Tidak Menganggap Penting Berdandan untuk Istri
Sedikit sekali suami yang menganggap penting berdandan untuk istrinya. Seringkali para istri menanggung penderitaan akibat kelalaian ini. Di antara mereka ada yang membeberkannya dan mencari jawaban atas fenomena ini. Yang lain menyembunyikan masalahnya dan memendamnya rapat-rapat di dalam hati. Ada juga yang karena minim ilmu pengetahuannya, meragukan keadilan agama dan posisinya terhadap wanita. Barangakali lintasan pikiran ini didukung oleh propaganda orang-orang yang mengklaim sebagai pembela kaum perempuan.
Sebenarnya agama terbebas dari tindakan orang-orang yang menisbahkan diri kepadanya. Cacat itu bukan pada agama, melainkan pada orang-orang yang lalai dari mengetahui hikmah agama, atau mengamalkan ajarannya. Kaum perempuan seringkali mendengar hadis-hadis tentang ketaatan kepada suami dan kewajiban berhias untuknya. Sampai-sampai sebagian mereka berasumsi bahwa Islam tidak membebani suami kewajiban apapun terhadap istri kecuali memberi nafkah.
Sedikit sekali orang-orang yang memahami kewajiban maknawi suami terhadap istri. Yang mana pada urutan pertamanya adalah berdandan untuk istri dan berpenampilan layak di hadapannya. Karena itu, kita mendapati beberapa laki-laki yang tidak memperhatikan penampilan, kebersihan dan penggunaan wewangian kecuali jika hendak keluar rumah, atau menghadiri suatu acara. Tidak ada porsi istri kecuali melihatnya dalam kondisi demikian. Ia mengira dirinya tidak wajib melakukan hal-hal tersebut untuk istrinya. Namun, bila istrinya yang lalai berdandan untuknya, ia mengoreksinya habis-habisan (Lihat, makalah Dr. Muhammad Abu Bakar Humaid di koran al-Madinah pada 25/12/1417H) Karenanya, ia tidak peduli bila di rumah berpenampilan acak-acakan, tetap memakai baju kerja, atau datang dengan aroma keringat dan asap yang menyengat.
Sudah barang tentu yang demikian itu adalah salah satu bentuk kelalaian dalam memenuhi hak istri. Sebab, salah satu hak istri atas suami adalah agar suami berdandan untuknya, sebagaimana ia berdandan untuk suami. Allah azza wajalla berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan para wanita mempunyai hak mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf (Qs. Al-Baqarah : 228)
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Abbas –semoga Allah meridhainya- berkata, “Sungguh aku senang berdandan untuk istri, sebagaimana aku senang bila istri berdandan untukku. Sebab, Allah telah berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan para wanita mempunyai hak mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf (Tafsir Ibnu Katsir 1/238)
Wallahu a’lam
Sumber :
Dinukil dari “Min Akhthaa-il Az-Waaj“, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, (E.I), hal. 91—92
Amar Abdullah bin Syakir