Menggugat Kepemimpinan Suami

Ada tipe istri yang menggugat kepemimpinan suami atas dirinya. Ia ingin sejajar dengan suami dalam segala aktivitasnya. Bahkan, ia tertarik bila suami menyerahkan tali kendali kepadanya, sehingga kehendak suami mengikuti kehendaknya, perkataannya menjadi vonis hukum, pendapatnya adalah ketetapan baku. Ia bangun pagar tinggi untuk membatasi ruang gerak suami, tidak ada celah untuk berkelit atau melarikan diri.

Yang mungkin mendorong istri untuk bersikap demikian adalah kebanggaan akan harta, status sosial, kecantikan, kehormatan , atau tingkat pendidikan. Atau ia terpengaruh oleh propaganda yang menyerukan emansipasi wanita dan kebebasannya dari kekuasaan laki-laki, agar posisi wanita terhadap laki-laki layaknya lawan yang seimbang. Bila semua itu bertemu dengan lemahnya sikap dan lunturnya kepribadian laki-laki, maka ‘periuk telah bertemu tutupnya’.

Karenanya, ia ingin tidak ada orang yang mengawasi gerak-geriknya. Ia ingin bisa keluar rumah kapan saja ia mau, mengenakan pakaian apa saja yang ia sukai, dan bergaul dengan siapa saja yang ia kehendaki. Bahkan, mungkin ia turut campur tangan dalam urusan pribadi suami, dan dalam hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian, dialah yang menjadi pemimpin atas suami, dan yang memegang tali kendali urusannya.

Tidaklah aneh bila perempuan menjadi perkasa bak laki-laki

Tetapi yang mencengangkan bila laki-laki lemah gemulai bagaikan perempuan.

Sudah barang tentu sikap tersebut bertentangan dengan syariat Ilahi dan fitrah yang lurus, bahkan bertolak belakang dengan pengalaman manusia sendiri. Jadi, perempuan yang cerdas adalah perempuan yang memahami kodratnya dan berhenti pada batas-batas yang telah ditetapkan untuknya. Kepemimpinan menjadi hak laki-laki, dan kemuliaan bagi perempuan. Islam telah menyelamatkan perempuan dari tangan mereka yang merendahkan martabatnya dan memperlakukannya dengan kasar. Islam teleh menetapkan hak-hak bagi perempuan yang menjamin kenyamanan dirinya, dan memperhatikan ketinggian martabatnya. Kemudian, Islam  memberi hak kepada laki-laki untuk menjaga perempuan, serta membangun pagar pembatas antara perempuan dan segala sesuatu yang menodai kemuliaannya.

Bukti yang menunjukkan hakikat ini adalah firman Allah azza wajalla,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan para wainita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al-Baqarah : 228)

Ayat ini menetapkan hak bagi perempuan seperti hak yang ditetapkan bagi laki-laki. Bilamana sebuah keluarga tidak akan berjalan lurus kecuali dengan adanya pemimpin yang mengatur urusannya, maka yang paling berhak atas kepemimpinan itu adalah laki-laki, yang mana tabiatnya adalah memberi nafkah untuk keluarga dan mampu mencegah bahaya darinya. Dengan inilah laki-laki berhak atas tingkatan yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya,

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.

Dan, di dalam firman-Nya,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka … (Qs. An-Nisa (4) : 34) (lihat, Rasa’il al-Islah, II/172)

Wallahu a’lam

Sumber :

Dinukil dari “ Min Akhto-i az Zaujaat”, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, (Edisi Indonesia, hal. 110-111)

Amar Abdullah bin Syakir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *