumi, maka menjadi kafir meninggalkannya karena mengingkarinya [8]
- Dan oleh karena zakat, puasa dan haji merupakan pondasi bangunan Islam, maka dibunuh karena meninggalkannya semuanya seperti shalat. [9]
Namun, istidlal ini disanggah dengan dikatakan bahwa mengkiaskannya terhadap shalat tidaklah benar dari dua sisi :
Pertama, Bahwa shalat meninggalkannya merupakan kekufuran, sebagaimana dihikayatkan adanya ijma’ atas hal ini.
Kedua, Bahwa shalat diistimewakan dari seluruh amal-amal dengan beberapa keistimewaan yang tidak diberikan untuk yang lainnya, dan selain itu, di antaranya bahwa shalat tidak dimasuki adanya penggantian (oleh orang lain), berbeda halnya dengan puasa [10]
Pendapat yang Rajih (Kuat)
Pendapat yang kuat –Wallahu A’lam- bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tidak dibunuh; hal itu karena adanya keterangan bahwa para sahabat, dulu, tidak mengkategorikan sesuatu di mana bila ditinggalkan menjadikan seseorang kafir kecuali shalat, dan ini merupakan ijma’ (kesepakatan) dari mereka. Dan, oleh karena pada asalnya adalah haramnya darah seorang muslim. Namun demikian, orang yang meninggalkan puasa Ramadhan dihukum ta’zir sesuai dengan yang dipandang oleh imam.
Wallahu A’lam
Sumber :
Al-Jami’ Li-Ahkami ash-Shiyam, Prof.Dr. Khalid bin Ali al-Musyaiqih, 1/55-59
Amar Abdullah bin Syakir
Catatan :
[1] Shahih al-Bukhari, kitab al-Iman, bab : فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ no.25 dan lafazh ini milikinya. Muslim, kitab al-Iman, bab : al-Amru Bi-qitalin nasi hatta yaqulu laa ilaa ha illallahu Muhammadun Rasulullahi Wa Yuwimush Shalata Wa Yu’tuz Zakata Wa Yu’minu Bi-jami-‘i Maa Jaa-a Bihi…no.22
[2] Shahih Muslim, Kitab Zakat, bab : Itsmu Mani-‘i az-Zakat, 2339
[3] Sunan at-Tirmidzi (2622), dan diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak, 1/48, dan adz-Dzahabi mengatakan di dalam Talkhishnya : Isnadnya shalih.
[4] Lihat : Jami’ al-‘Ulum Wal Hikam, hal. 105
[5] Musnad Abi Ya’la 4/236 (2349)
[6] Disebutkan oleh Ibnu Rajab di dalam Jami’ al-Ulum Wal Hikam, hal. 55
[7] ‘Ilalu al-Hadits, 2/156
[8] Lihat : al-Iqna’, asy-Syarbiniy, 1/324
[9] ash-Shalah Wa Hukmu Tarikuha, 1/46
[10] ash-Shalah Wa Hukmu Tarikuha, 1/46-47