yang bisa memberikan manfaat dan mendatangkan madharat hanyalah Allah. Dialah yang menentukan kebaikan dan kejelekan, yang menciptakan penyakit dan obat, yang menurunkan bencana dan yang menentukan kesembuhan bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Tiada yang mampu menolak sesuatu yang membahayakan selainNya dan tiada pula yang mampu menolak sesuatu yang tidak disukai selain-Nya.
Oleh kerena itu, semua hati wajib menggantungkan dirinya kepada Dzat Yang Mahamengetahui hal gaib dan tidak menoleh kepada selain-Nya, yaitu kepada sesuatu yang tidak mampu memberikan daya, kekuatan, kematian, kehidupan, dan kebangkitan.
Allah azza wajalla berfirman,
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Yunus : 107)
Di antara sarana yang diharamkan secara syar’i dan sering dijadikan sebagai alat membentengi diri oleh sebagian wanita apa yang sering mereka gantungkan berupa jimat dan jarum jahit di dada mereka atau bagian tubuh lainnya dan digantungkan pula ke anak cucu mereka. Sebagian mereka ada yang menggantungkan tapal kuda, sandal, kulit serigala, atau memegang kayu ketika khawatir akan tertimpa madharat yang datang dari bangsa jin dan pandangan jahat manusia. Dia meyakini bahwa hal tersebut dapat menolak bencana atau mencegahnya. Semua itu adalah sarana yang tidak disyariatkan, tidak boleh dipakai, atau menyandarkan diri kepadanya.
Hukum tentang masalah tersebut dilihat dari kondisinya :
- Jika ia menyakini bahwa semata-mata karena berbagai amalan tersebut musibah dapat dicegah, maka perbuatan tersebut tergolong syirik akbar (syirik besar) yang bisa mengeluarkan pelakunya dari millah (agama Islam) dan menghilangkan pokok keimanan.
- Jika ia meyakini bahwa hanya Allahlah yang bisa memberikan manfaat dan menolak madharat, Dialah yang menciptakan dan menentukan, akan tetapi ia masih berkeyakinan bahwa jimat-jimat tersebut merupakan sarana yang bisa memberikan manfaat atau menolak madharat, maka hal tersebut termasuk dalam kategori sirik ashghar (syirik kecil) yang tidak mengeluarkan pelakunya dari millah, namun akan menodai iman dan mengotori kejernihan tauhid. Dan, perbuatan tersebut termasuk dosa yang paling besar.
Dari Zaenab, Istri Abdullah bin Mas’ud, dari Abdullah diriwayatkan bahwa ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, ‘Sesungguhnya ruqyah (jampi-jampi), jimat dan tiwalah (pellet) adalah perbuatan syirik.’ Si perawi melanjutkan, “Aku katakan,’Kenapa engkau mengatakan demikian ? Demi Allah, sesungguhnya mataku pernah tertimpa sesuatu, kemudian aku mendatangi seorang Yahudi agar meruqyah diriku. Ternyata setelah diruqyah oleh orang Yahudi tersebut aku jadi tenang. “ maka Abdullah menimpalinya ‘itu adalah pekerjaan setan yang menusuk matamu dengan mempergunakan tangannya. Ketika sang Yahudi tersebut meruqyah, setanpun menghentikan aksinya. Padahal cukuplah engkau mengucapkan sebagaimana yang biasa diucapkan Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- :
أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِى لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
Wahai Rabb yang menyembuhkan manusia, hilangkanlah penyakit darinya. Sembuhkanlah, sesungguhnya Engkau Dzat yang bisa memberikan kesembuhan, tidak ada kesembuhan kecuali yang datang darimu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit (Shahih Sunan Abi Dawud (II/735) dan Shahih Sunan Ibni Majah (II/269) (2845)
Dari Ibnu Mas’ud –semoga Allah meridhainya- diriwayatkan bahwa ia pernah masuk ke kamar istrinya, dilihatnya ada sesuatu yang terikat menggantung di lehernya. Maka segera ia merampas dan memotongnya. Kemudian ia berkata, “Ternyata keluarga Abdullah telah menjadi orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, padahal Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu.” Kemudian ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, ‘Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, dan tiwalah adalah perbuatan syirik.’ Para sahabat berkata, “Wahai Abu Abdurrahman ! Janpi-jampi dan jimat telah kami ketahui maksudnya namun apa tiwalah itu ? Ia menjawab,”Sesuatu yang dipergunakan wanita agar dicintai oleh suaminya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya dan Hakim. Lihat Shahihut-Targhib wat Tarhib (III/349) (3457)
Dari Isa bin Abdurrahman bin Abi Laila diriwayatkan bahwa ia berkata, “Aku pernah masuk ke rumah Abdullah bin Ukaim Abu Ma’bad al-Juhani untuk menjenguknya. Ia terkena penyakit tumor. Aku berkata,’Kenapa engkau tidak menggantungkan sesuatu ? ia menjawab,”Kematian lebih dekat dari hal itu. Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-bersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
Barangsiapa menggantungkan sesuatu, maka akan diserahkan urusannya kepadanya (Shahih Sunan at-Tirmidzi (II/208) (1691)
Dari Uqbah bin Amir a-Juhani –semoga Allah meridhainya- diriwayatkan bahwa Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah kedatangan rombongan yang berjumlah sepuluh orang. Beliau membaiat sembilan orang, sedang yang seorang engkau tinggalkan?” Beliau menjawab,”Karena ia memakai jimat”. Kemudian beliau memasukkan tangannya dan memotong jimat tersebut, selanjutnya beliau baru membaiatnya. Beliau bersabda,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
Barangsiapa menggantungkan jimat, maka ia telah berbuat kesyirikan (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad. Lihat as-Silsilatus Shahihah (I/809) (492) )
Wallahu A’lam
Sumber :
Dinukil dari, “Mukhalafaat Nisaiyyah”, 100 Mukhalafah Taqa’u fiha al-Katsir Minan Nisa-i bi Adillatiha Asy-Syar’iyyah”, karya : Abdul Lathif bin Hajis al-Ghamidi (ei, hal. 27-29)
Amar Abdullah bin Syakir