Kurang Berterima Kasih dan Memotivasi Istri
Sebagaimana ada tipe suami yang mengkritik dan mencela istri bila ia melakukan kesalahan apa pun, kita juga mendapati tipe suami yang tidak berterima kasih kepada istri jika istri berbuat baik, dan tidak memotivasinya jika ia melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya. Terkadang istri menghidangkan makanan yang terasa lezat oleh suami. Lain waktu ia membangunkan suami bila ada tamu. Kadangkala ia mengasuh anak-anak dengan cara ideal. Terkadang ia mengenakan perhiasan terindah dan berpenampilan paling menarik di hadap suami, dan lain sebagainya.
Meski begitu, hampir-hampir istri tidak pernah mendapatkan ucapan terima kasih, atau senyuman puas, atau tatapan sayang, alih-alih hadiah dan penghargaan. Sudah barang tentu yang demikian itu adalah termasuk sikap kasar dan kaku, serta salah satu celaan dan sikap kikir. Suami terkadang mencari-cari alasan bahwa dirinya khawatir bila ia memuji dan menyanjung istri, istri menjadi sombong dan bangga diri. Pernyataan seperti ini tidak benar sebagaimana adanya.
Wahai suami yang budiman, jangan kikir untuk memberikan sesuatu yang menjanjikan kebahagiaan Anda dan istri Anda. Jangan mengabaikan hal-hal sepele dalam masalah ini, sebab hal-hal remeh tersebut memiliki fungsi yang besar dan pengaruh yang mengena. Apa susahnya bila Anda menyanjung istri tentang dandanannya, atau kepiawaian kerjanya ? apa ruginya bila Anda berterima kasih kepada istri atas makanan yang ia hidangkan untuk para tamu ? Atau, Anda menyanjungnya atas jerih payahnya mengasuh anak-anak dan mengatur rumah, betapa pun itu adalah pekerjaan pribadinya, dan meskipun ia melakukannya sekedar menggugurkan kewajibannya ?
Ucapan terima kasih termasuk perkataan baik (kalimah thayyibah) yang memperkuat faktor-faktor pemicu cinta dan kasih sayang. Bila istri mendapat ucapan terima kasih dari suami, ia akan berbahagia dan merasa lebih giat. Ia akan terdorong untuk terus melayani suami dan bersegera memenuhi kesenangannya, disebabkan ungkapan kasih sayang, kelembutan dan penghargaan yang ia terima dari suami. Jika hati istri telah dipenuhi dengan perasaan-perasaan demikian, ia akan merasa aman dan nyaman hidup bersama suami, serta manfaatnya akan kembali kepada suami, berupa keharmonisan dan kebahagiaan (Lihat, Nazharaat fil Usrah al-Muslimah, hal.118-119)
Sumber :
Dinukil oleh “ Min Akhthaa-il Az-Waaj “, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, (Edisi Bahasa Indonesia), hal. 72-73
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,